Putri Tadampali merupakan cerita rakyat yang melatarbelakangi terbentuknya Kabupaten Wajo di Provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten Wajo juga dikenal sebagai daerah asal kain tenun Sengkang (ibu kota Kabupaten Wajo), yang kerap dikenakan oleh suku Bugis.
Putri Tadampali sendiri sebenarnya merupakan seorang putri dari Kerajaan Luwu, area yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Wajo sekarang. Kisah ini menceritakan seorang putri yang diasingkan oleh ayahnya, karena terjangkit penyakit kulit menular. Pengasingannya itu justru menuntunnya ke Wajo, tempat ia sembuh sekaligus bertemu tambatan hatinya.
Layaknya kisah dongeng, cerita rakyat ini berakhir bahagia. Karakter utama dalam cerita ini tentu saja adalah Putri Tadampali. Tak hanya berparas rupawan, ia juga digambarkan sebagai seseorang yang berhati mulia. Sifat terpuji yang dimilikinya turun temurun dari sang ayah, Datu Luwu. Pemimpin Kerajaan Luwu ini dikenal atas kearifan dan kebijaksanaannya. Selanjutnya, ada Putra Mahkota yang bijak nan rendah hati. Karenanya, ia diangkat menjadi pemimpin Kerajaan Bone kelak.
baca : sinopsis batu menangis
Pemimpin Kerajaan Luwu ini dikenal atas kearifan dan kebijaksanaannya.
Penasaran dengan cerita terbentuknya Pulau Wajo? Beginilah kisah lengkapnya.
Seketika Dilanda Penyakit
Alkisah, di Sulawesi Selatan berdirilah sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja yang bijaksana bernama Datu Luwu. Rakyat Luwu hidup berdampingan dengan sejahtera, aman, dan tenteram.
Datu Luwu dikaruniai seorang keturunan bernama Putri Tadampali. Kabar tentang paras cantiknya tersebar ke seluruh pelosok negeri, tak terkecuali ke telinga Raja Bone. Mendengar berita ini, Raja Bone yang juga memiliki putra yang gagah dan tampan, memutuskan untuk menikahkan putranya dengan Putri Tadampali.
baca: cerita batu menangis
Dengan tekad yang kuat, Raja Bone kemudian mengutus para duta kerajaan untuk mendatangi Kerajaan Luwu dan meminang Putri Tadampali. Namun, ketika pinangan tersebut sampai, Datu Luwu justru menjadi bimbang. Adat istiadat Luwu tidak memperbolehkan seorang putri untuk menikah dengan lelaki di luar sukunya. Namun, jika menolak pinangan Raja Bone, Datu Luwu khawatir akan muncul peperangan antara dua kerajaan. Setelah menimbang-nimbang keputusan besar ini dengan baik, dan untuk menghindari pertumpahan darah dan mengorbankan rakyatnya, pinangan Raja Bone pun akhirnya diterima Datu Luwu. Duta dari kerajaan Bone kembali untuk menyampaikan berita bahagia tersebut kepada sang raja.
Adat istiadat Luwu tidak memperbolehkan seorang putri untuk menikah dengan lelaki di luar sukunya.
Diasingkan Oleh Datu Luwu
Tidak lama setelah itu, Kerajaan Luwu digemparkan oleh sebuah kejadian tidak terduga. Sekujur tubuh Putri Tadampali mendadak dipenuhi oleh bintik-bintik yang mengeluarkan cairan kental dan berbau tidak sedap. Seluruh tabib didatangkan dari pelosok negeri untuk memulihkan putri kesayangan Datu Luwu. Malangnya, hasilnya berbuah nihil. Tidak ada tabib yang sanggup mengobati Putri Tadampali meski sudah diupayakan sekuatnya. Mereka justru menyampaikan bahwa penyakit putri adalah penyakit menular.
Khawatir penyakit ini tertular ke seluruh rakyatnya, dengan berat hati Datu Luwu memutuskan untuk mengasingkan Putri Tadampali ke tempat yang jauh. Meski merasa sedih, Putri Tadampali tetap patuh pada keputusan ayahnya dan bersedia diasingkan demi kebaikan orang banyak. Sebelum berangkat, Datu Luwu memberi sebuah keris pusaka sebagai tanda cintanya pada sang putri. Ia berharap keris tersebut dapat menjadi pengingat bahwa ia tidak akan pernah melupakan sang putri.
Berlabuh di Pulau Wajo
Setelah lama berlayar, Putri Tadampali dan para pengawal setianya akhirnya berlabuh di sebuah pulau. Pulau ini diberi nama Wajo oleh sang putri karena banyaknya buah wajo yang tersebar di sekitar pulau.
Pulau ini diberi nama Wajo oleh sang putri karena banyaknya buah wajo yang tersebar di sekitar pulau.
