Cari dengan kata kunci

tari_baris_1200.jpg

Tari Baris, Simbol Ketangguhan Prajurit Bali

Tarian yang mangabadikan sikap ksatria para pria Bali pada masa lampau.

Kesenian
Tagar:

Sepasang lelaki mengenakan kostum warna-warni dan hiasan kepala berbentuk kerucut. Dengan mata mendelik, yang senantiasa berubah-ubah, keduanya memainkan gerakan berputar bak prajurit siap bertempur. Tabuhan gamelan Bali membuat penonton kian terbawa suasana dan menikmati sajian pertunjukan tari baris yang apik.

Tari baris, salah satu tarian khas Bali, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakatnya. Tarian ini identik dengan kaum laki-laki dan sering kali menjadi tarian pertama yang diajarkan kepada anak laki-laki Bali sebelum mereka dewasa.

Menurut I Made Bandem dalam “The Baris Dance” yang dimuat dalam jurnal Ethnomusicology, Vol. 19, No. 2, Mei 1975, nama baris berasal dari kata “bebarisan”, yang secara harfiah berarti garis atau formasi berbaris. Hal ini mengacu pada pasukan Bali kuno yang digunakan raja-raja Bali untuk melindungi kerajaan mereka kala mendapat gangguan. Selain fungsi ritualnya, baris juga dikenal sebagai tari patriotik atau tari latih yang biasa dibawakan oleh laki-laki dalam kelompok yang terdiri dari empat sampai 60 penari.

Tarian ini identik dengan laki-laki dan sering menjadi tarian pertama yang diajarkan kepada anak laki-laki Bali sebelum dewasa.

“Fungsi ritual tari baris adalah untuk menunjukkan kematangan fisik. Kematangan tersebut dibuktikan dengan mendemonstrasikan keterampilan dalam praktik kemiliteran, khususnya penggunaan senjata; maka aspek patriotik juga diberikan pada tarian tersebut,” jelas Bandem.

Keberadaan tari baris tersua dalam Kidung Sunda yang bertitimangsa pada 1550 M. Naskah tersebut menyebut adanya tujuh jenis bebarisan (tarian bela diri) yang dipertunjukkan saat perayaan upacara pemakaman yang berlangsung sekitar lima minggu dan diselenggarakan oleh Hayam Wuruk, raja terbesar Majapahit.

Dalam “Nilai Sakral dalam Joged Pingitan dan Baris Upacara” pada buku Kesenian Sakral: Tari Joged Pingitan dan Baris Upacara, Ida Rsi Agung Wayabya Suprabhu Sogata Karang merujuk pada manuskrip Usana Bali sebagai bukti keberadaan tari joged pingitan. Beliau menjelaskan bahwa setelah Mayadenawa, Raja Bedahulu yang lalim, kalah, Dewa Indra memerintahkan pembangunan beberapa kahyangan di Kedisan, Tihingan, Manukraya, dan Kaduhuran, serta penyelenggaraan upacara sakral. Dalam upacara tersebut, para bidadari menarikan tarian rejang, para dewa menarikan baris, sementara para gandharwa melantunkan iringan gamelan.

Berdasarkan awal kemunculannya, tari baris merupakan bagian dari ritual keagamaan.

“Sejak itu diceritakan, di pura-pura diadakan tarian rejang dan baris,” ujar Ida Rsi Agung Wayabya Suprabhu Sogata Karang.

Jadi, berdasarkan awal kemunculannya, tari baris merupakan bagian dari ritual keagamaan. Jenis tari ini disebut tari baris upacara atau tari baris gede. Tarian dibawakan secara berkelompok oleh 8 sampai 40 orang, dengan pernak-pernik pelengkap berupa senjata tradisional yang bervariasi tergantung asal daerah dari setiap tarian.

Menurut I Nyoman Catra dalam “Tinjauan Aspek Seni Joged Pingitan dan Baris Upacara” pada buku Kesenian Sakral: Tari Joged Pingitan dan Baris Upacara, penamaan tari baris upacara sering diidentifikasi dari senjata, alat upacara yang dibawa, warna yang digunakan, atau kekhasan dari repertoar tari tersebut.

“Berbagai macam jenis tari baris upacara yang populasinya cukup banyak dimiliki oleh berbagai organisasi adat atau keagamaan yang tersebar di seluruh pelosok desa di Pulau Bali ini,” tulis I Nyoman Catra.

Tari baris berkembang menjadi varian baru, yakni tari baris tunggal, sebuah tari non-sakral untuk hiburan rakyat.

Dalam perkembangannya, muncul varian baru dari tari baris, yaitu tari baris tunggal. Ia merupakan tari non sakral yang dipentaskan sebagai hiburan rakyat. Tarian ini dibawakan oleh 1-2 penari dan dicirikan dari gerakan para penari yang lebih energik dan busana lebih berwarna.

