Cari dengan kata kunci

505_thumb_Kain-Gringsing.jpg

Tenun Gringsing, Kain dari Bali dengan Nilai Fantastis

Mengenal kain tenun gringsing, satu-satunya tenun ikat ganda yang berasal dari Indonesia.

Kesenian

Tenun gringsing adalah warisan budaya Bali berupa kesenian menenun kain dengan teknik dobel ikat atau ikat ganda. Teknik ini hanya ada satu di Nusantara–dua lainnya di Jepang (kain kurume) dan India (kain patola). Ciri khasnya berupa motif ganda yang terjalin sempurna dan menghasilkan pola simetri. Saking istimewanya, kain ini dipilih sebagai salah satu cendera mata bagi para kontingen peserta Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 akhir 2022 lalu.

Tenun gringsing diproduksi secara tradisional oleh masyarakat Bali, terutama di daerah Tenganan Pegringsingan, Desa Tenganan, Karangasem. Bagi penduduk Bali, kain ini dianggap sakral karena dipercaya sebagai penolak bala sesuai dengan namanya yang diambil dari gabungan kata “gring” yang berarti sakit, dan “sing” yang berarti tidak. Maka secara harfiah, kata gringsing berarti tidak sakit.

Bagi penduduk Bali, kain ini dianggap sakral karena dipercaya sebagai penolak bala sesuai dengan namanya yang diambil dari gabungan kata “gring” yang berarti sakit, dan “sing” yang berarti tidak.

Sejarah Tenun Gringsing

Tenun gringsing memiliki sejarah erat dengan kepercayaan masyarakat Bali. Konon, tenun ini lahir dari rasa kagum Dewa Indra, sang raja kahyangan, pada keindahan langit di kala malam. Ia lantas memberi keahlian menenun pada rakyat yang dipilihnya dari Tenganan, agar bisa menggambarkan keindahan matahari, bulan, bintang, dan langit malam. Itulah alasannya kain tenun gringsing berwarna gelap, pekat, seperti langit di malam hari.

Kain tenun gringsing juga disebutkan dalam Kakawin Nagarakretagama karya Empu Prapañca. Di dalamnya dikatakan bahwa tirai-tirai pada salah satu kereta kencana Hayam Wuruk, Sri Nata Wilwatikta, terbuat dari kain gringsing. Meski sudah diturunkan selama ratusan tahun, sampai sekarang masyarakat Tenganan masih menggunakan kain gringsing dalam berbagai upacara adat, termasuk upacara keagamaan, kikir gigi, dan pernikahan.

Seperti yang disebutkan sebelumnya, teknik ikat ganda juga ada di India. Penulis Urs Ramseyer pada tahun 1984 mengutarakan hipotesis dalam tulisannya dengan judul Clothing, Ritual and Society in Tenganan Pegeringsingan Bali jika ada kemungkinan masyarakat Tenganan dahulu adalah perantau dari India yang membawa teknik ikat ganda dari kain tenun patola melalui pelayaran dari Orrisa atau Andhra Pradesh.

Teknik Membuat Tenun Gringsing

Proses penenunan kain gringsing bisa memakan waktu hingga 2 bulan, sedangkan untuk motif dobel ikat mencapai 2 hingga 5 tahun. Bedanya dengan tenun biasa, dalam tenun dobel ikat benang lungsi (memanjang ke arah panjang kain) dan pakan (memanjang ke arah lebar kain) sama-sama diikat sebelum masuk ke proses pewarnaan.

Proses penenunan kain gringsing bisa memakan waktu hingga 2 bulan, sedangkan untuk motif dobel ikat mencapai 2 hingga 5 tahun.

Seluruhnya dikerjakan menggunakan tangan, penenun hanya dibantu alat tenun gedogan atau biasa juga disebut ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin)untuk membantu merentangkan, menahan, dan merapikan benang yang sedang ditenun. Proses menenun dilakukan sambil duduk bersimpuh atau meluruskan kaki di lantai.

Tenun Gringsing dibuat menggunakan teknik tenun ikat, yang memerlukan keahlian tangan dan ketelitian tinggi. Proses pembuatannya dimulai dengan memintal benang yang dilakukan dengan tangan secara tradisional. Benang berasal dari tanaman kapuk berbiji satu yang hanya bisa didapatkan di Nusa Penida.

Selesai dipintal, benang direndam dalam minyak kemiri. Kemiri yang digunakan diambil dari hutan Tenganan, yang sudah matang dan terjatuh sendiri dari pohonnya. Guna perendaman adalah untuk meningkatkan penetrasi warna agar warna lebih melekat dan mudah menyerap ke dalam benang. Minyak kemiri juga bisa menambah kilau, membuat lembut, dan melindungi benang dari kerusakan serat.

