Salah satu kesenian khas yang menjadi icon Kabupaten Banyuwangi adalah Tari Gandrung. Tari yang masih satu aliran dengan Jaipong (Jawa Barat) dan Ronggeng (Jawa Tengah) ini menjadi hiburan rakyat di acara-acara hajatan. Tari Gandrung biasanya disuguhkan dalam menyambut musim panen raya, resepsi pernikahan, khitanan, serta seremonial lainnya. Tarian ini ditampilkan sebagai penghargaan bagi para hadirin dan tamu undangan.
Ada banyak versi mengenai awal kemunculan tari ini. Salah satunya menyebut tari ini muncul setelah kekalahan pahit yang dialami rakyat Blambangan saat melawan VOC. Kesenian ini awalnya digunakan sebagai pemersatu rakyat Blambangan yang tercerai berai akibat kekalahan itu. Pada awalnya, Gandrung dibawakan oleh kaum pria yang berdandan seperti perempuan. Seiring waktu dan perubahan zaman, Tari Gandrung kini dibawakan oleh kaum wanita.
Dalam pertunjukkan Tari Gandung, setidaknya ada tiga bagian yang ditampilkan. Pertama adalah jejer yaitu bagian ketika penari Gandrung menari sendiri atau berkelompok, tanpa melibatkan tamu. Selepas jejer, adalah paju (atau maju), yaitu setiap penari akan mendampingi para tamu yang maju ke panggung untuk ikut menari secara bergantian. Penutup dari pertunjukkan Gandrung adalah seblang subuh. Pada bagian ini, gerakan penari akan melambat dengan iringan gending bertema sedih, antara lain ÛÏseblang lokentoÛ.
Busana penari Gandrung pada masa kini terdiri dari penutup badan, bawahan, dan hiasan kepala. Bagian badan penari Gandrung ditutupi bahan beludru berbenang emas dan berselendang. Untuk kostum bagian bawah, biasanya menggunakan jarik (kain) batik, dengan motif yang paling umum adalah corak Gajah Oling. Sebagai hiasan kepala, digunakan omprok, semacam mahkota dari kulit kerbau dengan ornamen berwarna. Selain itu, biasanya penari Gandrung membawa 1-2 buah kipas.