“Usu Mae Upu”
Kata di atas adalah kata yang akan dijumpai para pengunjung Museum Siwalima ketika pertama memasuki pintu masuk Museum. Kata “Usu Mae Upu” adalah bahasa asli setempat dan mempunyai arti “Mari silahkan masuk”. Kata tersebut adalah sebuah bentuk keramahan yang memang dimiliki masyarakat Ambon dan Maluku secara umum sejak masa lalu. Kata ini adalah kata yang mengawali perjalanan saya mengenal lebih jauh tentang Maluku di Museum Siwalima.
Museum Siwalima adalah museum penting yang banyak memiliki informasi mengenai hal-hal terkait Maluku dan kekayaan alam serta budayanya. Museum ini berada di kawasan Taman Makmur, desa Amasuhu Kecamatan Nusaniwe, Ambon, Maluku. Dari pusat kota, jarak tempuh menuju Museum ini hanya 5 kilometer yang akan dicapai hanya dalam waktu sekitar 10 menit saja dengan kendaraan bermotor. Lokasi Museum yang dibangun pada tahun 1973 ini cukup eksotis karena berada di atas bukit yang menghadap langsung ke Teluk Ambon.
Kata Siwalima sendiri diambil dari bahasa setempat dan berasal dari dua kata. Kata tersebut adalah Ulisiwa yang berarti kumpulan Sembilan dan Patalima yang berarti kumpulan lima. Kedua kata tersebut menunjuk pada 9 kerajaan yang menguasai Maluku Selatan dan lima kerajaan yang menguasai Maluku bagian utara. Dari dua kata ini, terciptalah satu arti baru Siwalima yang mewakili kekayaan sejarah, alam, dan budaya Maluku, tanah para raja-raja.
Pendirian Museum Siwalima berawal dari Undang-undang Belanda yang mengharuskan Belanda untuk mengembalikan barang-barang sejarah ke Maluku pada tahun 1970. Barang-barang bersejarah tersebut banyak tertumpuk di panampungan dan membutuhkan tempat agar lebih berguna lagi. Kemudian, ditemukanlah satu lokasi yang dulunya gedung markas pasukan pembebas Irian Barat dan disebut Taman Makmur. Tempat inilah yang akhirnya menjadi lokasi pendirian Museum dan berfungsi menampilkan serta menampung benda-benda bersejarah hibah dari Belanda tersebut.
Awalnya, Museum Siwalima hanya berisi benda-benda yang berhubungan dengan sejarah dan budaya Maluku saja. Namun seiring perkembangan jaman, Museum ini juga menampilkan dunia Maritim yang dimiliki oleh Maluku dan disebut sebagai Museum Kelautan Siwalima. Akhirnya, kini Museum Siwalima terbagi menjadi dua bagian penting yaitu Museum Budaya yang berisi segala hal terkait budaya Maluku. Sedangkan bagian kedua adalah Museum Kelautan yang menyimpan sejarah kelautan Ambon.
Pada bagian Museum Budaya Siwalima, saya melihat berbagai peninggalan budaya dan hal-hal yang berkaitan dengan sejarah perkembangan masyarakat Maluku. Mulai dari Baju adat, senjata khas, berbagai upacara adat, dan artefak-artefak sejarah Maluku tersimpan rapih dan terawat pada bagian ini. Bahkan, sesuai dengan aturan yang dibuat oleh pengelola Museum kamera dengan sinar blitz tidak diperkenankan memotret benda-benda seperti kain atau foto-foto yang sudah tua. Banyak informasi yang akan diperoleh terkait kehidupan masyarakat Maluku dari masa ke masa.
Pada bagian lain, Museum Kelautan tidak kalah memberikan informasi yang sangat menarik pada saya. Informasi tersebut terutama terkait sejarah kelautan Maluku yang dikenal memiliki keunggulan sejak masa lampau. Saya menjadi tahu bahwa pada dasarnya masyarakat Maluku itu sebagian besar aktifitasnya dilakukan di lautan, termasuk perdagangan, pencarian ikan, hingga perang. Kejayaan lautan Maluku tidak hanya dapat dilihat di masa kini, namun juga sejak masa lampau. Selain itu, sebuah kerangka Ikan Paus besar berukuran hingga 23 meter menjadi atraksi yang menarik dan menyita perhatian saya.
Museum Siwalima adalah sarana pendidikan yang cukup efektif bagi generasi masa kini untuk lebih mengenal lagi tentang kehidupan Maluku dari masa lalu. Pemerintah perlu lebih lagi memperhatikan keberadaan Museum ini. Masyarakat juga perlu menumbuhkan rasa ingin tahu dan hasrat untuk lebih mengeksplorasi kekayaan sejarah maupun fakta-fakta terkait keberadaan Maluku di bumi Nusantara. Pada akhirnya, Museum Siwalima akan menjadi ujung tombak warisan pengetahuan budaya dan sejarah Maluku dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Baca juga: Menelusuri Sejarah Palembang di Museum Balaputera Dewa
[Phosphone/IndonesiaKaya]