Suatu hari, saat Putri Tadampali sedang menghabiskan waktu di tepi danau, seekor kerbau buleng (putih) datang menghampirinya. Kerbau tersebut kemudian menjilati kulitnya. Karena tampak jinak, Putri Tadampali tidak mengusir kerbau dan membiarkannya menjilati kulitnya. Sungguh ajaib, setelah beberapa saat, kulit Putri Tadampali yang dijilati kerbau berangsur-angsur pulih dan kembali mulus seperti sediakala tanpa tersisa satu bercak pun. Sebagai tanda syukur, sang putri berpesan kepada para pengawalnya untuk tidak menyembelih apalagi memakan kerbau putih yang ada di Pulau Wajo.
Pertemuan Tidak Terduga
Beberapa hari kemudian, serombongan pemburu datang ke Wajo. Mereka adalah Putra Mahkota Kerajaan Bone yang didampingi oleh Panglima Kerajaan, dan para pengawalnya. Tanpa sadar, Putra Mahkota sudah terpisah dari rombongannya dan tersesat di tengah hutan. Untuk mencari jalan keluar, ia memberanikan diri berkelana sebelum akhirnya menemukan sebuah gubuk pada satu pemukiman. Di gubuk ini, Putra Mahkota bertemu dengan Putri Tadampali yang memberi Putra Mahkota tempat bersinggah selagi menunggu datangnya pagi.
Dalam waktu singkat, mereka menjadi akrab dan saling terpesona dengan penampilan dan kerendahan hati masing-masing. Keesokan harinya, Putra Mahkota berhasil menemukan rombongannya kembali. Dengan berat hati, Putra Mahkota harus berpisah dengan sang putri dan bertolak pulang menuju Kerajaan Bone.
Permintaan Istimewa
Karena sudah terlanjur jatuh cinta kepada Putri Tadampali, Putra Mahkota menjadi sering termenung setelah kembali ke Kerajaan Bone. Ia selalu teringat akan pertemuannya dengan sang putri. Memperhatikan kelakuan Putra Mahkota, Panglima Kerajaan Bone yang menyaksikan langsung pertemuan Putra Mahkota dengan Putri Tadampali di Pulau Wajo, menceritakan tentang hal ini kepada Raja Bone. Raja Bone pun setuju dengan usulan panglima dan mengirim utusan untuk meminang Putri Tadampali di Pulau Wajo sebagai istri Putra Mahkota.
Setibanya di Pulau Wajo, Putri Tadampali memberikan keris pusaka pemberian sang ayah kepada para utusan dan meminta Putra Mahkota untuk mendapatkan restu ke Kerajaan Luwu terlebih dahulu. Jika keris tersebut diterima dengan baik oleh Datu Luwu, berarti pinangan diterima. Putra Mahkota pun berangkat sendiri menuju Kerajaan Luwu.
Jika keris tersebut diterima dengan baik oleh Datu Luwu, berarti pinangan diterima.
Sesampainya di Kerajaan Luwu, Putra Mahkota menceritakan pertemuannya dengan sang putri kepada Datu Luwu. Ia menceritakan kabar tentang pulihnya penyakit Putri Tadampali dan niatnya untuk menjadikan sang putri istrinya. Melihat ketulusan hati dan besarnya minat Putra Mahkota untuk meminang putrinya, Datu Luwu pun memberikan restunya dan menerima keris pusaka yang diberikan oleh Putri Tadampali dengan senang hati.
Sang Putri dan Putra Mahkota
Bersama dengan sang Putra Mahkota, Datu Luwu dan Permaisuri kemudian berangkat menuju Pulau Wajo untuk menjumpai putri tercinta. Setibanya di sana, Datu Luwu meminta maaf kepada sang putri karena telah mengasingkannya. Tapi, Putri Tadampali justru memanjatkan syukur karena dapat menyelamatkan rakyat Luwu dari penyakit menular yang menimpa dirinya dan mendapatkan kesembuhan di Wajo.
Putri Tadampali akhirnya melangsungkan pernikahan dengan Putra Mahkota Bone di Wajo. Semua yang hadir, termasuk keluarga dari Kerajaan Luwu dan Kerajaan Bone merayakannya dengan sukacita. Beberapa tahun kemudian, Putra Mahkota didaulat untuk naik tahta dan menggantikan ayahnya sebagai pemimpin Kerajaan Bone.
Moral Cerita
Dari cerita Putri Tadampali, sejumlah pelajaran yang dapat dipetik adalah sifat bijak, rendah hati, tidak egois, sopan, dan taat kepada orang tua akan mendapatkan timbal baik dalam hidup. Dengan bersikap baik terhadap sesama, kerukunan akan tercipta dan hidup senantiasa menjadi lebih sejahtera. Menunaikan kebajikan setiap harinya akan menuai hasil yang setimpal di kemudian hari.