Masyarakat Indonesia memaknai siklus kehidupan seperti menikah, mengandung, melahirkan, dan meninggal sebagai suatu kejadian sakral. Maka tidak heran jika ada berbagai ritual, tradisi, dan upacara yang dilakukan dalam momen-momen tersebut. Uniknya, setiap daerah di wilayah nusantara yang luas ini memiliki upacara dan tradisi yang berbeda-beda. Salah satunya adalah tradisi Mandi Kasai yang dilakukan pada pernikahan masyarakat Lubuklinggau, Sumatra Selatan.
baca : pakaian adat lubuk linggau
Tari Bujang Gadis Beladas, Tari yang Menggambarkan Keceriaan Muda-Mudi
Pernikahan Adat di Lubuklinggau
Hampir sama dengan adat pernikahan yang dilakukan oleh masyarakat Sumatra Selatan pada umumnya, upacara pernikahan di kota Lubuklinggau, terbagi ke dalam tiga tahapan, yaitu sebelum pernikahan, upacara pernikahan, dan sesudah pernikahan. Penjelasan tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
- Persiapan sebelum pernikahan
- Nudukgan: orang tua laki-laki datang ke rumah perempuan meletakkan tanda mau melamar.
- Ngulang rasan: meminta jawaban apakah lamaran diterima atau tidak, dilanjutkan dengan menanyakan permintaan pihak perempuan.
- Nunggu tunang: meresmikan pertunangan secara adat. Biasanya calon pengantin laki-laki diizinkan untuk tinggal di rumah calon pengantin perempuan untuk melihat tingkah lakunya, keterampilannya, dan lainnya.
- Upacara pernikahan
- Ngantat dendan: penyerahan seserahan kepada pihak perempuan sesuai permintaan pada acara ngulang rasan.
- Seserahan biasanya terdiri dari kebutuhan jasmani, seperangkat alat sholat, buah dan makanan khas daerah Lubuklinggau. Biasanya semua seserahan itu diletakkan pada nampan yang berjumlah 12 jeras (rantang besar).
- Akad nikah: prosesi ijab kabul yang dilakukan oleh penghulu atau saksi nikah.
- Persedekahan: acara pertemuan antara kedua belah pihak keluarga untuk membicarakan persiapan pernikahan.
- Mandi Kasai: mandi pengantin yang dilakukan setelah tamu telah pulang ke rumah masing-masing.
- Resepsi: acara pesta pernikahan yang dihadiri oleh keluarga, kerabat, dan tamu undangan.
- Upacara sesudah pernikahan
- Menetapkan tempat tinggal baru bagi sepasang pengantin.
- Menyusun rencana hidup bersama.
Secara harfiah, Mandi Kasai terdiri dari dua kata “mandi” yang berarti membersihkan atau membasuh diri, dan “kasai” yang berarti kain dalam makna luas yang digunakan untuk menutupi sesuatu. Secara etimologi, Mandi Kasai berarti ritual mandi dengan menggunakan kain kasai sebagai alas mandi. Dalam bahasa daerah Lubuklinggau ritual ini disebut dengan nama Taneak Jang.
Secara harfiah, Mandi Kasai terdiri dari dua kata “mandi” yang berarti membersihkan atau membasuh diri, dan “kasai” yang berarti kain dalam makna luas yang digunakan untuk menutupi sesuatu.
Kapan persisnya ritual Mandi Kasai dilakukan tidak diketahui, tapi tradisi ini sudah berkembang sejak abad ke-14, sebelum pengaruh Kesultanan Palembang tiba di pedalaman Musi Ulu. Tradisi Mandi Kasai dilakukan dengan memandikan calon pengantin di sungai yang disaksikan oleh teman dan kerabat mereka. Tradisi ini mempunyai dua makna, yaitu sebagai pertanda sepasang kekasih calon pengantin akan meninggalkan masa remaja dan memasuki kehidupan berumah tangga. Makna kedua, Mandi Kasai akan membersihkan jiwa dan raga sepasang kekasih yang akan menikah.
Prosesi Mandi Kasai
Sebelum melakukan ritual Mandi Kasai, sejumlah persiapan dan peralatan yang perlu disiapkan termasuk: pakaian pengantin laki-laki dan perempuan, pakaian pelara (dukun) laki-laki dan perempuan, tikar sembuhak dua lembar, mangkuk langer, sarung songket, telesan, bnoyan (sosok yang dituakan) dari pihak laki-laki dan perempuan. Mandi Kasai biasanya dilakukan pada sore hari di sungai, dan memiliki tiga tahapan prosesi yaitu:
1. Berdui
Merupakan nyanyian atau lantunan syair berupa pantun kasih sayang, harapan, nasihat, maupun doa. Berdui ini dinyanyikan oleh orang tua dan anak. Namun pada akhir tahapan ini, pelara akan menyampaikan pantun yang sama sebagai penutup.
2. Arak-arakan
Kegiatan mengarak kedua pengantin dari rumah menuju sungai dengan menggunakan joli jempano (tandu) yang diawali dengan pukulan gong, tabuhan gendang, dan sorak-sorakan.
3. Melangir
Pelara membacakan mantra kepada kedua pengantin di sungai. Kedua pengantin mengenakan kain panjang dan duduk bersimpuh di batu besar di tepi sungai dan menghadap pelara. Mantra ini merupakan pesan untuk menjalankan kehidupan rumah tangga.
Setelah melangir, para bnoyan membawa kedua pengantin ke sungai dan mencelupkan mereka hingga seluruh tubuh dan kepalanya basah. Biasanya setelah basah kuyup, kedua pengantin akan menyemburkan air ke arah teman, keluarga, atau masyarakat lain yang ikut menonton ritual ini. Seusai mandi, kedua pengantin mengeringkan badan, berganti pakaian, dan kembali diarak menuju rumah.
Hingga kini, tradisi ini masih dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten Sidorejo, Lubuklinggau.
Layaknya sejumlah besar tradisi dan warisan budaya yang tergerus modernisasi, Mandi Kasai juga sudah tidak banyak dilakukan. Hingga kini, tradisi ini masih dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten Sidorejo, Lubuklinggau. Mengingat prosesi yang banyak melibatkan adat, pelestarian Mandi Kasai dapat dibantu oleh peran penting tokoh adat dan pemerintah kota. Selain itu, masyarakat umum Lubuklinggau juga dapat membantu meneruskan warisan ini kepada generasi berikutnya dengan terus melakukannya.