Cari dengan kata kunci

Sei

Mencicipi Sei, Kuliner Viral dari Tanah Rote Ndao

Bara api berkobar mengasapi daging, dengan tetesan lemaknya yang menghembuskan aroma khas daging asap. Spontan, perut berdendang pertanda minta diisi.

Kuliner

Dalam beberapa tahun terakhir, sei, salah satu olahan daging sapi asap, telah menjadi kuliner daerah yang semakin populer. Olahan khas dari Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT), ini disukai berbagai kalangan. Sei bahkan telah menjadikan Kupang terpilih sebagai tempat dengan makanan tradisional terpopuler dalam ajang Anugerah Pesona Indonesia (API) 2017.

Dalam bahasa Rote, “sei” berarti daging yang dipotong tipis memanjang dan diasap hingga matang. Lebar irisan sei umumnya berkisar antara 2-3 cm. Sei merupakan makanan khas suku Rote yang kemudian populer dan digemari masyarakat NTT.

“Sei” (dalam Bahasa Rote) berarti daging yang disayat dalam ukuran kecil memanjang kemudian diasapi dengan bara api hingga matang.

Proses pengolahan sei bertujuan untuk memperpanjang daya tahan simpan, meningkatkan nilai gizi, dan meningkatkan nilai ekonomi daging sapi maupun daging babi. Seperti yang disebutkan dalam penelitian Zulham Sunayardi, dkk. yang berjudul Karakteristik Mutu Sei Sapi yang Diolah Secara Tradisional terhadap Berbagai Kombinasi Waktu dan Suhu Pengasapan di Jurnal Ilmu Ternak Universitas Padjajaran, daging sei telah melalui proses penggaraman (kuring) dan pengasapan dengan suhu dan waktu tertentu.

Proses kuring sendiri memakan waktu sekitar 6-12 jam agar bumbu meresap dan daging matang sempurna saat diasapi. Tujuannya adalah untuk menghasilkan daging sei dengan aroma khas, warna merah cerah yang menggugah selera, rasa lebih gurih, dan masa penyimpanan yang lebih lama. Selain itu, pengasapan juga bertujuan agar tampilan daging terlihat lebih menarik, menghambat pertumbuhan mikroorganisme, dan meningkatkan cita rasa.

Pengasapan daging sei tradisional biasanya menggunakan kayu kosambi yang menghasilkan aroma lebih khas dibandingkan dengan pengasapan yang menggunakan tempurung kelapa. Selain kayunya yang dijadikan arang, daun kosambi juga digunakan untuk menutupi daging saat diasapi. Hal ini dilakukan agar selama proses pengasapan, rasa khas daun kosambi dapat meresap ke dalam daging, sekaligus mempertahankan warna merah daging, mencegah jamur, dan membuat tekstur daging menjadi lebih lunak. Daging sei kemudian dibalik setiap 15 menit sekali hingga mencapai tingkat kematangan. Proses pengasapan ini berlangsung selama 9 jam.

Tanaman kosambi sendiri tergolong dalam satu subfamili dengan tanaman lengkeng hutan, sehingga pengasapan juga dapat dilakukan menggunakan kayu tanaman lengkeng sebagai alternatif jika tidak ada kayu kosambi.

Pengasapan juga bertujuan agar tampilan daging terlihat lebih menarik, menghambat pertumbuhan mikroorganisme, dan meningkatkan cita rasa.

Menurut laman resmi Kebudayaan Kemendikbud Republik Indonesia, sei pada awalnya terbuat dari daging sapi, babi, atau bahkan rusa. Alasannya, suku Rote pada masa itu biasa berburu di hutan dan memanfaatkan hasil buruan mereka. Daging rusa yang diperoleh dimakan sebagian, dan sisanya diolah menjadi sei agar tahan lama dan dapat dikonsumsi di kemudian hari sebagai persediaan makanan.

Seiring waktu, rusa dikategorikan sebagai hewan yang dilindungi, sehingga sei daging rusa tidak lagi diproduksi. Sebagai gantinya, sei daging babi menjadi pilihan utama karena masyarakat NTT lebih menyukainya. Namun, kini sei dibuat dengan berbagai bahan baku seperti daging sapi, ayam, dan ikan agar dapat dinikmati oleh semua kalangan.

Di daerah asalnya, daging sei biasanya dinikmati dengan sambal lu’at, sambal khas NTT dengan rasa pedas, asam, dan aroma yang kuat yang dibuat dari jeruk nipis, cabai, dan daun lu’at. Namun, di kota-kota besar, daging sei juga disajikan dengan berbagai sambal lain, seperti sambal matah, rica-rica, bahkan sambal terasi sesuai selera.

Ingin membuat daging sei sendiri di rumah agar bisa diolah dan dinikmati kapan saja bersama keluarga tercinta? Ini dia resepnya. Jangan lupa, nikmati sei dengan nasi hangat dan tumis daun pepaya atau daun singkong. Selamat mencoba resepnya.

Sei

Bahan:

  • 2 sdm minyak goreng
  • 5 siung bawang putih, haluskan
  • 500 gr daging sei sapi siap pakai, iris tipis
  • 1 sdt garam

Tumis Daun Singkong:

  • 3 sdm minyak goreng
  • 8 butir bawang merah, iris halus
  • 6 siung bawang putih, iris halus
  • 2 buah cabai merah keriting, iris serong tipis
  • 1 sdt garam
  • 300 gr daun singkong, rebus, iris kasar

Sambal Lu’at:

  • 1 buah jeruk purut
  • 20 buah cabai rawit merah
  • ½ sdt garam
  • 1 sdt terasi bakar
  • 5 butir bawang merah, iris halus
  • 2 sdm daun kemangi, iris halus
  • 2 batang daun ketumbar, iris halus
  • 1 buah tomat, iris dadu kecil
  • 1 sdt gula pasir

Cara membuat:

  1. Tumis daun singkong: Panaskan minyak dalam wajan, tumis bawang merah, bawang putih, dan cabai hingga harum.
  2. Tambahkan garam, aduk. Masukkan daun singkong, masak hingga bumbu rata. Angkat. Sisihkan.
  3. Sambal lu’at: Parut kulit jeruk purut, peras airnya. Sisihkan.
  4. Menggunakan cobek, tumbuk kasar cabai rawit, kulit jeruk purut, garam, dan terasi. Masukkan irisan bawang merah, daun kemangi, daun ketumbar, tomat, gula, dan perasan air jeruk purut. Aduk rata. Sisihkan.
  5. Sei. Panaskan minyak dalam wajan, tumis bawang putih hingga harum.
  6. Masukkan daging dan garam, aduk rata. Angkat. Sajikan segera dengan tumis daun singkong dan sambal lu’at.
Informasi Selengkapnya
  • Indonesia Kaya

  • Indonesia Kaya

  • Wakhyuningngarsih. https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbbali/sei-olahan-daging-melalui-pengasapan-yang-telah-dilakukan-masyarakat-nusa-tenggara-timur-sejak-zaman-nenek-moyang/. Diakses pada 31 Juli 2022. Pkl. 07.43 WIB

    Sunaryadi, Zulham, dkk. 2021. “Karakteristik Mutu Sei Sapi yang Diolah Secara Tradisional terhadap Berbagai Kombinasi Waktu dan Suhu Pengasapan”. Jurnal Ilmu Ternak Unpad. Juni 2021, 21 (1): 58-65. Diakses pada 31 Juli 2022, Pkl. 08.32 WIB