Kebo Iwa adalah legenda dari Provinsi Bali yang terkenal akan kekayaan seni dan budayanya. Salah satu cerita rakyat yang berasal dari Pulau Dewata ini adalah Kebo Iwa, yang bercerita tentang terbentuknya Danau dan Gunung Batur. Bertempat di wilayah Kintamani, gunung berketinggian 1717 mdpl ini dikenal sebagai gunung api yang masih aktif. Tak hanya menjadi objek wisata favorit untuk melihat terbitnya matahari, Gunung Batur pun memiliki makna penting bagi kepercayaan yang dianut masyarakat Bali. Dalam ajaran Hindu, gunung tersebut dianggap sebagai sumber kesejahteraan yang wajib dilestarikan.
Lantas, bagaimana asal mula terbentuknya kedua situs alam ini menurut cerita rakyat Bali?
Dahulu, dikisahkan, seorang anak tumbuh sebesar raksasa di suatu desa. Lama-kelamaan, kelakuan dan nafsu makannya yang begitu besar menimbulkan keresahan, sehingga seluruh warga desa harus menanggung kebutuhannya. Alhasil, warga bersiasat untuk menyingkirkan anak yang diberi panggilan Kebo Iwa itu dari desa.
Kisah ini diceritakan secara turun-temurun di kalangan masyarakat Bali dan akhirnya menjadi salah satu cerita rakyat populer di Indonesia. Selain itu, legenda Kebo Iwa pun turut menjadi inspirasi Bali TV dalam memproduksi cerita bersambung yang berjudul Legenda Bali Kebo Iwa “Mahaputra Nusantara.”
Kebo Iwa dikenal sebagai sosok yang serakah, emosional, dan pemalas.
Kebo Iwa merupakan peran utama dari cerita ini. Karakter pendukung lainnya digabung menjadi satu kesatuan dan bukan tokoh terpisah, melainkan sebagai warga dan kepala desa. Sebagaimana diketahui, Kebo Iwa memiliki sifat kurang terpuji. Ia terkenal sebagai sosok yang serakah, emosional, dan pemalas. Di sisi lain, warga desa digambarkan sebagai kelompok masyarakat yang hidup dalam ketakutan, cerdik, tapi kurang berhati-hati.
Mari kita simak kisah selengkapnya.
Kebo Iwa Lahir dan Tumbuh Sangat Besar
Dikisahkan di suatu desa di Pulau Bali. Pada suatu waktu, hiduplah sepasang suami istri yang rukun dan berkecukupan. Namun, kebahagiaan kurang lengkap mereka rasakan. Bertahun-tahun menikah, mereka belum juga dikaruniai keturunan. Setiap hari, mereka tak henti berdoa kepada Sang Hyang Widhi Wasa (sebutan untuk Tuhan dalam agama Hindu) agar diberi seorang anak. Hingga suatu hari, doa mereka didengar. Sang istri mengandung dan melahirkan seorang bayi laki-laki.
Bayi itu ternyata istimewa, karena pertumbuhannya yang sangat cepat. Meski masih bayi, porsi makannya menyerupai orang dewasa. Semakin hari, ia tumbuh semakin besar, sehingga bertambah pula nafsu makannya. Lama-kelamaan, besar tubuhnya melebihi ukuran orang dewasa. Lantas, orang-orang memanggilnya dengan sebutan Kebo Iwa yang berarti “paman kerbau.”
Orang-orang memanggilnya dengan sebutan Kebo Iwa yang berarti “paman kerbau.”
Kebo Iwa yang tumbuh semakin besar membuat kedua orang tuanya kewalahan. Kedua orang tuanya tak sanggup lagi memenuhi nafsu makan Kebo Iwa, sehingga harus meminta bantuan dari warga desa. Sejak saat itu, kebutuhan pangan Kebo Iwa turut ditanggung seluruh penduduk desa.
Kebo Iwa yang Rakus
Selain nafsu makannya, Kebo Iwa juga terkenal akan sifatnya yang pemarah. Jika keinginannya tidak terpenuhi, Kebo Iwa akan merusak lingkungan sekitarnya. Kebo Iwa bisa menghancurkan rumah warga, bahkan tak segan merusak pura ketika merasa makanannya kurang. Tentu saja hal ini semakin meresahkan warga desa.
Kebo Iwa sebetulnya dapat diandalkan.
Meski begitu, Kebo Iwa sebetulnya dapat diandalkan. Karena tubuh dan tenaganya yang besar, Kebo Iwa kerap dimintai pertolongan untuk mengangkut batu, meratakan tanah, memindahkan bangunan, membendung sungai, hingga menggali sumur. Semua itu Kebo Iwa kerjakan karena imbalan yang disiapkan warga desa baginya, yaitu makanan yang berlimpah.
Di sisi lain, warga desa juga cemas ketika penghujung musim hujan tiba. Sebagian besar penduduk yang hidup dari pertanian mengkhawatirkan persedian bahan pangan ketika musim kering datang. Bagaimana bisa memenuhi kebutuhan Kebo Iwa yang luar biasa besar, sementara kebutuhan pangan mereka sehari-hari saja terbatas? Mereka dilanda ketakutan membayangkan amarah Kebo Iwa yang kelaparan dan dapat mengamuk sejadi-jadinya.
Gagal Panen di Desa
Hal meresahkan ini membuat warga berpikir agar ketakutan itu tidak menjadi kenyataan. Akhirnya, warga berhasil menemukan siasat untuk menyingkirkan Kebo Iwa.
