Masyarakat Minangkabau dikenal memiliki kekayaan seni musik tradisional yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari dan berbagai upacara adat. Di antara beragam alat musik yang mereka miliki, terdapat satu instrumen tiup yang memiliki bunyi khas dan daya magis tersendiri: serunai. Alat musik tiup ini kerap menjadi pengiring dalam upacara adat, seperti batagak panghulu atau penobatan kepala suku, serta hadir dalam berbagai pertunjukan seni tradisional Minangkabau. Suaranya yang melengking nyaring dipercaya mampu membangkitkan semangat sekaligus memberi nuansa sakral pada setiap perhelatan.
Selain digunakan dalam acara adat, alat musik bernada pentatonis ini juga sering dimainkan di waktu senggang, terutama oleh para petani atau penggembala yang beristirahat setelah bekerja di ladang. Dalam konteks ini, serunai menjadi teman pengisi waktu, menghadirkan hiburan sederhana yang menyatu dengan alam pedesaan Minangkabau.
Alat musik tiup ini kerap menjadi pengiring dalam upacara adat.
Secara fisik, serunai dibuat dari dua potong bambu atau kayu berongga dengan ukuran berbeda. Batang kecil yang disebut puput (pupuik) menjadi bagian yang ditiup oleh pemain dan berfungsi sebagai sumber bunyi utama. Sementara batang yang lebih besar memiliki empat hingga enam lubang nada untuk mengatur tinggi rendahnya suara. Kedua bagian ini disambungkan hingga membentuk satu kesatuan utuh yang menghasilkan nada khas saat dimainkan.
Untuk memperkuat resonansi bunyinya, pada bagian depan serunai biasanya dipasangi corong yang terbuat dari tanduk kerbau, kayu gabus, atau bahkan tempurung kelapa. Bentuk corong yang melebar di ujungnya berfungsi memperbesar volume suara sekaligus memperhalus gema yang dihasilkan. Dengan tambahan corong ini, dentingan serunai terdengar lebih kuat dan mampu menjangkau area yang lebih luas.
Di balik bentuknya yang sederhana, serunai menyimpan nilai budaya yang mendalam.
Ukuran alat musik ini tergolong kecil, hanya sekitar 20 sentimeter tanpa corong. Namun di balik bentuknya yang sederhana, serunai menyimpan nilai budaya yang mendalam. Bunyi yang dihasilkannya bukan sekadar nada, tetapi juga cerminan perasaan dan ekspresi masyarakat Minangkabau—kadang riang, kadang syahdu, tergantung pada suasana dan tujuan permainannya.
Kini, meski alat musik modern semakin banyak digunakan, serunai tetap menjadi simbol identitas seni tradisional Minangkabau. Keberadaannya tak hanya memperkaya khazanah musik daerah, tetapi juga menjadi saksi hidup bagaimana masyarakat Minang menjaga harmoni antara tradisi, alam, dan kehidupan sehari-hari.








