Buku Indonesia: Trilogi Jendela-Jendela, Pintu, Atap, Karya Fira Basuki - Indonesia Kaya

Cari dengan kata kunci

Trilogi Jendela-Jendela, Pintu, Atap Fira Basuki

Buku Indonesia: Trilogi Jendela-Jendela, Pintu, Atap, Karya Fira Basuki

Kompleksitas kehidupan wanita yang terjebak dalam pernikahan tak bahagia dan pria yang terkutuk oleh kemampuan indra keenam.

Kesenian

Menulis tokoh wanita yang kompleks merupakan tantangan tersendiri bagi para penulis. Di satu sisi, jika sosok tersebut terlalu tangguh, maka akan dianggap terlalu idealis. Dan bila digambarkan terlalu feminin (dan cantik), maka akan dituduh melanggengkan stereotipe, terlebih bila pengarangnya adalah seorang pria. 

Contoh penokohan wanita yang kompleks dan realistis dalam novel Indonesia klasik bisa ditemukan dalam Pada Sebuah Kapal karangan Nh. Dini. Sementara pada pertengahan tahun 2000, kompleksitas tersebut diwakili oleh Trilogi Jendela-Jendela, Pintu, Atap karya Fira Basuki. 

Jendela-Jendela, yang merupakan bagian pertama dari sebuah trilogi, menjadi pembuka dari perjalanan batin seorang wanita urban yang senantiasa tergoda mengikuti suara hati di kala kehidupan rumah tangga tak lagi harmonis. 

Ringan? Ya, tapi bukan berarti dangkal. 

Jendela Pernikahan 

Jendela-jendela (2001) berkisah tentang June Larasati Subagyo yang berasal dari keluarga berada di Indonesia. June kuliah di Amerika Serikat dan di sana ia berpacaran dengan Jigme, pria asal Tibet. Tak lama, mereka menikah dan pindah ke Singapura tempat Jigme bekerja.  

Pada awal-awal pernikahan, mereka sangat bahagia. Namun, berbagai masalah rumah tangga perlahan datang menghampiri, termasuk soal finansial. Kekosongan pun menyusup di antara mereka, sehingga June mulai merasa tak kerasan. Tapi, ia tak mampu mengutarakan isi hatinya lantaran Jigme adalah pria yang baik hati dan penyabar, apalagi ia sampai rela pindah agama ketika menikahi June. Masalah mereka pun memuncak saat June keguguran. June kemudian berselingkuh dengan sahabat Jigme yang membuatnya kembali merasa hidup. 

Alur cerita Jendela-Jendela sebenarnya tak seserius plot cerita yang disodorkan. Seperti Pada Sebuah Kapal, novel terbitan Grasindo ini juga berpusat pada ketidakbahagiaan seorang wanita dalam pernikahan. Dalam Jendela-Jendela, sang penulis mencoba memaparkan segala macam kepelikan yang dialami pasangan suami-istri—soal apa yang akan terjadi ketika komunikasi tak lagi terjalin dan masalah ego yang lebih dipentingkan.

Dalam Jendela-Jendela, sang penulis mencoba memaparkan segala macam kepelikan yang dialami pasangan suami-istri—soal apa yang akan terjadi ketika komunikasi tak lagi terjalin dan masalah ego yang lebih dipentingkan. 

Semua permasalahan rumah tangga tersebut diangkat dengan gaya bertutur yang mengalir ringan, yang mungkin dikarenakan latar belakang sang penulis sebagai jurnalis majalah (Fira sempat menjabat sebagai pemimpin redaksi majalah Cosmopolitan). June adalah tipikal wanita urban yang terjebak dalam dunia konsumerisme, apalagi dia mesti meninggalkan hidup dan pekerjaannya sebagai penyiar di Jakarta untuk menetap di tempat baru dan menjadi ibu rumah tangga. Jendela apartemen lantas menjadi tempatnya untuk menghabiskan waktu memandang kehidupan yang berlalu-lalang di luar. 

