Mengunjungi Rumah Adat Banjar Berusia Ratusan Tahun - Indonesia Kaya

Cari dengan kata kunci

rumah adat banjar

Mengunjungi Rumah Adat Banjar Berusia Ratusan Tahun

Di setiap sudutnya, terukir kisah leluhur, nilai-nilai budaya, dan filosofi hidup yang diwariskan turun-temurun.

Tradisi

Wisata budaya menjadi hal yang sangat menarik untuk dieksplorasi, apalagi wisata budaya di Indonesia. Setiap daerah di Indonesia memiliki keragaman budaya yang khas, dan salah satu budaya yang tidak boleh terlewat untuk dijelajahi adalah kebudayaan rumah adat dari Kalimantan Selatan

Cagar Budaya Teluk Selong, yang berada di Jalan Martapura Lama No. 28, Desa Teluk Selong Ulu, Kecamatan Martapura Barat, Kota Martapura, Kabupaten Banjar ini, terletak sekitar 4 km dari arah timur Kota Banjarmasin dan 3,2 km dari Kota Martapura. Di sini terdapat dua buah rumah adat Banjar legendaris yang berusia ratusan tahun dan rumah tua ini masih dihuni oleh pemilik aslinya. Dua rumah adat tersebut adalah rumah adat model Gajah Baliku dan Bubungan Tinggi.

Cagar Budaya Teluk Selong, yang berada di Jalan Martapura Lama No. 28, Desa Teluk Selong Ulu, Kecamatan Martapura Barat, Kota Martapura, Kabupaten Banjar ini, terletak sekitar 4 km dari arah timur Kota Banjarmasin dan 3,2 km dari Kota Martapura.

Kunjungan ke Cagar Budaya Teluk Selong tidak dipungut biaya, tetapi wisatawan sebaiknya mengisi buku tamu dan memberikan uang seikhlasnya. Hal ini dapat membantu perawatan bangunan rumah adat yang menjadi aset bangsa yang perlu terjaga kelestariannya.

Rumah Bubungan Tinggi

Rumah Banjar yang menggunakan atap bubungan tinggi dinamakan Rumah Bubungan Tinggi. Nama ini berasal dari bagian atapnya yang berbentuk atap pelana yang tinggi dan lancip ke atas dengan membentuk sudut sekitar 45º. Rumah jenis ini adalah rumah yang memiliki nilai paling tinggi di antara jenis-jenis rumah khas Banjar lainnya, karena merupakan jenis rumah yang dipergunakan sebagai kediaman raja dalam suatu pusat sentral kediaman. Karena itulah, Rumah Bubungan Tinggi menjadi ikon dan maskot dari rumah tradisional Banjar.

Rumah jenis ini adalah rumah yang memiliki nilai paling tinggi di antara jenis-jenis rumah khas Banjar lainnya, karena merupakan jenis rumah yang dipergunakan sebagai kediaman raja dalam suatu pusat sentral kediaman.

Atap bagian Rumah Bubungan Tinggi terbuat dari sirap kayu ulin berukuran panjang 50 cm dan lebar 8 cm. Atap yang menjulang tinggi dengan kemiringan sekitar 45º adalah bagian yang khas dari bangunan rumah khas Banjar ini. Dalam bahasa Banjar, atap disebut dengan hatap. Secara umum, atap pada bangunan ini dibedakan berdasarkan bagian-bagiannya dan juga peletakannya. Sedangkan, bagian atap lainnya relatif landai dengan kemiringan 15º. Komposisi ini dibuat dengan maksud untuk mempercepat jatuhnya air dari bagian tengah bangunan.

Rumah Bubungan Tinggi yang berada di Cagar Budaya Teluk Selong dibangun oleh pemilik awal, yaitu sepasang suami istri bernama H. M. Arif dan Hj. Fatimah sekitar tahun 1867. Beliau dikenal sebagai saudagar yang kaya raya pada masanya. Pada masa perjuangan merebut kemerdekaan, rumah Bubungan Tinggi ini dipergunakan oleh para pejuang kemerdekaan sebagai markas dan tempat latihan. Tidak lama setelah masa perjuangan berakhir, Rumah Bubungan Tinggi ini mulai ditinggalkan oleh penghuninya.

