Di Bali, gamelan atau dikenal dengan sebutan gambelan biasa ditampilkan dalam berbagai ragam acara. Sebagian besar dimainkan untuk hiburan atau mengiringi pertunjukan kesenian seperti tari, drama, dan teater. Sebagian lagi untuk mengiringi upacara ritual atau sebagai sajian instrumental saja.
Bunyi gamelan Bali meledak-ledak dan ritmenya cepat.
Gamelan Bali memiliki ciri khas. Berbeda dari gamelan Jawa yang cenderung lembut atau gamelan degung Sunda yang mendayu-dayu, bunyi gamelan Bali meledak-ledak dan ritmenya cepat. Hal ini disebabkan oleh perangkat berbentuk seperti sambal berukuran kecil yang biasa disebut ceng-ceng. Bentuk wilahnya (bilah pada saron) pun lebih tebal dan bentuk penconnya (bentuk gamelan seperti bonang) lebih banyak daripada wilahnya.
Gamelan Sunda, Alunan Indah yang Mendayu
Gamelan Bali ada beragam jenis. Dari bahan pembuatannya, ada gamelan perunggu yang lebih dikenal sebagai gamelan krawang karena dirakit oleh pande krawang (ahli perunggu). Ada gamelan slonding yang terbuat dari besi. Ada juga rindik yang terbuat dari bambu. Dari ketiganya, gamelan slonding adalah yang paling antik dan langka karena jarang digunakan.
Perangkat gamelan yang berakar dari budaya Bali ada 33 jenis.
Menurut Pande Made Sukerta dalam Jenis-jenis Tungguhan Karawitan Bali, karawitan atau perangkat gamelan yang berakar dari budaya Bali ada 33 jenis. Semuanya memiliki bentuk, tungguhan (instrumen), fungsi, repertoar, rasa musikal atau karakter yang berbeda dan hidup di lingkungan pendukungnya masing-masing.
Faktor utama yang mendukung kemunculan banyak perangkat gamelan di Bali adalah kegiatan keagamaan, khususnya agama Hindu di Bali, yang membutuhkan karawitan atau gamelan sebagai pemberi suasana religius dan atau sebagai rangkaian upacara.
Mengingat banyaknya jenis, gamelan Bali telah dibagi menjadi tiga kelompok besar menurut zamannya.
Kelompok pertama adalah gamelan wayah (tua) yang diperkirakan telah ada sebelum abad ke-15. Gamelan tua didominasi permainan alat-alat yang berbentuk bilahan seperti gambang, caruk, genggong, selonding, gong luwang, gong bheri, gender wayang, angklung, bebonangan, dan balaganjur.
Gamelan gambang adalah salah satu gamelan yang langka.
Salah satu gamelan tua, bahkan langka, yang terkenal adalah gamelan gambang. Keberadaan gamelan ini bermula dari konflik internal Kerajaan Gelgel. Gusti Ngurah Klanting tak terima kakaknya menjadi raja. Ayahnya, Dalem Waturenggong (1460-1550), mempertimbangkan keberatannya tapi dengan syarat yang berat: mencari lontar milik wong gamang (orang halus). Di luar dugaan, Gusti Ngurah Klanting memenuhi permintaan ayahandanya. Maka, kerajaan pun dibagi menjadi dua.
Namun, sebelum dinobatkan menjadi raja, Gusti Ngurah Klanting diminta membuat seperangkat gamelan yang gending-gendingnya diambil dari lontar tersebut. Terciptalah gamelan gambang yang namanya diambil dari lontar wong gamang. Gamelan itu kemudian digunakan sebagai sarana perlengkapan dalam upacara ngaben.