Suatu hari, warga menemui Kebo Iwa yang sedang asyik menyantap makanan yang disiapkan untuknya. Para warga menyampaikan keluh kesah mereka, bahwa banyak rumah warga yang rusak akibat ulah Kebo Iwa ketika mengamuk. Kebo Iwa bersikeras bahwa itu terjadi karena kesalahan penduduk desa yang tidak memberi makanan yang cukup untuknya.
Warga desa berkata bahwa kekurangan makanan itu terjadi karena gagal panen akibat air yang tidak lagi tersedia di musim kemarau yang berkepanjangan. Tetapi, jika Kebo Iwa bisa membuatkan sumur yang besar, pertanian akan kembali subur. Air dari sumur itu akan digunakan warga untuk mengairi sawah-sawah dan lahan pertanian, sehingga tak ada lagi gagal panen dan bahan pangan berkecukupan. Jika sanggup membuatkan sumur besar tersebut, warga meyakinkan Kebo Iwa bahwa mereka akan memberinya makanan seberapa pun banyaknya.
Kebo Iwa Menggali Sumur Besar
Membuat sumur adalah hal kecil bagi Kebo Iwa. Ia pun menyetujuinya, bahkan semakin semangat mendengar permintaan tolong penduduk desa. Ia tidak sabar membayangkan betapa puas dirinya dengan makanan yang berlimpah.
Membuat sumur adalah hal kecil bagi Kebo Iwa.
Kebo Iwa membangun kembali rumah-rumah penduduk yang rusak dan menggali tanah di tempat yang sudah ditentukan. Pada saat yang bersamaan, warga mengumpulkan batu-batu kapur di sekitar tempat galian Kebo Iwa.
Kebo Iwa kemudian bertanya, “Untuk apa batu-batu kapur besar itu dikumpulkan?” Kata warga desa, batu-batu itu disiapkan untuk rumah Kebo Iwa. Ia pun semakin semangat menggali tanah sumur hingga air mulai terpancar keluar dari tanah. Kebo Iwa pikir pekerjaannya sudah selesai, namun ternyata belum. Kepala desa mengatakan bahwa sumur yang digali masih kurang besar untuk menjadi sumber air satu desa. Menurut dan percaya, Kebo Iwa pun terus menggali lubang tanah hingga semakin besar dan dalam.
Kebo Iwa Kelelahan
Setelah bekerja, Kebo Iwa akhirnya kelelahan dan beristirahat untuk makan. Warga rupanya sudah menyiapkan makanan yang banyak bagi Kebo Iwa, dan hal itu membuatnya sangat senang. Tidak menunggu lama, Kebo Iwa langsung menyantap seluruh makanan di depannya. Kekenyangan, Kebo Iwa mengantuk luar biasa dan tertidur pulas hingga mendengkur di dalam sumur hasil galiannya.
Tidurnya Kebo Iwa adalah waktu yang ditunggu-tunggu warga desa untuk menjalankan siasat yang telah disiapkan. Kepala desa memerintahkan warga untuk melempar batu-batu kapur besar yang sudah disiapkan ke dalam galian sumur Kebo Iwa. Ketika warga beramai-ramai melemparkan batu ke lubang tersebut, Kebo Iwa tetap tertidur nyenyak dan tidak menyadari hal yang dilakukan warga.
Tidurnya Kebo Iwa adalah waktu yang ditunggu-tunggu warga desa untuk menjalankan siasat yang telah disiapkan.
Kebo Iwa Terkubur di Sumur Galiannya
Air dari dalam tanah terus keluar mengisi galian sumur. Batu-batu kapur pun semakin memenuhi galian tersebut. Kebo Iwa yang tertidur di dalamnya sontak tersedak dan terkejut menyadari hal yang terjadi. Malang, ketika Kebo Iwa bangun semuanya sudah terlambat. Rasa kenyang ditambah air dan bebatuan yang memenuhi galian sumur membuatnya tidak sanggup keluar dari sumur dan menyelamatkan diri. Kebo Iwa menjadi tidak berdaya dan akhirnya mati terkubur di dalam galiannya sendiri.
Celakanya, air dari dalam galian terus-menerus keluar sampai meluap dan membanjiri desa dan area sekitar. Akibat banjir, warga akhirnya kehilangan harta benda, sawah, ladang, hewan ternak, dan rumah. Semua terburu-buru mengungsi ke tempat yang lebih tinggi tanpa dapat menyelamatkan banyak barang.
Timbunan tanah hasil galian Kebo Iwa yang menumpuk kemudian membentuk sebuah gunung yang sekarang dikenal dengan nama Gunung Batur.
Beberapa desa yang tenggelam itu kemudian membentuk sebuah danau besar. Danau itu kini dikenal dengan nama Danau Batur. Timbunan tanah hasil galian Kebo Iwa yang menumpuk kemudian membentuk sebuah gunung yang sekarang dikenal dengan nama Gunung Batur.
Moral Cerita
Legenda Kebo Iwa dan Asal-Usul Gunung Batur memberi pesan moral bahwa sifat serakah, egois, tamak, serta melakukan segala sesuatu demi kepentingan pribadi dapat berujung merugikan diri sendiri dan sekitar. Meski kita hebat dan kuat sebagai individu, jika tidak memiliki rasa kasih, lingkungan dan sesama pun tidak akan menerima kita. Sebaliknya, jika memiliki kelebihan maupun kekurangan, kita harus tetap rendah hati dalam membantu maupun menerima bantuan sesama.