Cari dengan kata kunci

Cerita rakyat NTT Watu Maladong

Cerita Rakyat Nusa Tenggara Timur: Legenda Watu Maladong

Legenda rakyat ini menceritakan asal-usul Pulau Sumba bisa memiliki alam yang subur, istimewa dari pulau-pulau di sisi timur Indonesia lainnya.

Kesenian

Watu Maladong dikenal sebagai nama salah satu pantai di Pulau Sumba, Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang dihiasi gugusan batu megah di tengah hamparan pasir dan lautnya. Namun, sebenarnya nama ini diambil dari legenda yang telah diceritakan turun-temurun tentang seorang petani–seperti mata pencaharian sebagian besar warga Sumba hingga kini–yang sakti, dan berhasil membawa batu bertuah ke tanah Sumba.

Cerita Watu Maladong berpusat pada tiga orang karakter. Kepala desa yang mendapat kesaktian dari watu maladong atau kumpulan tiga batu, tapi justru menyalahgunakannya. Ada juga petani dari Pulau Sumba yang digambarkan sebagai sosok yang tidak mudah menyerah, selalu berniat baik dan mau menerima bantuan orang lain. Yang terakhir adalah seorang nenek yang juga berniat baik dan selalu ingin menolong..

Batu watu maladong sangat didambakan, karena dipercaya mampu memberi tiga jenis kesuburan alam yang diidamkan rakyat yang tinggal di kawasan Indonesia Timur. Tanah di sana kering karena iklim sabana tropis yang membuat dataran terpapar panas cukup ekstrem. Bahkan untuk bertani saja perlu perjuangan. Maka kedatangan batu yang dibawa sang petani akhirnya menjadi anugerah yang dikenang hingga kini..

Batu watu maladong sangat didambakan, karena dipercaya mampu memberi tiga jenis kesuburan alam yang diidamkan rakyat yang tinggal di kawasan Indonesia Timur.

Penasaran akan kekuatan apa saja yang disimpan oleh Watu Maladong? Ikuti kisah lengkapnya berikut ini.

Kebun Porak-Poranda

Alkisah ada seorang petani yang tinggal sendirian di Pulau Sumba. Ia rajin merawat kebunnya hingga sehat nan subur. Betapa kagetnya petani saat suatu pagi menemukan kebun kesayangannya porak-poranda. Setelah ditelusuri, ia menemukan jejak babi hutan, meski rasanya tak mungkin karena kebun miliknya dikelilingi pagar yang tinggi.

Rasa penasaran dan kesal membuat petani memutuskan mengintai kebunnya untuk menangkap basah pelaku perusak. Tak lupa ia membawa tombak sakti pemberian turun-temurun dari leluhur, Numbu Ranggata. Tanpa sang petani tahu, tombak ini bisa memecah langit menjadi petir yang akan menyerang lawan sang pemilik. Namun di tangannya, tombak itu hanyalah sebilah senjata runcing biasa.

Tanpa sang petani tahu, tombak ini bisa memecah langit menjadi petir yang akan menyerang lawan sang pemilik. Namun di tangannya, tombak itu hanyalah sebilah senjata runcing biasa.

Hari semakin malam, setelah lama menunggu akhirnya ia memergoki kawanan babi hutan yang menyerang kebunnya. Benar saja, tak seperti babi hutan biasa yang akan putar balik saat melihat pagar, jenis satu ini malah melompati pagar dengan mudahnya. Kaget sekaligus panik, petani langsung melempar tombak ke seekor babi hutan yang berjarak paling dekat dari tempat persembunyiannya hingga menancap di bagian perut sebelah kanan. Babi hutan itu mengerang kesakitan dan kabur dengan begitu cepat sekaligus membuat kawanannya kaget.

Petani merasa percuma mengejar babi hutan itu di malam hari, tapi ia harus mendapatkan tombaknya kembali agar tidak terkena kutukan leluhur. Saat matahari mulai terbit, petani segera mengikuti jejak kaki dan darah babi hutan yang kabur bersama tombak warisannya.

Ditolong Siluman Penyu

Sang petani jauh-jauh mengikuti jejak si babi hutan hingga sampai ke tepi pantai. Namun anehnya, jejak itu hilang begitu saja. Pikirnya, itu mustahil. Karena berarti para babi hutan itu terbang atau berenang ke pulau seberang, saat salah satu di antaranya luka berat. Tapi tak ada tubuh babi tergeletak di sepanjang perjalanan sang petani menelusuri jejak. Artinya, babi yang terluka itu pasti ikut menyeberang.