Alur cerita Jendela-Jendela memang cenderung melebar, diselingi kisah kilas balik ketika June tinggal di Jakarta dan kala ia kuliah di kota Wichita, Amerika Serikat. Tak hanya itu, ada pula selipan cerita tentang June yang diduga terkena ilmu hitam lantaran ia mendadak sakit setelah berselingkuh dengan sahabat Jigme. Meski percabangan cerita ini tak berkontribusi pada pengembangan karakter maupun cerita, Jendela-Jendela tetap menjadi novel yang menarik untuk diikuti. Pengisahannya mengalir ringan dan terkadang informatif, khususnya ketika memasuki bagian cerita yang menyinggung soal perbedaan kultur seseorang dalam menjalin cinta. 

Pintu Batin

Elemen autobiografi tersebut jadi abstrak dalam novel lanjutan bertajuk Pintu (2002)Novel ini bukanlah sekuel, melainkan perpanjangan cerita dari Jendela-Jendela, yang kali ini berpusat pada karakter adik June yang bernama Djati Suryo Wibowo. Bowo, begitu ia biasa dipanggil, memiliki indra keenam yang membuatnya mampu melihat sosok dari alam gaib. Indra keenam dan hubungan erat Bowo dengan neneknya, menjadi fondasi perguliran cerita Pintu yang kemudian mencakup kasus pembunuhan, penipuan, dan jalinan romansa dengan beberapa wanita yang berakhir tragis.

Sama halnya dengan Jendela, novel Pintu juga menyajikan potongan-potongan cerita dalam kehidupan tokoh utama yang kadang terasa tak ada kaitannya satu sama lain. Namun, berbeda dengan Jendela yang terasa lebih “urban,” Pintu lebih terkesan memuat banyak hal-hal spiritual dan mistis yang lekat dengan budaya Kejawen. Walau begitu, elemen roman tetap menjalar kuat dengan pintu hati Bowo yang akhirnya terketuk oleh kehadiran sosok cinta sejati.  

Namun, berbeda dengan Jendela yang terasa lebih “urban,” Pintu lebih terkesan memuat banyak hal-hal spiritual dan mistis yang lekat dengan budaya Kejawen.

Novel Atap (2002) menjadi penutup trilogi. Kali ini, June dan Bowo dipertemukan di atas atap rumah, tempat mereka saling bercerita tentang kehidupan mereka. Kisah pun kembali ke masa lalu, di mana June berusaha memperbaiki hubungannya dengan Jigme. Dikisahkan, atas saran sang suami, mereka pun berlibur ke kota tempat dia kuliah di Amerika. Sementara itu, Bowo diceritakan tetap bergelut dengan dunia supranatural dan menjalani kisah cinta yang rumit akibat berpoligami. 

Sekilas, pembaca akan merasa sulit untuk menemukan benang merah dari trilogi novel Jendela-Pintu-Atap ini. Seperti telah disebut sebelumnya, alur ceritanya kerap melebar tak bertautan sekaligus tak terduga. Mungkin, sang penulis memang ingin menyodorkan representasi realistis tentang kehidupan urban dari masyarakat Indonesia yang tak lepas dari hal-hal yang berbau mistis. Jelas, sosok June dan Bowo sempurna mewakili kedua elemen tersebut. 

Mungkin, sang penulis memang ingin menyodorkan representasi realistis tentang kehidupan urban dari masyarakat Indonesia yang tak lepas dari hal-hal yang berbau mistis.

Selama berkarier sebagai penulis, Fira Basuki konsisten menampilkan sosok wanita urban dengan segala tantangan hidup yang menyertainya, baik secara eksternal maupun internal. Novel-novel lanjutannya pun tetap mengangkat tema serupa seperti Biru (2003) dan Rojak (2005). Tentu saja, trilogi Jendela-Jendela, Pintu, Atap dapat menjadi fondasi yang kokoh bagi para pembaca untuk mengenal karya-karya lain dari Fira Basuki. 

Informasi Selengkapnya