Istilah gambang, kaitannya dengan Kerajaan Gelgel pada abad ke-15-17, juga disebutkan dalam Prasasti Purana Tatwa Pura Kalaci. Kata I Nyoman Mariyana dkk dalam “Gamelan Gambang Kwanji Sempidi: Kajian Sejarah, Musikalitas dan Fungsi” di jurnal Kalangwan Vol. 5 No. 2, Desember 2019, prasasti itu menyebut I Gusti Ngurah Sentong adalah seorang pemain gambang yang mahir dan mengetahui banyak gending gambang seperti Kebo Lalatikan, Misa Gagang, dan Dangdang Gendis. Disebutkan pula tentang fungsi gambang pada upacara ngaben.
Kelompok kedua adalah gamelan madya. Gamelan ini berasal dari abad ke-16 hingga ke-19. Pada era ini barungan (ansambel) gamelan sudah memakai kendang dan instrumen-instrumen berpencon. Beberapa gamelan dalam kategori gamelan madya adalah gamelan pagambuhan, semar pagulingan, gong gede, batel barong, bebarongan, pelehongan, joged pingitan, dan gong degdog.
Dahulu, gamelan semar pegulingan digunakan untuk menghibur raja saat hendak tidur pada malam hari.
Sebagai contoh, gamelan semar pegulingan. Dahulu, gamelan ini berfungsi menghibur raja. Biasa dimainkan pada malam hari saat raja hendak tidur. Seiring waktu, gamelan semar pegulingan disajikan untuk mengiringi tarian atau teater.
Terakhir adalah gamelan anyar. Gamelan ini termasuk jenis golongan baru, yang meliputi jenis-jenis barungan gamelan yang muncul pada abad ke-20. Barungan gamelan ini tampak pada salah satu ciri yang paling menonjol, yakni pada permainan kendang. Gamelan-gamelan yang masuk kategori gamelan baru antara lain gamelan joged bumbung, jegog, bumbung gebyog, kendang mabarung, gamelan geguntangan, gamelan gong kebyar, gamelan janger, gong suling, dan tektekan.
Muncul pada 1915, gong kebyar adalah gamelan baru yang paling populer di Bali.
Dari kelompok gamelan baru, gong kebyar yang muncul pada 1915 jadi yang paling populer di Bali. Malahan tak hanya dimainkan pengrawit laki-laki. Belakangan gong kebyar juga dimainkan pengrawit perempuan. Dinamakan gong kebyar karena saat ditabuh untuk pertama kali menyebabkan kekagetan luar biasa.
Namun gamelan Bali selalu dinamis dan terbuka bagi pembaharuan dan pengembangan bentuk-bentuk baru selaras perkembangan zaman. Inilah yang membuat gamelan Bali terus eksis dan mendapat tempat di tengah masyarakatnya. Dalam beberapa dekade belakangan, sejumlah musisi menyusun komposisi baru dan secara kreatif memasukkan elemen gamelan ke dalam karya komposisi mereka, yang kemudian disebut sebagai gamelan kontemporer.
Gamelan Bali selalu terbuka bagi pembaharuan dan pengembangan bentuk-bentuk baru yang selaras perkembangan zaman.
Gamelan kontemporer Bali tak dapat dipisahkan dari adanya Pekan Komponis Muda di Taman Ismail Marzuki (TIM) tahun 1979. Forum PKM ini diadakan setiap tahun dan kemudian menjadi ikon pembaharuan musik tradisional. “Komponis-komponis muda Bali selalu ikut tampil dengan menyajikan karya-karya terbaru yang saat itu dikenal dengan nama ‘komposisi baru’ untuk berpatisipasi dalam forum tersebut,” tulis I Gede Arya Sugiartha dalam “Pergulatan Ideologi dalam Penciptaan Musik Kontemporer Bali” di Jurnal Panggung Vol. 25 No. 2, Juni 2015.
Gamelan Bali atau musik tradisional bukan saja bisa dinikmati dari segi musikalitas semata namun juga ekspresi musikal. Ritme, melodi, dan tempo menjadi pertimbangan tambahan yang dipadukan pula dengan tata saji pendukungnya, termasuk kostum dan tata rias.