Sate Buntel dan Tengkleng, Kuliner Daging Kambing yang Menggugah Selera - Indonesia Kaya

Cari dengan kata kunci

DSC05174

Sate Buntel dan Tengkleng, Kuliner Daging Kambing yang Menggugah Selera

Dua hidangan daging kambing khas Solo yang berasal dari resep turun-temurun dan diwariskan dari generasi ke generasi.

Kuliner

Solo, kota di Jawa Tengah yang dikenal sebagai jiwanya Jawa memiliki kekayaan kuliner tradisional yang menggugah selera. Keunikan kuliner Solo yang berasal dari resep turun-temurun dan diwariskan dari generasi ke generasi menjadikannya bagian dari warisan budaya Jawa Tengah yang tak lekang oleh waktu. Oleh karena itu, semboyan “Solo the Spirit of Java” dan kekayaan kuliner kota Solo merupakan dua hal yang tak bisa dipisahkan dan akan menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan yang ingin merasakan keunikan budaya Jawa Tengah dan cita rasa kulinernya.

Selain dikenal berkat Keraton Kasunanan, Solo juga menjadi surganya pecinta kuliner kambing dan sapi. Apalagi kalau bukan sate dan tengkleng. Jika sate biasa disajikan dengan daging yang dipotong-potong kemudian dibakar, lain halnya dengan sate buntel yang bisa Anda temui di sudut-sudut kota Solo. 

Lim Hwa Youe adalah orang Tionghoa yang memperkenalkan sate buntel pada 1948. Mulanya sate buntel dibuat karena melihat sisa dari daging kambing yang keras. Kemudian Lim Hwa Youe menemukan ide untuk mencincang daging kambing yang agak keras tersebut dan diolah dengan rempah-rempah lainnya, lalu dibungkus lemak kambing agar tidak pecah saat dibakar. Jika dibandingkan dengan sate pada umumnya, sate buntel punya ukuran yang lebih besar. Maka dari itu sate buntel biasa disajikan dua tusuk seporsinya.

Bentuknya yang istimewa mencerminkan cita rasa sate buntel yang lembut, manis, dan kaya akan rempah yang aromatik. Sate jenis ini biasa disajikan bersama dengan bumbu kecap, bawang merah, tomat, dan kol. Perpaduan bumbu kecap, sate buntel, bawang merah, dan nasi panas, siapa yang sanggup menolaknya.  

Makan sate buntel lebih nikmat ditemani tengkleng. Sama-sama berbahan dasar daging kambing, tengkleng sendiri merupakan kuliner berbahan dasar daging kambing yang dominan balungan (tulang) dan juga jeroan lengkap dengan yang kuah yang diolah seperti gulai tetapi dengan sedikit kuah. Cita rasa gurih manis dan sedikit pedas membuat tengkleng juga banyak dicari wisatawan lokal maupun mancanegara. 

Tidak banyak  masyarakat dunia yang mampu mengolah bagian jeroan hewan sebaik orang Indonesia. Dan warga Solo adalah salah satunya. Tengkleng lahir saat penjajahan Jepang yang mana pada saat itu, masyarakat Solo kekurangan bahan makanan. Akhirnya muncul inspirasi untuk mengolah jeroan kambing yang pada waktu itu dianggap sampah atau limbah. Karena bagian dagingnya lebih banyak dikonsumsi oleh masyarakat ekonomi menengah ke atas. 

Untuk menghasilkan daging yang empuk dibutuhkan waktu memasak minimal 45 menit. Penggunaan bara api dalam proses memasak juga membuat daging di sekitar tulang matang sempurna, empuk dan juga memiliki aroma asap dalam setiap setiap suapan. Tekstur kuah  kental membuat tengkleng juga membuat tengkleng terlihat mirip dengan tongseng. Penggunaan tulang dan jeroan seperti sumsum, telinga, usus, ati dan jeroan lain yang lebih banyak menjadikan perbedaan paling signifikan antara tengkleng dan tongseng yang dominan menggunakan daging (Menilik Kuliner Solo-Yogyakarta, 2019). Selain itu kuah yang lebih encer karena tidak menggunakan santan juga memberikan sensasi segar dan menggugah selera.

Jika berkunjung ke Solo, pastikan menu sate buntel dan tengkleng tidak luput dari daftar kuliner yang ingin disambangi bersama orang-orang tersayang.

Informasi Selengkapnya