Kita semua sudah tahu betul bahwa kepulauan Indonesia memiliki ratusan bahkan ribuan suku bangsa. Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2010 tercatat ada 1.340 suku yang berada di Indonesia. Salah satunya adalah suku Minahasa. Suku ini merupakan penduduk asli yang berasal dari Semenanjung Minahasa di Sulawesi Utara. Masyarakat Suku Minahasa tersebar di beberapa wilayah seperti Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Minahasa Tenggara, Kabupaten Minahasa Utara, Kota Bitung, Kota Manado, dan Kota Tomohon.
baca : tari tradisional manado
Dahulu kala, Minahasa dikenal dengan nama Malesung, dan kata Minahasa berasal dari kata minesa, mahasa, minahasa yang mempunyai arti menjadi satu. Hal ini merujuk pada musyawarah-musyawarah tertinggi di Minahasa pada masa lalu, dalam rangka menyelesaikan perselisihan atau konflik antar mereka, membagi batas-batas wilayah sub etnik, dan membicarakan persatuan menghadapi musuh dari luar. Namun, nama Minahasa muncul pertama kali dalam laporan Residen J.D Schierstein, 8 Oktober 1789 yaitu tentang Tondano dan Tonsawang (Goode Molsbergen, 1928:53).
Nama Minahasa muncul pertama kali dalam laporan Residen J.D Schierstein, 8 Oktober 1789 yaitu tentang Tondano dan Tonsawang (Goode Molsbergen, 1928:53).
Suku Minahasa merupakan suku bangsa terbesar di Provinsi Sulawesi Utara, oleh karena itu orang Minahasa sering disebut sebagai orang Manado. Layaknya suku bangsa lain yang menempati wilayah Indonesia, masyarakat Minahasa juga memiliki beragam bentuk kebudayaan.
Seni tari adalah salah satu aspek yang melekat pada kehidupan masyarakat Minahasa sejak dahulu kala. Kedekatan ini diperkuat dengan adanya kepercayaan kepada Dewi Penari dengan nama Ruwintuwu. Persinggungan antara kepercayaan terhadap Dewi Penari dengan Dewi Kesuburan pun melahirkan berbagai kesenian tradisional suku Minahasa. Beberapa tarian tradisional Minahasa yang terkenal adalah tari maengket, tari kabasaran, tari mesalai dan tari katrili.
Sejarah Tari Katrili
Tari katrili merupakan tarian yang biasanya dipentaskan oleh para muda-mudi Minahasa secara berpasangan, antara laki-laki dan perempuan. Tarian ini adalah sebuah tarian yang tercipta dari akulturasi antara budaya Minahasa dengan budaya Eropa yaitu Portugis-Spanyol di Sulawesi Utara.
Tari Katrili ada sejak bangsa Spanyol dan Portugis datang ke Provinsi Sulawesi Utara. Saat itu mereka datang untuk membeli hasil bumi dari Minahasa. Dikarenakan hasil yang didapat sangat banyak, maka bangsa Spanyol dan Portugis merayakannya dengan pesta yang sangat meriah dan diramaikan dengan tarian yang dilakukan secara berpasangan. Mereka kemudian sering mengajak warga pribumi untuk ikut serta dalam perayaan tersebut di tarian perayaan ini.
Tari Katrili ada sejak bangsa Spanyol dan Portugis datang ke Provinsi Sulawesi Utara.
Lama kelamaan tarian tersebut menjadi kebiasaan masyarakat Minahasa, meskipun bangsa Spanyol dan Portugis sudah tidak ada lagi di sana. Kemudian, tarian ini dikembangkan dan dipadukan dengan kesenian asli masyarakat Minahasa, baik dari segi gerakan, formasi, kostum dan juga musik pengiring tarian. Dari sinilah muncul tari katrili.
Dalam buku Sejarah dan Kebudayaan Minahasa, penulis Jessy Wenas mengungkapkan bahwa tari katrili secara etimologi berasal dari bahasa Eropa, yaitu quadrille, yang kemudian diadaptasi oleh masyarakat Minahasa dan berubah menjadi katrili.
Tari katrili juga disebutkan berasal dari tarian lalaya’an ne kawasaran, yaitu tarian yang penarinya membentuk dua baris dan saling berhadapan untuk membentuk formasi dan bertukar tempat. Pada masa pendudukan Spanyol di Minahasa, tarian lalaya’an ne kawasaran berubah menjadi tarian pergaulan yang disebut dengan lansee. Tarian ini ditarikan oleh pasangan penari pria dan perempuan yang saling berputar dan bertukar posisi.
Tari katrili juga disebutkan berasal dari tarian lalaya’an ne kawasaran, yaitu tarian yang penarinya membentuk dua baris dan saling berhadapan untuk membentuk formasi dan bertukar tempat.
Pementasan Tari Katrili
Tari katrili biasa dilakukan oleh 4 hingga 8 pasangan pria dan wanita. Tarian ini memiliki dua jenis langkah, yaitu waltz irama 3/4 dan gallop langkah 2/4, dengan aba-aba komando yang dilakukan oleh pemimpin tari dalam bahasa Prancis. Tari katrili sendiri menggambarkan tentang kesetiaan. Tarian ini juga menggambarkan sifat masyarakat Sulawesi Utara yang terbuka dalam menyambut tamu yang datang.
Penari katrili perempuan mengenakan gaun dan aksesori seperti kalung, anting, dan juga gelang, sedangkan penari pria mengenakan jas dan topi. Penampilan ini tentunya membuktikan kedekatan tari katrili dengan kebudayaan Eropa.
Saat ditarikan, seorang penari dalam grup tari katrili memiliki tugas sebagai katapel, yaitu komando tari. Tugasnya adalah mengeluarkan aba-aba kepada para penari untuk melakukan gerakan tertentu. Pada masa pendudukan Spanyol di Minahasa, aba-aba yang diumumkan oleh katapel menggunakan bahasa Portugis-Spanyol.
Saat ditarikan, seorang penari dalam grup tari katrili memiliki tugas sebagai katapel, yaitu komando tari.
Dalam pementasannya, tari katrili diiringi oleh musik tradisional Minahasa dengan percampuran musik country. Beberapa kelompok tari Minahasa juga sering menggunakan suara kolintang sebagai musik pengiring. Namun, saat ini kebanyakan pementasan tari katrili lebih memilih rekaman musik digital sebagai musik pengiringnya. Kini, tari katrili dijadikan sebagai tarian muda-mudi oleh masyarakat Minahasa yang sering dipentaskan dalam berbagai acara, seperti pesta kebudayaan dan penyambutan tamu penting dan agung.