Gotong singa atau yang lebih dikenal dengan sebutan sisingaan merupakan kesenian khas tanah Pasundan. Seni pertunjukan yang lahir dan berkembang di daerah Subang ini memadukan seni tari dengan seni keterampilan.
Dalam bahasa setempat, “sisingaan” berarti singa tiruan. Hal ini merujuk pada bentuk singa yang menjadi bagian dalam pertunjukan. Dipilihnya singa sebagai bagian dari pertunjukan bukan karena binatang ini memiliki arti penting bagi kehidupan masyarakat Subang.
Bentuk singa dipilih sebagai tandingan lambang singa kembar milik para penjajah.
Kesenian ini muncul sekitar tahun 1840. Saat itu, daerah Subang dikuasai oleh penjajah dari Belanda dan Inggris. Kesenian sisingaan lahir sebagai bentuk perlawanan masyarakat Subang terhadap pemerintahan kolonial. Bentuk singa dipilih sebagai tandingan lambang singa kembar milik para penjajah.
Selain itu, kesenian ini pun hadir sebagai sarana hiburan kepada masyarakat. Kehidupan masyarakat Subang saat itu sangat menderita karena pemerintahan yang dikuasai oleh penjajah.
Versi lain mengenai kehadiran kesenian ini berkaitan dengan anjungan Jawa Barat di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta. Saat akan selesai dibangun, Kabupaten Subang tidak memiliki sumbangsih terhadap anjungan Jawa Barat. Karenanya, Bupati Subang menciptakan sisingaan sebagai bentuk sumbangsih daerah Subang terhadap anjungan Jawa Barat di TMII.
Anak-anak yang duduk di sisingaan biasanya merupakan pengantin sunat.
Boneka singa yang digunakan dalam pertunjukan ini dibuat dari kayu dan bambu yang dibalut dengan kain berwarna cerah sehingga memberikan kesan yang menarik. Pada bagian punggung singa, dibuat lekukan sebagai tempat duduk yang nyaman. Di lekukan ini, akan duduk anak-anak atau tamu kehormatan. Anak-anak yang duduk di sisingaan biasanya merupakan pengantin sunat.
Sisingaan akan digotong oleh empat orang penandu. Saat ditampilkan, kesenian ini akan diiringi oleh musik khas tanah Pasundan. Alat-alat musik seperti kendang indung, kulanter, bonang, tarompet, goong, kempul, dan kecrek akan mengiringi selama pertunjukan ini berlangsung.
Pertunjukan sisingaan dimulai dengan sambutan dari ketua kelompok sisingaan. Setelahnya, akan diberikan aba-aba yang menandakan kesenian sisingaan dimulai. Pemain musik mulai memainkan alat musik masing-masing. Lantunan musik yang dihasilkan akan membuat penjuru tempat berlangsungnya acara menjadi semarak.
Para penandu yang biasanya pria akan mulai melakukan gerakan-gerakan mengikuti alunan musik. Sambil menggotong sisingaan, para penandu berusaha menjaga keseimbangan, keselarasan, serta kekompakan gerakan mereka. Gerakan-gerakan yang ditampilkan terlihat dinamis sehingga pertunjukan yang disajikan menjadi lebih semarak. Rombongan pun kemudian mengarak sisingaan keliling kampung.
Sisingaan juga dipercaya sebagai ungkapan rasa syukur atas semua berkah yang telah diberikan oleh Sang Pencipta.
Musik ceria yang dipadu dengan gerak dinamis membuat kesenian ini sebagai pertunjukan yang menarik. Warga tanah Pasundan yang berasal dari berbagai golongan pun larut dalam suasana yang ditawarkan, bersuka cita bersama rombongan sisingaan.
Diminatinya pertunjukan sisingaan oleh masyarakat Jawa Barat menjadi keuntungan tersendiri bagi penggiat kesenian ini. Sisingaan juga dipercaya oleh masyarakat Sunda sebagai ungkapan keselamatan serta rasa syukur atas semua berkah yang telah diberikan oleh Sang Pencipta.