Alat musik yang satu ini termasuk unik. Selain bentuknya yang tidak seperti alat musik, jika ditiup, bunyinya pun terdengar nyaring. Inilah tahuri, alat musik berupa terompet kerang khas Maluku.
Terompet kerang ini berkembang di masyarakat Maluku yang tinggal di kawasan pesisir pantai. Kesenian tahuri sendiri diketahui mulai berkembang sekitar tahun 1958-an, dengan menggabungkan sejumlah alat musik tradisional Maluku lainnya.
Terompet kerang ini berkembang di masyarakat Maluku yang tinggal di kawasan pesisir pantai.
Dahulu, penggunaan tahuri memiliki tujuan untuk memanggil masyarakat atau kepala adat agar berkumpul di balai pertemuan, yang biasa disebut oleh masyarakat setempat dengan “baileo.” Menariknya, jumlah tiupan tahuri memiliki makna tersendiri. Misalnya, satu kali tiupan tahuri menandakan bahwa ada warga yang meninggal dunia.
Selain untuk memanggil masyarakat, tahuri juga dimainkan untuk mengiringi beberapa tarian, Tari Cakalele salah satunya. Biasanya, tahuri dimainkan dengan alat musik lainnya dalam bentuk orkestra yang terdiri dari anak-anak dan remaja.
Selain di Maluku, tahuri juga dikenal di beberapa kawasan seperti di Kabupaten Biak, Papua.
Tahuri juga memiliki keunikan pada bentuk kerangnya. Semakin kecil ukuran kerang, maka akan semakin nyaring bunyinya. Begitu pula sebaliknya, semakin besar kerang, maka bunyinya akan semakin rendah. Pembuatan tahuri juga tidaklah mudah. Terlebih dahulu, kerang akan dilubangi dengan bor lalu ditiupkan berulang kali untuk mendapatkan nada. Kemudian, nada-nada pada alat musik akan dicocokan dengan bantuan alat musik lain seperti suling dan pianika.
Selain di Maluku, tahuri juga dikenal di beberapa kawasan seperti di Kabupaten Biak, Papua. Sama seperti di Maluku, di sini tahuri juga biasa digunakan sebagai alat bantu untuk memanggil penduduk dan sesekali digunakan untuk mengiringi tari-tarian khas Papua. [Tauhid/IndonesiaKaya]