Cidomo, Delman Ikonik yang Jadi Daya Tarik Wisata Lombok - Indonesia Kaya

Cari dengan kata kunci

cidomo_1200.jpg

Cidomo, Delman Ikonik yang Jadi Daya Tarik Wisata Lombok

Dari pasar hingga pulau wisata, kendaraan tradisional khas Lombok ini tetap setia melayani, meski menghadapi tantangan di tengah modernisasi.

Pariwisata

Jika menyebutkan alat transportasi tradisional dari Indonesia, kendaraan khas bernama cidomo tak boleh ketinggalan. Singkatan dari cikar dokar motor ini merupakan moda sehari-hari penduduk Lombok, Nusa Tenggara Barat. Dahulu, fungsinya mencakup berbagai kebutuhan, mulai dari mengangkut barang hingga membawa penumpang.

Seiring berkembangnya pariwisata, moda ini bertransformasi menjadi daya tarik unik bagi wisatawan. Banyak pengunjung yang ingin merasakan sensasi menaikinya sambil menjelajahi destinasi populer di Lombok, seperti Pantai Senggigi dan Pura Batu Bolong.

Hingga kini, alat transportasi beroda ini tetap menjadi ikon mobilitas di Lombok. Tak lengkap rasanya berkunjung ke Gili tanpa menjajalnya. Meski kendaraan modern mulai bermunculan, keberadaannya tetap dijaga dan dihargai sebagai bagian penting dari warisan budaya dan sejarah pulau ini.

Tak lengkap rasanya berkunjung ke Gili tanpa menjajalnya.

Asal-Usul Cidomo

Cikar, dokar, dan motor menggambarkan gabungan alat transportasi yang disebut cidomo. Cikar atau dokar atau juga yang dikenal dengan delman ini bergerak menjadi motor atau tenaga penggerak.

Sejarah transportasi khas Lombok ini bermula pada akhir abad ke-19, ketika Belanda masih menjajah Indonesia. Saat itu, dokar—kereta kuda beroda empat—merupakan moda umum di Lombok. Namun, pada awal abad ke-20, masuknya teknologi motor mendorong para pemilik dokar mengganti kuda dengan mesin untuk mempercepat perjalanan sekaligus memberi kenyamanan lebih bagi penumpang.

Delman sendiri merupakan alat transportasi tradisional yang telah ada sejak era kolonial. Kendaraan beroda dua hingga empat ini digerakkan oleh kuda dan dikendalikan oleh seorang kusir. Namanya diambil dari sang penemu, Charles Theodore Deeleman, seorang fotografer dan insinyur pada masa Hindia Belanda.

Di Lombok, delman berkembang menjadi bentuk khas yang kini dikenal sebagai cidomo. Wujudnya hampir sama dengan delman pada umumnya, namun rodanya menggunakan ban mobil bekas, bukan roda kayu seperti versi tradisional.

Wujudnya hampir sama dengan delman pada umumnya, namun rodanya menggunakan ban mobil bekas, bukan roda kayu seperti versi tradisional.

Bentuk Cidomo yang Menarik Perhatian

Meski menggunakan ban mobil, tetapi cidomo tetap menggunakan kuda sebagai tenaga penariknya; sama seperti delman. Alat transportasi ini memiliki kerangka kayu yang kuat dan dilapisi dengan atap dari bahan serat kelapa atau jerami untuk melindungi penumpang dari panas dan hujan. Seiring berjalannya waktu, ada juga perubahan desain yang dilakukan untuk meningkatkan kenyamanan, seperti penambahan bantal dan jok yang empuk.

Pada beberapa cidomo jumlah kudanya tak hanya satu ekor. Bahkan ada cidomo yang ditarik lebih dari dua ekor kuda sekaligus. Ini tergantung pada beban yang ditariknya. Dari segi bentuk, warna cidomo warnanya tidak secerah delman pada umumnya. Namun, cidomo seringkali memiliki banyak jumbai dan lonceng. Tak heran, menaiki cidomo terasa menyenangkan sekali.

Bentuk cidomo tidaklah terlalu besar hanya berkapasitas kurang lebih 4-5 orang saja dan sudah termasuk dengan pengemudi (kusir). Selain itu, bentuknya yang kotak dan tertutup juga menjadi salah satu keunikannya.

Bentuk cidomo tidaklah terlalu besar hanya berkapasitas kurang lebih 4-5 orang saja dan sudah termasuk dengan pengemudi (kusir).

Tarif biaya untuk mencicipi naik cidomo juga terbilang sangat terjangkau. Inilah juga yang membuat kendaraan tradisional cidomo masih cukup populer digunakan sebagai alat transportasi. Maka, tak heran bila berkunjung ke Lombok dan berbagai destinasi wisatanya seperti pulau Gili Trawangan akan sangat mudah menemukan kendaraan tradisional ini.

Kabar Cidomo Terkini di Lombok

Bagi wisatawan yang ingin mencoba kendaraan tradisional khas Lombok ini, keberadaannya mudah dijumpai hampir di seluruh wilayah pulau. Moda ini banyak digunakan di sentra ekonomi rakyat seperti pasar, maupun di kawasan wisata.

Di destinasi populer seperti Gili Trawangan dan Gili Meno, alat transportasi tanpa mesin ini menjadi pilihan utama untuk berkeliling pulau. Karena kendaraan bermotor jarang digunakan di Kepulauan Gili, keberadaannya pun menjadi sarana transportasi yang penting.

Meski begitu, ada sejumlah kendala yang dihadapi, salah satunya adalah kecepatan yang relatif lambat sehingga kerap memicu kemacetan di perkotaan. Selain itu, kotoran kuda juga menimbulkan masalah lingkungan. Untuk mengatasinya, diberlakukan peraturan yang mewajibkan kusir membersihkan kotoran hewan penarik, dengan ancaman denda jika tidak dilakukan.

Satu hal meresahkan bagi para pemilik kendaraan tradisional ini adalah mengenai keberadaan sepeda dan motor listrik yang mulai banyak di Lombok. Sementara alternatif kendaraan tak bermesin lain meningkat, cidomo tidak demikian. Menurut Tribun Lombok, biaya izin satu unit cidomo bisa mencapai 700-800 juta rupiah. Pemilik cidomo berharap agar segera ada regulasi terhadap penyewaan sepeda dan motor listrik di Lombok.

Meski begitu, cidomo masih merupakan bagian penting dari sejarah dan budaya Lombok, dan terus dijaga oleh masyarakat setempat agar tidak terlupakan. Sebagai alat transportasi tradisional yang tidak banyak mengeluarkan suara bising dan tidak berbahan bakar minyak, cidomo penting untuk terus dilestarikan, mengingat alam Lombok yang selama ini dikenal sebagai lokasi wisata yang bersih, alami, tenang, dan nyaman tidak terganggu.

Sebagai alat transportasi tradisional yang tidak banyak mengeluarkan suara bising dan tidak berbahan bakar minyak, cidomo penting untuk terus dilestarikan.

Informasi Selengkapnya
  • Indonesia Kaya

  • Indonesia Kaya

  • liputan 6, stekom, kompas, kompasiana, rumah empu, bobo, first lombok tour,