Rumah Betang, Jantung Tradisi dan Pusat Kebudayaan Dayak Kanayat'n - Indonesia Kaya

Cari dengan kata kunci

coverrumahbetang.jpg

Rumah Betang, Jantung Tradisi dan Pusat Kebudayaan Dayak Kanayat’n

Konsep rumah tradisional suku Dayak biasanya sangat dekat dengan kebudayaan dan alam, begitu juga dengan Rumah Betang.

Tradisi

Arsitektur tradisional merupakan salah satu warisan budaya yang sangat bernilai. Preservasinya pun sangat penting, karena ada banyak hal yang bisa dipelajari dari setiap rumah tradisional. Setiap rumah menyimpan rekaman kehidupan masyarakat tradisional setiap suku di Indonesia. Salah satunya adalah suku Dayak. Sama seperti suku lainnya di Indonesia, suku Dayak memiliki arsitektur tersendiri dalam membuat rumah. 

Konsep rumah tradisional suku Dayak biasanya sangat dekat dengan kebudayaan dan alam. Seperti suku Dayak Kanayat’n misalnya yang memiliki rumah dengan arsitektur rumah dengan bentuk memanjang dengan tiang-tiang (kolong) yang tinggi. Rumah adat tersebut memiliki beberapa sebutan antara lain, Rumah Betang, Rumah Panjang atau Lamin, dan sebutan lainnya adalah long house karena bentuk rumah yang panjang.

Konsep rumah tradisional suku Dayak biasanya sangat dekat dengan kebudayaan dan alam.

Lokasi rumah suku Dayak Kanayat’n ini terletak di Dusun Dayak Kanayat’n, Desa Saham, Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Rumah ini dibangun sekitar tahun 1875 dan baru mengalami rehabilitasi di tahun 2012. Rumah ini memiliki tangga yang terbuat dari batang kayu besar dan diberikan lekuk untuk memudahkan kaki melangkah naik keatas. Namun, karena sudah ada yang termakan usia, ada beberapa tangga yang diganti dengan tangga yang modern seperti sekarang.

Melihat bentuk Rumah Betang dari sisi tata ruang, bentuk bangunan, aksesori seperti patung, ukiran, pernak pernik, dan pola penataannya memiliki arsitektur tersendiri. Ini tergambar dari bagaimana pola hidup, pola pikir, filosofi serta kebudayaan yang terjadi dalam masyarakat suku Dayak Kanayat’n.

Arsitektur Rumah Betang

Bentuk Rumah Betang milik suku Dayak Kanayat’n terdiri dari bangunan panjang dan hanya terdapat satu unit dalam satu kampung. Kepala Dusun Dayak Kanayat’n, Desa Saham, Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak, Jonianto, menjelaskan bahwa “Rumah ini memiliki 35 pintu, dengan masing-masing pintu yang dapat menampung 2-3 kepala keluarga. Hal ini berbeda dengan rumah betang dari suku Dayak lain yang biasanya tidak lebih dari 5 unit,” ungkap Jonianto kepada tim Indonesiakaya.com yang menemuinya langsung di Dusun Dayak Kanayat’n.

Bentuk Rumah Betang memiliki ciri khas yakni berkolong tinggi, dengan ketinggian sampai dengan 4 meter dari permukaan tanah. Ruang kosong di bawah rumah berfungsi sebagai tempat menyimpan padi hasil panen. Selain itu, rumah ini juga dibangun tinggi dari tanah untuk melindungi penghuni rumah dari musuh, hewan buas, dan banjir. 

Bentuk Rumah Betang memiliki ciri khas yakni berkolong tinggi, dengan ketinggian sampai dengan 4 meter dari permukaan tanah.

Kayu yang biasanya digunakan untuk membangun Rumah Betang adalah kayu ulin. Kayu ini tidak hanya kuat tapi juga sangat awet. Jenis kayu yang banyak tumbuh di Kalimantan ini juga merupakan salah satu kayu langka yang sangat berharga di Indonesia, sehingga penggunaannya di luar Pulau Kalimantan sudah dilarang.

Kayu yang biasanya digunakan untuk membangun Rumah Betang adalah kayu ulin.

Badan rumah (dinding) di beberapa rumah memiliki arsitektur jengki dengan atap pelana memanjang. Struktur ruang Rumah Betang memiliki serambi. Setiap pintu memiliki serambi yang tidak bersekat satu sama lain. Rumah ini juga memiliki ruang keluarga, ruang dapur, dan ruang tidur. Dapur mempunyai pemandangan langsung menuju ruang keluarga. Seperti umumnya dapur, ruang ini hanya berukuran 1x2m dan hanya dimanfaatkan untuk menempatkan tungku perapian. Di atas perapian biasanya ada tempat untuk menyimpan persediaan kayu bakar. Arsitektur dapur di Rumah Betang terbilang cukup sederhana dan hanya berfungsi untuk kegiatan masak memasak saja.

Jonianto menceritakan bahwa suku Dayak Kanayant’n memiliki beberapa keahlian misalnya, bermain musik, gong, dan kecapi. Kesenian ini menurutnya, untuk mempertahankan budaya masyarakat di sana. Suku Dayak Kanayat’n juga memiliki sanggar seni, yang bertujuan sebagai sarana mempertahankan budaya dan untuk keperluan regenerasi.

Selain itu, warga suku Dayak Kanayat’n juga mahir membuat anyaman. Anyaman dari daun tersebut kemudian dirangkai menjadi topi caping (topi tani) dan tas punggung untuk membawa hasil pertanian. ”Warga Dayak Kanayat’n memiliki mata pencaharian dari berladang dengan nyorek atau mengambil karet dan menanam padi. Setiap kali akan berladang, suku Dayak Kanayat’n memiliki beberapa ritual salah satunya bersembahyang di sebuah tempat khusus untuk memberikan penghormatan,” ungkap Jonianto.

Selain di ladang dan hutan, aktivitas suku Dayak lebih banyak dilakukan di dalam rumah. Baik itu aktivitas sosial, kebudayaan, bahkan pusat kekuasaan mengatur tata kehidupan masyarakat. ”Dengan kata lain, Rumah Betang bagi suku Dayak merupakan pusat kebudayaan dan jantung tradisi mereka. Karenanya, keberadaan Rumah Betang harus tetap dijaga kelestariannya. Walaupun sudah tidak ditempati lagi, setidaknya tetap dijadikan sebagai bangunan konservasi karena memiliki nilai sejarah yang tinggi bagi orang Dayak,” tutup Jonianto.

Rumah Betang bagi suku Dayak merupakan pusat kebudayaan dan jantung tradisi mereka.

Di samping menjadi pusat kebudayaan dan tradisi, Rumah Betang juga patut dilestarikan karena memberikan rasa persatuan dan identitas bersama di antara masyarakat Dayak. Rumah Betang juga berperan penting dalam masyarakat karena kerap menjadi lokasi untuk sosialisasi dan pertemuan tradisional. Rumah Betang merupakan saksi kekayaan warisan budaya suku Dayak dan harus dijaga demi generasi mendatang.

Informasi Selengkapnya
  • Indonesia Kaya

  • Indonesia Kaya

  • Kompas, Indonesia.go.id