MURAH tapi bergizi. Itulah tahu. Makanan ini mengandung banyak protein nabati karena terbuat dari kacang kedelai. Cocok menjadi santapan berbagai usia, apalagi untuk anak-anak dalam masa pertumbuhan. Tahu bisa diolah dengan berbagai cara, seperti dibacem, dipepes, ataupun digoreng. Tahu yang digoreng paling terkenal adalah tahu sumedang.
Tahu adalah makanan yang berasal dari Tiongkok; dikenal dengan istilah doufu. Menurut William Shurtleff dan Akiko Aoyagi dalam “History of Tofu”, dokumen paling awal yang menyebutkan istilah doufu adalah Ch’ing I Lu, ditulis oleh T’ao Ku sekitar tahun 950 M. Tahu dikonsumsi luas karena harganya lebih murah daripada daging kambing. Tahu kemudian menjadi populer di seluruh Tiongkok pada awal Dinasti Sung tahun 960 M.
Secara bertahap tahu menyebar ke negara-negara lain di Asia Timur dan Tenggara, termasuk Malaysia dan Indonesia. William Shurtleff dan Akiko Aoyagi menyebut, tahu diperkenalkan ke dunia Melayu oleh orang-orang dari perbatasan Fujian-Guangdong antara Amoy dan Swatow.
“Jenis tahu yang ditemukan di Malaysia dan Indonesia sangat mirip dengan jenis yang ditemukan di Cina selatan, termasuk jenis tahu fermentasi, tahu yang memiliki tekstur sangat kompak (pressed tofu), dan tahu goreng (deep-fried tofu),” tulis William Shurtleff dan Akiko Aoyagi.
Ketrampilan membuat tahu dibawa orang-orang Tionghoa yang datang dan menetap di Nusantara. Kapan persisnya belum dapat ditentukan. Namun, orang Kediri mengklaim diri sebagai yang pertama di antara kota-kota di Nusantara yang mengenal tahu. Klaim tersebut berdasarkan kedatangan balatentara Kubilai Khan tahun 1292, yang diyakini membawa dan mengenalkan kuliner asli Negeri Tirai Bambu tersebut.
“Saat mengunjungi Kediri, kami mendapati tempat berlabuhnya jung-jung Mongol di kota itu sampai hari ini masih disebut dengan Jung Biru. Armada ini mempunyai jung-jung khusus untuk mengurus makanan tentara, termasuk satu yang khusus untuk menyimpan kacang kedelai dan membuat tahu,” tulis Suryatini N. Ganie dalam Dapur Naga di Indonesia.
Kata tahu sendiri, menurut Hieronymus Budi Santoso dalam Teknologi Tepat Guna Pembuatan Tempe dan Tahu Kedelai, berasal dari bahasa Tionghoa tao-hu atau teu-hu. Teu berarti kacang kedelai, sedangkan hu berarti hancur menjadi bubur. Dengan demikian secara harfiah, tahu adalah makanan dengan bahan baku kedelai yang dihancurkan menjadi bubur.
Karena pembuatannya yang relatif mudah, dengan cepat tahu menjadi makanan populer dan bisa dinikmati semua kalangan. Bahkan muncul berbagai varian tahu dan penganan berbahan tahu. Ada tahu kuning, ada tahu putih atau tahu sutera. Ada beberapa jenis tahu yang dinamai berdasarkan tempat asal pembuatannya seperti tahu kediri, tahu tegal, tahu bandung, dan tahu sumedang.
Tahu sumedang merupakan makanan khas dari Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Banyak pengusaha memproduksi tahu sumedang. Namun yang paling terkenal dan melegenda adalah tahu bikinan keluarga Ong Boen Keng.
Keluarga Boen Keng merintis usaha pembuatan tahu sudah lebih dari 100 tahun lalu. Tahu buatan keluarga Boen Keng menjadi cikal bakal lahirnya tahu sumedang. Tempat penjualannya berada di pusat kota Sumedang, dan tidak membuka cabang di tempat lain.
Pencetus tahu sumedang adalah Ong Kino, ayah Boen Keng. Ong Kino mulanya berjualan keripik tapioka dari singkong. Baru pada 1917, dia mulai membuat tahu. Diceritakan Sam Setyautama dalam Tokoh-Tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia, pembuatan tahu oleh Ong Kino dilakukan secara tradisional dengan menggiling kacang kedelai menggunakan penggiling batu. Setelah Ong Kino kembali ke Tiongkok, usaha tahu yang dijalankan di Jalan Tegal Kalong (sekarang Jalan 11 April) diserahkan kepada putranya, Boen Keng.
Boen Keng berhasil mengembangkan usaha tahu tersebut. Tercatat pada periode 1970 sampai 1980, usaha tahu Boen Keng mampu menghasilkan 2.000-3.000 tahu per harinya. Puncak keemasan terjadi pada 1992 dengan mencatatkan rekor produksi mencapai 7.000 potong per hari.
“Tahun 1996 saat pabrik beralih ke Ong Yu Kim (cucu Ong Kino), usaha tahu mulai melorot karena banyak pabrik yang didirikan mantan karyawannya sementara tahu sumedang juga sudah tersebar di mana-mana. Di tempat aslinya, di Jalan 11 April, didirikan papan nama ‘Tahu Bungkeng, perintis tahu Sumedang sejak 1917’,” tulis Setyautama.
Di rumah makan Boen Keng, yang kini dikelola generasi keempatnya yaitu Suriadi, tahu sumedang biasa disantap bersama lontong berukuran kecil serta sambal cocol campuran daru cabe rawit, tauco, dan tomat. Tahu berukuran kecil ini memiliki kulit luar berwarna coklat terang dan terlihat kasar, namun bagian dalamnya berwarna putih dan rasanya gurih serta segar. Berbeda dari tahu sumedang lainnya yang rasanya sedikit asam.
Dari dulu hingga sekarang, proses pembuatannya masih tradisional, menggunakan tenaga manusia, serta tidak menggunakan bahan pengawet. Dimulai dari merendam kacang kedelai selama 4-6 jam, kemudian dicuci, digiling, direbus, dan disaring untuk mengendapkan patinya yang nanti akan menjadi tahu. Tidak lupa diberi bumbu khusus untuk menambah cita rasa di dalam tahu khas yang berperan menjadikan Sumedang sebagai Kota Tahu.*