Ternate, sebuah pulau di Maluku Utara, memiliki peranan penting dalam segala aktivitas provinsi ini, baik di masa kini maupun sejak dahulu kala. Sebagai kesultanan yang terpandang, Ternate dihormati tidak hanya karena kekuatan kerajaan yang solid, tetapi juga karena kekayaan alam dan budaya yang luar biasa, yang memikat perhatian negara-negara besar seperti Portugis, Spanyol, dan Belanda. Kemegahan Kesultanan Ternate ini turut mempengaruhi berbagai aspek kehidupan warganya, termasuk dalam hal pakaian adat.
Pakaian adat Ternate mencerminkan kemegahan, kebanggaan, kehormatan, dan kemewahan, dengan aksesori yang menunjukkan status sosial tinggi, sejalan dengan martabat kesultanan tersebut. Setiap elemen pakaian adat ini tidak hanya menjadi simbol budaya, tetapi juga mencerminkan perjalanan panjang sejarah Ternate yang kaya akan tradisi dan nilai-nilai luhur.
Pakaian adat Ternate mencerminkan perbedaan kelas sosial, terutama antara masyarakat biasa dan keluarga kerajaan.
Walaupun hampir seluruh pakaian adat yang ada di Ternate memiliki nilai-nilai ini, namun sebagai kesultanan yang mempunyai sebuah hierarki jelas antara masyarakat biasa dan keluarga kerajaan, pakaian dari tiap lapisan sosial pun berbeda antar kelas sosial. Sebagai contoh adalah pakaian manteren lamo yang biasa digunakan oleh sultan. Pakaian ini terdiri dari celana panjang hitam, sebuah jubah panjang yang menutupi sebuah bis merah tertutup, dan sebuah destar untuk menutupi kepala. Selain itu, warna merah cukup dominan di pakaian ini sebagai simbol keperkasaan dari pemakainya.
Selain itu, pakaian dari golongan bangsawan yang lebih muda memiliki karakteristik yang berbeda dengan manteren lamo. Pakaian ini disebut baju koja yang terdiri dari jubah panjang dengan paduan celana panjang berwarna polos seperti putih atau hitam. Tidak lupa sebuah toa pulu atau penutup kepala menjadi aksesori wajib yang menunjukkan kemegahan pakaian tersebut. Untuk warna, biasanya baju koja memiliki warna-warna terang seperti biru muda atau hijau muda sebagai simbol jiwa muda sang bangsawan muda yang memakainya.
Kemudian, untuk pakaian adat wanita Ternate dari kaum bangsawan biasanya berupa sebuah kebaya panjang dengan kain satin dan berbagai aksesori perhiasan yang mewah. Baju adat Ternate yang disebut kimun gia ini dipakai oleh segala umur, hanya berbeda warna saja. Bagi wanita yang masih belia, warna terang tetap menjadi pilihan sebagai simbol jiwa muda mereka. Biasanya, perhiasan-perhiasan yang terbuat dari emas asli dan meliputi bros, kalung, ikat pinggang, bahkan tusuk konde, juga wajib untuk digunakan. Sanggul juga menjadi sebuah pelengkap yang cukup penting bagi pakaian adat wanita Ternate.
Pada masa modern, perbedaan kelas sosial dalam pakaian adat tidak lagi terlalu ditekankan.
Baju-baju adat ini memang digunakan sebagai penunjuk kelas sosial dan membedakan antara rakyat jelata dan keluarga kesultanan. Walaupun demikian, pada masa modern ini, kelas sosial tersebut tidak terlalu ditonjolkan lagi. Warga biasa yang bukan keluarga kesultanan pun bisa menggunakan berbagai pakaian mewah ini. Bahkan, setelah resmi menjadi pakaian adat Ternate, pakaian-pakaian mewah ini dapat digunakan di berbagai acara pernikahan dan upacara-upacara adat rakyat Ternate. Seiring perkembangan zaman, kelas sosial tidak lagi perlu ditonjolkan, siapa pun berhak memakai pakaian adat ini, hanya mungkin ada beberapa aksesori yang tetap dipertahankan sebagai simbol kesultanan seperti mahkota raja, atau berbagai perhiasan yang terbuat dari emas dan menjadi pusaka kesultanan.