Mendekati acara puncak Seren Taun, alun-alun Kampung Budaya Sindang Barang terlihat ramai dari biasanya. Setelah para kokolot melakukan berbagai ritual seperti netepkeun, ngembang ke makam leluhur, dan mengumpulkan air dari tujuh mata air melalui ritual Gala Cai Kukulu, tiba saatnya untuk melakukan sedekah daging melalui ritual Nugel Si Pelen.
Ritual Nugel Si Pelen berasal dari kata nugel yang dalam Bahasa Sunda berarti memotong, dan si pelen merupakan nama dari hewan yang dikorbankan. Jadi secara harfiah, Nugel Si Pelen dapat dimaknai dengan memotong hewan kurban yang kemudian dagingnya dibagi-bagikan kepada masyarakat. Uniknya, hewan yang dikorbankan biasanya berupa kerbau atau kambing berwarna hitam.
Secara harfiah, Nugel Si Pelen berarti memotong hewan kurban dan membagi-bagikan dagingnya kepada masyarakat.
Dalam Seren Taun Guru Bumi tahun 2013 lalu, Kampung Budaya Sindang Barang melakukan ritual Nugel Si Pelen dengan mengorbankan seekor kambing berwarna hitam. “Dipilihnya kambing berwarna hitam bukan tanpa alasan, kami percaya kambing hitam mampu menghubungkan kami dengan para leluhur secara batin,” kata Abah Ukat, salah seorang masyarakat dari Kampung Budaya Sindang Barang.
Nugel Si Pelen lebih dari sekadar ritual. Di dalamnya terkandung makna yang dalam tentang arti penting saling berbagi. Membagi-bagikan daging hewan dalam ritual ini juga merupakan wujud ungkapan rasa syukur atas panen raya dan kesejahteraan yang diberikan Allah.
Keesokan harinya setelah ritual Nugel Si Pelen, tradisi Seren Taun memasuki ritual puncak. Pada acara puncak ini digelar ritual Helaran Dongdang yang dilanjutkan dengan memasukkan padi hasil panen ke dalam leuit, yaitu rumah di area Kampung Budaya Sindang Barang yang difungsikan sebagai lumbung padi. Abah Ukat melanjutkan, berbagai rangkaian ritual dalam tradisi Seren Taun yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Budaya Sindang Barang mengikuti pola yang tertulis dalam Babat Padjajaran dan pantun Bogor.