Tari baris tunggal mengisahkan seorang pemuda yang gagah berani dan memiliki sifat keprajuritan dan kepahlawanan. Tarian ini juga menggambarkan kematangan jiwa serta kepercayaan seorang prajurit yang diperlihatkan melalui gerakan yang mantap, dinamis, dan lugas.

Ada yang menyebut tari baris tunggal mengambil inspirasi dari baris melampahan. Menurut Bandem, baris melampahan adalah tarian yang paling mengesankan dan cemerlang. Ia adalah salah satu bentuk drama tari Bali yang ceritanya berasal dari dua epos besar India, Ramayana dan Mahabarata, dan dinarasikan dalam bentuk dialog. Dialognya menggunakan bahasa Kawi (bahasa Jawa kuno) yang tidak lagi dipahami oleh penonton. Dalam lakon ini, penasar (badut) berperan sebagai penafsir cerita. Saat tari baris ini dibawakan seorang penari tunggal, sang solois melambangkan salah satu pahlawan dalam Ramayana, Mahabarata, atau cerita lainnya (paling sering Ardjuna Wiwaha).

Secara keseluruhan, baris ini dianggap khas dari karakter laki-laki yang kuat.

Baris melampahan dibawakan dalam tiga gerakan, yaitu gilak, bapang, dan gilak, yang masing-masing dinamai menurut bagian yang sesuai iringan musik. Gilak berasal dari kata “galak” yang berarti keras atau ungkapan “kuat”. Sedangkan bapang dikenal sebagai bagian manis atau ekspresi “halus”.

“Secara keseluruhan, baris ini dianggap khas dari karakter laki-laki yang kuat. Kostumnya lebih rumit daripada tarian ritual. Karakter sakral sebelumnya telah hilang,” ujar Bandem.

Saat ini di Bali, terdapat beragam jenis tari baris yang jumlahnya mencapai 40 jenis. Setiap jenis tari baris umumnya diberi nama sesuai ciri khasnya, seperti daerah asal, senjata, busana, atau perlengkapan yang digunakan. Beberapa contohnya adalah baris dapdap, baris ketekok jago, baris panah, dan baris tamiang. Bahkan, beberapa daerah memiliki lebih dari satu jenis tari baris upacara.

“Diyakini masih ada khazanah tari baris upacara yang belum terungkap, akan menambah deretan kekayaan jenis tari baris upacara khazanah Pulau Bali ini,” ujar I Nyoman Catra.

Gerak-gerak dalam tari baris menggambarkan ketangguhan para prajurit Bali pada masa lalu.

Secara visual, tari baris dapat dicirikan dari busana yang digunakan penarinya. Penari memakai hiasan kepala (gelungan) berbentuk kerucut yang dihiasi kulit kerang. Pada bagian leher terdapat pita (bapang) yang dibuat dari kain beludru dan dibubuhi berbagai permata. Pakaian bawahnya terdiri atas awiran dan lelamakan, terbuat dari kain berwarna-warni, yang terlihat longgar, menjuntai ke bawah, dan bertumpu pada bagian pundak. Kostum atau busana ini akan mengembang saat penari melakukan gerakan memutar dengan satu kaki, menciptakan efek dramatis.

Gerak-gerak dalam tari baris menggambarkan ketangguhan para prajurit Bali pada masa lalu. Tarian ini menekankan keseimbangan dan kestabilan langkah kaki serta kemahiran memainkan senjata. Kedua pundak penari diangkat hingga hampir setinggi telinga. Kedua lengan nyaris selalu pada posisi horizontal dengan gerak yang tegas. Gerak khas lainnya adalah selendet atau gerak delik mata penari yang senantiasa berubah-ubah. Gerak ini menggambarkan sifat para prajurit yang senantiasa awas terhadap situasi di sekitarnya. Nuansa epik dalam gerakan tari baris kian terasa dengan iringan gamelan Bali seperti gong kebyar atau gong gede yang dimainkan 30 hingga 40 penabuh.

Tagar:
Informasi Selengkapnya
  • Indonesia Kaya

  • Indonesia Kaya

  • I Made Bandem. “The Baris Dance”, jurnal Ethnomusicology, Vol. 19, No. 2, Mei 1975.
    Ida Rsi Agung Wayabya Suprabhu Sogata Karang. “Nilai Sakral dalam Joged Pingitan dan Baris Upacara” dalam Kesenian Sakral: Tari Joged Pingitan dan Baris Upacara. Denpasar: Listibiya Propinsi Bali, 2015.
    I Nyoman Catra. “Tinjauan Aspek Seni Joged Pingitan dan Baris Upacara” dalam Kesenian Sakral: Tari Joged Pingitan dan Baris Upacara. Denpasar: Listibiya Propinsi Bali, 2015.