Masih termangu, tiba-tiba terdengar suara besar dari belakang petani menanyakan kenapa dia terlihat bingung. Saat menengok, mengangalah mulut petani mengetahui yang berbicara adalah sosok siluman penyu setinggi tebing. Sambil gemetar, ia pun menanyakan kepada siluman penyu mengenai komplotan babi hutan yang sedang dicarinya. Untuk menjawab pertanyaannya, siluman penyu meminta petani naik ke atas punggungnya untuk menyeberang ke pulau lain. Meski ragu, sang petani pun menurutinya. Ternyata rasa takutnya pada kutukan leluhur lebih besar daripada sekadar berinteraksi dengan siluman.

Sesampainya di pulau seberang, siluman penyu mempersilakan petani turun dan menyelesaikan tujuannya. Jika nanti memerlukan bantuan lagi untuk pulang, petani tinggal naik ke atas pohon kelapa dan memanggil siluman penyu sekencang-kencangnya, ia akan datang. Maka berpisahlah mereka setelah petani mengucapkan terima kasih.

Jika nanti memerlukan bantuan lagi untuk pulang, petani tinggal naik ke atas pohon kelapa dan memanggil siluman penyu sekencang-kencangnya, ia akan datang.

Penyakit Kepala Desa

Tak tahu harus mulai dari mana, petani menuju ke satu-satunya pondok di pesisir pantai. Di sana ia bertemu dengan tuan rumah seorang wanita tua yang tinggal sendirian. Pikirnya jika komplotan babi itu menyeberang dengan siluman penyu setiap malam, pasti nenek sempat melihat mereka sesekali.

Benar saja, nenek mengatakan jika babi hutan yang dikisahkan oleh sang petani memang berasal dari pulau tempat tinggalnya. Namun itu bukan babi hutan biasa, melainkan sekelompok orang berilmu yang bisa berubah bentuk. Mereka pergi ke pulau seberang untuk mencuri dan memperkaya diri. Hingga kini menjadi komplotan paling berkuasa di pulau itu.

Nenek memperingatkan bahwa mereka sungguh sakti, tak mungkin petani bisa mendapatkan Numbu Ranggata dengan mudah. Tapi nenek bersedia mengajarkan beberapa jurus yang bisa membantu petani dalam perjalanannya. Ternyata nenek adalah petarung sakti yang memilih untuk menyepi. Dia merasa hari tuanya lebih berguna jika bisa mengajar bela diri pada murid pilihannya. 

Beberapa hari berlalu hingga petani menguasai sedikit jurus nenek yang diturunkan padanya. Sebelum melanjutkan perjalanan, nenek memberi ramuan ajaib buatannya dan petuah untuk meminta imbalan Numbu Ranggata dan batu sakral Watu Maladong pada babi hutan yang ia lukai. Katanya Watu Maladong lebih baik jika dimiliki orang jujur seperti petani.

Katanya Watu Maladong lebih baik jika dimiliki orang jujur seperti petani.

Bertolaklah petani ke desa terdekat, tempat para babi hutan incarannya tinggal. Setelah mendapat pekerjaan di salah satu rumah warga, ia mendengar perbincangan mengenai Kepala Desa yang terluka parah di bagian perut tetapi lukanya tak kunjung menutup. Setiap hari darah segar mengalir hingga Kepala Desa selalu mengerang kesakitan.

Pertemuan Kembali dengan Numbu Ranggata

Mendengar omongan warga, petani yakin jika Kepala Desa itu adalah babi hutan yang berhasil ia lukai tempo hari. Petani segera menuju ke rumah Kepala Desa untuk mengambil kembali Numbu Ranggata. Sesampainya, petani langsung bertanya apakah luka di perut Kepala Desa berasal dari tikaman tombak. Pertanyaan ini membuat Kepala Desa dan pengikutnya kaget, karena tak ada seorang pun dari mereka yang membocorkan kejadian malam itu. Karena pertanyaannya, sang petani dianggap sebagai dukun sakti dan dimohon segera mengobati Kepala Desa yang sudah tak berdaya.

Sesuai petuah nenek, sebelum memberi ramuan yang nenek buatkan, petani lebih dulu meminta imbalan tombak yang melukai Kepala Desa dan Watu Maladong. Permintaan ini dianggap Kepala Desa berlebihan, tetapi ia sudah putus asa. Akhirnya Kepala Desa setuju dan terjadilah perjanjian sakral antar keduanya.

