Cari dengan kata kunci

presean_1200.jpg

Menguji Keberanian Lelaki lewat Presean di Lombok

Tradisi tarung adat yang menjadi simbol kejantanan kaum lelaki di Pulau Lombok ini diperkirakan sudah ada sejak abad ke-13.

Tradisi

Bunyi gamelan khas Lombok menjadi pembuka sebuah tradisi yang telah berumur ratusan tahun ini. Para lelaki berkumpul di sebuah lapangan untuk menguji nyali mereka. Inilah presean, tradisi yang menjadi simbol kejantanan kaum lelaki di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Awal mula presean terjadi saat para prajurit meluapkan kegembiraannya setelah bertempur di medan perang. Presean juga dilakukan Suku Sasak (suku asli Lombok) untuk meminta hujan pada bulan tujuh kalender Sasak. Namun, seiring berjalannya waktu, presean menjadi pertunjukan yang hadir untuk mengisi perayaan kesenian dan kebudayaan di wilayah Lombok.

Presean berawal dari tradisi para prajurit yang meluapkan kegembiraannya setelah bertempur di medan perang.

Pertunjukan seni ini sarat dengan unsur kekerasan. Dua lelaki (yang disebut pepadu) beradu keterampilan bertarung di arena yang telah disediakan. Dengan tongkat rotan (pejalin) sebagai senjata dan ende yang terbuat dari kulit kerbau sebagai tameng, mereka saling pukul untuk mengalahkan lawannya.

Dengan dipimpin pakembar sedi (wasit di bagian pinggir lapangan) dan pakembar tengaq (wasit di bagian tengah), presean dilakukan dengan cara yang adil dan jujur.

Seiring berjalannya waktu, presean menjadi pertunjukan yang hadir untuk mengisi perayaan kesenian dan kebudayaan di wilayah Lombok.

Pertarungan yang dilakukan dalam 5 ronde dengan durasi 3 menit tiap ronde ini menawarkan aksi yang mendebarkan. Besatan rotan dan cara berkelahi yang tersaji mampu membuat jantung semua orang yang menyaksikan berdegup kencang. Pukulan yang dihasilkan bisa membuat pepadu mengalami luka di bagian badan, bahkan bisa membuat luka bocor di kepala. Jika sudah begitu, presean akan dihentikan dan diganti dengan pepadu lainnya.

Pakembar sedi memiliki tugas memilih penonton yang akan melakukan pertarungan presean. Penonton yang dipilih dari pinggir lapangan bisa menolak ajakan ataupun bersedia untuk melakukan presean. Jika sudah ada dua pepadu yang dipilih, wasit akan memukul ende dengan rotan–tanda pertarungan siap dimulai.

Di balik unsur kekerasan yang ditampilkan, presean memiliki pesan damai.

Sebelum bertanding, pepadu mengenakan kain khas Lombok yang diikatkan di kepala dan di pinggang. Dengan arahan pakembar sedi, pepadu akan diberikan instruksi dan doa untuk melancarkan jalannya presean. Bebunyian musik yang terdiri dari dua buah gendang, satu buah petuk, rencek, gong, dan suling mengiringi pepadu saat melakukan presean. Pukulan, tangkisan, dan sebatan menjadi tontonan yang sangat menghibur sekaligus mengerikan.

Namun, di balik unsur kekerasan yang ditampilkan, presean memiliki pesan damai. Setiap pepadu dituntut memiliki jiwa yang berani, rendah hati, dan tidak dendam. Selesai bertarung, pepadu akan saling berpelukan.

Informasi Selengkapnya
  • Indonesia Kaya

  • Indonesia Kaya

This will close in 10 seconds