Cari dengan kata kunci

Ayaman-Khas-Desa-Arborek-yang-Orisinil-dan-Indah-1290.jpg

Anyaman Daun Pandan, Kerajinan Khas Desa Arborek Raja Ampat

Banyak wisatawan mancanegara yang datang ke desa ini khusus untuk melihat proses pembuatannya.

Kesenian

Menikmati indahnya panorama dan kekayaan alam Kepulauan Raja Ampat memang tidak ada habisnya. Rasa syukur atas anugerah Sang Maha Esa ini sepertinya tidak cukup diungkapkan lewat kata-kata saja. Alam yang sangat indah, masyarakat yang ramah dan bersahabat, serta berbagai tradisi dan kesenian yang begitu memesona seakan memanjakan kita untuk terus berada di Raja Ampat, Provinsi Papua Barat.

Salah satu wilayah yang cukup terkenal sebagai wisata unggulan di Raja Ampat adalah Desa Arborek, sebuah desa kecil yang sangat asri dan sarat akan nilai budaya. Hasil kesenian yang sangat terkenal dari desa ini adalah anyaman daun pandan khas Arborek.

Hasil kesenian yang sangat terkenal dari desa ini adalah anyaman daun pandan.

Bila kita berbicara tentang kesenian anyaman, mungkin kita langsung terbayang anyaman-anyaman umum yang biasa kita lihat seperti tikar, tas, atau caping. Memang, di desa ini ada juga anyaman-anyaman seperti tas noken, tempat pinang, atau  tempat handphone. Namun, hasil anyaman yang paling terkenalnya adalah topi atau biasa disebut kayafyof dalam bahasa setempat. Kepopuleran topi khas Arborek sudah tidak diragukan lagi, bahkan para wisatawan mancanegara pun banyak yang datang ke desa di pulau ini hanya untuk mencari dan melihat proses pembuatan kerajinan tradisional ini.

Kerajinan anyaman di Arborek memang baru berlangsung sekitar 12 tahun, namun hasil dari karya anak bangsa ini seperti produk yang sudah mengalami penyempurnaan puluhan tahun. Bahkan seorang ibu yang biasa dipanggil Mama Maria mengatakan, “Kami juga sering dapat pesanan dari Jakarta, ada juga waktu itu turis Korea pesan tas noken sampai puluhan untuk dibawa ke negaranya.” Begitu rapi dan berkualitasnya hasil anyaman ini membuat anyaman Arborek terkenal hingga ke luar Indonesia.

Anyaman unik berbahan dasar daun pandan hutan ini memiliki warna yang beragam.

Anyaman unik berbahan dasar daun pandan hutan ini memang begitu menawan, karena selain kualitas anyamannya, produk ini juga mempunyai warna yang beragam. Walau daun pandan yang dipakai sebagai bahan dasar umumnya berwarna krem kehijauan, namun setelah melalui proses pewarnaan, warna daun pandan tersebut dapat menjadi beberapa macam. Sebelum diwarnai, daun pandan harus dipilih dulu yang berkualitas, dihilangkan durinya, lalu direbus beberapa saat supaya lemas bersama beberapa bahan lain untuk mewarnai. Setelah itu, daun harus dijemur sampai kering, warnanya sedikit memudar dan daun pun siap untuk dianyam.

Pada masa lalu, pewarnaan daun pandan masih menggunakan bahan-bahan alami. Mama Maria menjelaskan, ”Kalau warna hitam, diambil dari pandan hutan yang dikubur selama tiga hari di tanah hitam. Warna merah dari daun mengkudu dan warna kuning dari kunyit.” Namun, seiring berjalannya waktu, kini pewarnaan daun pandan lebih mudah karena umumnya warga Arborek sudah menggunakan pewarna buatan atau yang lebih kita kenal dengan sebutan wantek. Dengan wantek, maka warna yang dihasilkan pun lebih beragam dan lebih tajam.

Ketelitian dan kesabaran sangat dibutuhkan pada saat menganyam.

Proses penganyaman yang dilakukan tidaklah sebentar, ketelitian dan kesabaran sangat dibutuhkan pada saat menganyam. “Ya, lamanya beda-beda. Untuk topi, biasanya sebulan bisa jadi lima topi. Kalau tas noken lebih cepat, dua hari bisa jadi satu tas,” Mama Maria menambahkan penjelasan. Waktu pengerjaan ini sangat berkaitan dengan kualitas kerajinan yang dihasilkan. Semakin tinggi tingkat kerumitan anyaman, maka semakin lama pula waktu yang dibutuhkan. Nilai-nilai di balik proses pembuatannya inilah yang membuat anyaman indah ini menjadi begitu sangat berharga.

Anyaman Arborek merupakan salah satu sumber penghasilan penduduk Arborek yang tergolong sedikit, yaitu hanya sekitar 80 Kepala keluarga. Mereka menjual produk ini dengan harga yang tergolong mahal, sekitar Rp100.000 hingga Rp300.000 per produknya, tergantung jenis dan tingkat kesulitan membuatnya. Namun, mahalnya harga kerajinan ini tidak sebanding dengan orisinalitas dan nilai budaya yang dihasilkan. Apalagi bila yang membeli kebanyakan adalah wisatawan asing yang mempunyai taraf hidup lebih tinggi dari Indonesia. Menurut Mama Maria, pemerintah seharusnya lebih banyak ambil bagian dalam promosi dan pengembangan potensi kerajinan khas Raja Ampat ini. Hal ini diperlukan, demi mengembangkan pariwisata ke arah yang lebih baik di masa depan.

Informasi Selengkapnya
  • NULL

  • Indonesia Kaya

This will close in 10 seconds