Ajaib! Ramuan nenek berhasil menyembuhkan perut Kepala Desa segera setelah dioleskan. Kepala Desa dan pengikutnya langsung kegirangan. Sambil menyerahkan Numbu Ranggata, Kepala Desa bertanya bagaimana petani bisa mengetahui kejadian rahasia itu. Petani yang sudah memegang tombak leluhur warisannya kemudian mengaku bahwa ia yang menghujam Kepala Desa dengan tombak itu beberapa hari yang lalu.

Ajaib! Ramuan nenek berhasil menyembuhkan perut Kepala Desa segera setelah dioleskan.

Rahasia yang Diketahui Nenek

Merasa dibodohi, Kepala Desa murka bukan main! Tapi di sisi lain ia sudah membuat perjanjian sakral yang tak boleh diingkari. Demi mempertahankan harga dirinya, Kepala Desa mengajak petani bertarung. Jika petani menang, ia akan mendapatkan Watu Maladong. 

Melihat kemampuan Kepala Desa yang bisa berubah bentuk, petani pesimis bisa mengalahkan Kepala Desa. Akhirnya petani mengajukan waktu satu bulan untuk mempersiapkan diri. Jika petani terlambat atau tidak datang sama sekali, anggaplah ia gugur dan Watu Maladong tetap menjadi milik Kepala Desa. Hal itu dianggap setimpal mengingat keputusan duel dari Kepala Desa datang tiba-tiba.

Petani kemudian kembali ke pondok nenek untuk menceritakan semua hal yang telah terjadi. Rasanya petani ingin mundur karena tujuan ia datang hanyalah Numbu Ranggata. Mendengar keraguan petani, nenek menceritakan kisah Watu Maladong. Bahwasanya Watu Maladong adalah batu sakti yang bisa menumbuhkan sumber daya alam dan mata air di mana saja sesuai keinginan pemiliknya. Itulah alasan mengapa pulau nenek tinggal begitu subur, tidak kering seperti pulau asal petani.

Bahwasanya Watu Maladong adalah batu sakti yang bisa menumbuhkan sumber daya alam dan mata air di mana saja sesuai keinginan pemiliknya.

Belum selesai, nenek juga menceritakan rahasia kesaktian Numbu Ranggata yang bisa memecah langit menjadi petir untuk menyerang lawan. Dulu pemiliknya begitu ditakuti dan dihormati. Nenek berpesan supaya petani harus bermeditasi agar bisa meminta petuah dari leluhurnya untuk menguasai kesaktian tersebut. Sementara itu, nenek membantu raganya berkembang melalui latihan fisik.

Pertarungan dengan Kepala Desa

Satu bulan berlalu, kini Numbu Ranggata menyatu dengan tubuh petani atas izin leluhur. Terakhir, nenek membocorkan teknik bela diri pemungkas Kepala Desa yakni guncang bumi. Jurus guncang bumi akan membuat tanah berguncang, sehingga lawan kebingungan menyeimbangkan diri, dan diakhiri oleh serangan jarak jauh Kepala Desa. Jika terjadi, petani harus segera berbaring, niscaya guncangan tak akan mengecohnya.

Jurus guncang bumi akan membuat tanah berguncang, sehingga lawan kebingungan menyeimbangkan diri, dan diakhiri oleh serangan jarak jauh Kepala Desa.

Kembali ke kediaman Kepala Desa, ternyata petani sudah ditunggu-tunggu. Mereka pun segera bertarung. Kepala Desa kaget akan kemampuan bela diri petani yang mengesankan. Keduanya bertarung sengit, terlempar, melayang, terhempas bertubi-tubi tetapi belum ada yang menyerah juga. Akhirnya Kepala Desa mengeluarkan jurus guncang bumi.

Tidak panik, petani langsung berbaring hingga guncangan melemah. Saat berdiri, ia diserang lagi oleh jurus jarak jauh kepala desa yang cukup melukainya. Namun, jika terlalu lama bertanding, petani bisa kalah karena kehabisan energi. Akhirnya, ia pun menggunakan kekuatan Numbu Ranggata yang berada dalam tubuhnya untuk memanggil petir.

Seketika langit berubah gelap, petir dan guntur bersahutan. Segera petani menyambarkan petir pada tubuh kepala desa yang masih terkejut melihat langit, sampai terbaring di tanah. Ajaibnya, ia masih hidup tetapi tak mampu lagi bertanding karena tenaganya lenyap seketika. Kepala desa berpikir jika ia masih hidup, itu hanya belas kasih dari petani mengingat petir yang menyambarnya tadi bisa saja menghabisinya. 