Rumah Bubungan Tinggi yang berada di Cagar Budaya Teluk Selong dibangun oleh pemilik awal, yaitu sepasang suami istri bernama H. M. Arif dan Hj. Fatimah sekitar tahun 1867.

Deskripsi Bangunan Rumah Bubungan Tinggi

Rumah Bubungan Tinggi memiliki luas denah dengan panjang 35,49 meter dan lebar 14 meter. Secara morfologi, bangunan terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian kaki, bagian badan, dan bagian atap. Bagian kaki merupakan tiang utama penyokong struktur bangunan terdiri dari tiang utama dan tiang penyangga. Sedangkan, bagian badan terdiri dari beberapa ruang. Ruang yang ada di bagian Bubungan Tinggi secara umum dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok ruang, yaitu:

1. Kelompok Ruang Pelataran

Memiliki tiga ruang, yaitu pelataran muka (surambi muka), pelataran tengah (surambi sambutan), dan pelataran dalam (lapangan pemedangan).

2. Kelompok Ruang Tamu

Ruang ini bersifat publik atau semi publik dan terbagi atas empat ruang, yaitu ruang antara (pacira), ruang tamu (panampik kecil), ruang tamu tengah (panampik tengah), dan ruang tamu utama (panampik besar).

3. Kelompok Ruang Tinggal

Ruang tinggal atau hunian adalah area yang sangat privat, terbagi atas tiga ruang, yaitu ruang keluarga (paledangan), ruang tidur orang tua (anjung dan anjung jurai), serta ruang tidur untuk anak (karawat dan katil).

4. Kelompok Ruang Pelayanan

Kelompok ruang ini terbagi menjadi empat ruang, yaitu ruang saji dan ruang makan (panampik dalam atau panampik padu), ruang dapur (padapuran atau padu), dan ruang penyimpanan (jorong dan ruang teras belakang). Dari keempat ruangan tersebut dipisahkan oleh dinding atau yang disebut dengan tawing. Terdapat tiga dinding pemisah dalam ruang, yaitu dinding muka (tawing hadapan), dinding pembatas (tawing halat), dan dinding pembatas dapur (tawing pahalatan padu).

Berdasarkan organisasi ruang yang ada, kelompok ruang tersusun membentuk suatu pola memanjang linear dari bagian depan hingga ke bagian belakang bangunan. Pola ini menggambarkan semakin ke tengah maka ruangan semakin bersifat pribadi.

Perbedaan dengan Rumah Gajah Baliku

Rumah ini merupakan salah satu rumah tradisional suku Banjar (rumah Banjar) yang memiliki kemiripan dengan Rumah Bubungan Tinggi. Hal yang menjadi perbedaan terletak pada tata ruang tamunya. Ruang paluaran (ruang tamu) pada Rumah Bubungan Tinggi keadaan lantainya berjenjang, sedangkan pada Rumah Gajah Baliku keadaan lantai ruang paluaran tidak berjenjang. Hal tersebut dikarenakan Rumah Bubungan Tinggi digunakan untuk bangunan keraton/ndalem sultan yang memiliki tata nilai ruang yang bersifat hierarkis.

Ruang paluaran (ruang tamu) pada Rumah Bubungan Tinggi keadaan lantainya berjenjang, sedangkan pada Rumah Gajah Baliku keadaan lantai ruang paluaran tidak berjenjang. 

Atap ruang paluran pada Rumah Gajah Baliku tidak memakai atap sengkuap (atap sindang langit) kecuali emper teras paling depan, dan memakai kuda-kuda dengan atap perisai (atap gajah). Keadaan lantai ruangan juga datar, sehingga menghasilkan bentuk bangun ruang yang dinamakan ambin sayup. Sedangkan, kedua anjung sama-sama memakai atap pisang sasikat.

Informasi Selengkapnya
  • Indonesia Kaya

  • Indonesia Kaya

  • Antara News , Detik.com , Tirto , Kemendikbud