Proses perendaman biasanya dilakukan selama 40 hari hingga maksimal satu tahun. Air rendaman akan diganti setiap 25 hingga 49 hari sekali. Benang kemudian diangkat dari cairan kemiri lalu dikeringkan natural menggunakan angin.

Benang yang sudah kering dikelompokkan untuk membuat pola motif dengan cara mengikat beberapa bagian kain dengan tali rafia hingga membentuk motif yang diinginkan. Ikatan ada 2 warna, untuk menandai 2 warna motif yang berbeda pula. Karena umumnya kain gringsing memiliki 3 warna; 2 warna motif dan 1 warna dasar.

Kain yang sudah diikat kemudian dicelup ke warna pertama sebagai warna dasar, yakni biru. Pencelupan dengan warna biru tidak bisa dilakukan di semua desa karena petunjuk tradisi. Karena itu, kain dibawa ke Desa Bugbug untuk dicelup warna biru yang diambil dari pewarna alami tape, pisang, dan daun taum (indigo).

Pencelupan dengan warna biru tidak bisa dilakukan di semua desa karena petunjuk tradisi.

Setelah benang kering sempurna, kain dikirim kembali ke desa asalnya. Beberapa tali ikat dibuka untuk diberi warna selanjutnya yakni merah yang diambil dari kulit akar mengkudu. Kain kemudian dicelup kembali selama sekitar 3 hari, proses ini akan diulang hingga warna merah yang didapat pekat sesuai keinginan melalui observasi selama beberapa bulan. Saat pencelupan ini, warna dasar yang tadinya biru berubah menjadi hitam setelah terkena merah.

Saat merah sudah didapat, ikatan terakhir dibuka untuk memberi warna kuning dari minyak kemiri. Jika semua warna didapatkan sesuai keinginan, benang dicelup dengan air nasi supaya jadi lebih kuat dan siap untuk ditenun. Selanjutnya, benang diatur sedemikian rupa hingga siap masuk ke alat tenun. Kemudian benang ditenun dengan telaten dan hati-hati hingga menjadi kain.

Warna dan Motif Tenun Gringsing

Pada dasarnya, warna tenun gringsing hanya ada tiga yakni merah, kuning, dan hitam. Merah melambangkan api, kuning melambangkan udara, dan hitam melambangkan air. Ini adalah konsep tridatu, yakni tiga elemen penting dalam kehidupan yang harus dijaga agar selalu seimbang.

Selain prosesnya pewarnaan yang memakan waktu hingga tahunan, motif tenun gringsing juga memikat hati. Motif-motifnya ini melambangkan keseimbangan antara manusia dengan sesama manusia, alam, dan Tuhan. Ada enam motif tenun gringsing yang sudah diwariskan secara turun temurun yakni:

  1. Motif Lubeng: berbentuk kalajengking
  2. Motif Sanan Empeg: berbentuk kotak-kotak
  3. Motif Cecempakaan: berbentuk bunga cempaka
  4. Motif Cemplong: berbentuk bunga besar dan kecil
  5. Motif Wayang: berbentuk tokoh pewayangan kebo dan putri
  6. Motif Tuung Batun: berbentuk biji terong

Bagi penduduk lokal, kain gringsing wajib dimiliki. Oleh wanita, kain digunakan sebagai senteng atau selendang. Sedangkan bagi pria, kain digunakan sebagai ikat pinggang. Atribut ini dipakai dalam setiap acara penting dan upacara adat.

Bagi penduduk lokal, kain gringsing wajib dimiliki.

Tenun Gringsing Kini

Keterbatasan produksi yang memakan waktu bertahun-tahun menjadikan tenun gringsing sebagai barang yang sangat berharga dan langka. Harga sebuah kain tenun gringsing dapat mencapai angka belasan hingga puluhan juta rupiah, terutama jika kain tersebut memiliki motif rumit dan kualitas yang istimewa.

Namun, seperti banyak kerajinan tangan tradisional, produksi tenun gringsing juga menghadapi tantangan dalam menjaga kelangsungannya. Proses pembuatan yang rumit dan lama membuat tak banyak generasi muda yang menekuni tradisi ini. Selain itu, adanya persaingan dari industri tekstil modern dan penurunan minat pasar juga mengancam keberlangsungan tenun gringsing.

Kain ini bukan hanya sekadar karya seni, tetapi juga mencerminkan kekayaan budaya dan spiritualisme masyarakat Bali. Melalui motif-motif yang kompleks, tenun gringsing jadi simbol keindahan, ketekunan, dan kecintaan pada alam. Penting bagi rakyat Indonesia untuk menjaga dan mendukung keberlanjutan tenun gringsing agar tradisi dan kekayaan budaya Bali terus hidup dan dilestarikan.

Informasi Selengkapnya
  • Indonesia Kaya

  • Indonesia Kaya

  • Dekranas
    Kemdikbud
    Kemenparekraf
    Detik
    Bajra Sandhi
    Kompas
    Fitinline

This will close in 10 seconds