Membawa Watu Maladong Pulang

Kepala desa mengakui kehebatan petani. Ia pun menyerahkan Watu Maladong karena menganggap petani bisa menjaganya. Kepala Desa menjelaskan jika batu Watu Maladong ada tiga butir. Dua butir berjenis laki-laki yang akan memberi padi dan jagung. Satu butir lainnya berjenis perempuan dan akan memberi jewawut, tanaman serealia yang biasa dikenal juga dengan nama sekoi. Ketiganya bersama-sama akan memanggil sumber air yang tidak pernah habis. 

Batu Watu Maladong ada tiga butir. Dua butir berjenis laki-laki yang akan memberi padi dan jagung. Satu butir lainnya berjenis perempuan dan akan memberi jewawut, tanaman serealia yang biasa dikenal juga dengan nama sekoi.

Kepala Desa berpesan petani harus menjaganya karena akan ada banyak orang yang ingin mendapatkannya. Selain itu, Watu Maladong hanya bisa digunakan untuk niat baik, jika pemiliknya bersikap buruk kekuatannya akan hilang. Di akhir perkataannya, Kepala Desa menyadari jika Watu Maladong memilih tuan baru berarti Kepala Desa telah menyalahgunakan kekuatannya. 

Setelah mendapatkan Watu Maladong, petani kembali ke rumah nenek untuk menyampaikan terima kasih lalu mengajak nenek pulang ke Pulau Sumba bersamanya. Petani akan mengurus nenek di hari tua, dan memperlakukannya sebagai orang tuanya sendiri. Sang petani lantas naik ke atas pohon kelapa tertinggi untuk memanggil siluman penyu agar mengantarnya kembali ke Pulau Sumba.

Ketika siluman penyu datang, nenek menyuruh petani melepaskan Watu Maladong ke laut agar mereka berjalan sendiri mengikuti tuannya dan tidak menambah beban siluman penyu. Naiklah mereka ke punggung penyu kemudian menyeberang bersama. 

Sampai di Pulau Sumba, ternyata Watu Maladong sudah menunggu tuannya di tepi pantai. Segera petani memberikan tugas Watu Maladong untuk mencari sumber air. Ketiga batu pun berkeliling sambil membentuk empat mata air yakni mata air Nyura Lele di Tambolaka, mata air Weetebula di desa Weetebula, mata air Wee Muu di perbatasan Wewewa Barat dan Wewewa Timur, serta mata air Weekello Sawah di dalam gua alam daerah Wewewa Timur.

Ketiga batu pun berkeliling sambil membentuk empat mata air yakni mata air Nyura Lele di Tambolaka, mata air Weetebula di desa Weetebula, mata air Wee Muu di perbatasan Wewewa Barat dan Wewewa Timur, serta mata air Weekello Sawah di dalam gua alam daerah Wewewa Timur.

Selanjutnya, petani menugaskan Watu Maladong menumbuhkan sumber daya alam. Berpencarlah ketiganya menumbuhkan ladang padi, jagung, dan jewawut di beberapa kawasan Pulau Sumba. Setelah selesai, mereka kembali pada tuannya. 

Dirasa telah cukup memberi keajaiban pada alam setempat dan sekitarnya, nenek menyarankan agar batu-batu itu berpencar sehingga tidak bisa dicuri orang. Akhirnya petani menyuruh ketiganya mencari tempat aman dan bersembunyi selamanya. Konon, satu batu laki-laki penumbuh jagung memilih bersembunyi di Bondo Kodi, sedangkan dua lainnya di dasar laut Samudera Hindia.

Pesan Moral Kisah Watu Maladong

Ada beberapa pelajaran yang bisa didapatkan dari cerita rakyat Watu Maladong. Dari kepala desa kita belajar untuk tidak menyalahgunakan kekuatan. Ada juga pelajaran untuk selalu gigih dan bekerja keras seperti yang petani lakukan hingga berhasil mendapatkan harta berharga Watu Maladong. Terakhir, sikap baik dan peduli nenek untuk menolong petani dan menghentikan kelakuan kepala desa akhirnya membuat nenek mendapatkan imbalan baik berupa anggota keluarga yang akan menemaninya di hari tua.

Baca juga: Cerita Rakyat Bali: Legenda Kebo Iwa dan Asal-Usul Gunung Batur

Informasi Selengkapnya
  • Indonesia Kaya

  • Indonesia Kaya

  • Poskata, wordarchitect, blogspot, grasindo

This will close in 10 seconds