Saat ingin menjelajahi pesisir pantai di Lombok, rasanya kurang lengkap jika tidak mengisi perut dengan camilan manis yang dipadu sedapnya kopi hitam. Jika sedang mencari camilan untuk memulai hari petualangan di Pulau Seribu Masjid ini, kudapan Cerorot bisa menjadi pilihan alternatif sarapan.
Dari sekian kuliner khas Lombok yang relatif bercita rasa gurih pedas, Cerorot masuk dalam kudapan favorit masyarakat Sasak jika ingin menikmati makanan manis. Cerorot merupakan jajanan tradisional khas Lombok yang terbuat dari santan, tepung, dan dicampurkan dengan gula merah. Jajanan Cerorot ini memiliki wadah atau bungkus yang bentuknya menyerupai kerucut yang terbuat dari daun kelapa.
Cerorot merupakan jajanan tradisional khas Lombok yang terbuat dari santan, tepung, dan dicampurkan dengan gula merah.
Cerorot seringkali disajikan dalam acara adat atau dalam perayaan tradisional seperti acara pernikahan suku sasak terutama yang berada di Desa Sade Rambitan. Sekarang, Cerorot dapat mudah ditemui karena sudah banyak diperjualbelikan di pasar-pasar tradisional sebagai salah satu oleh-oleh khas Lombok.
Tidak terdapat sumber ilmiah mengapa bentuk Cerorot bisa seperti terompet mini. Dimulai dengan seni melipat janur atau daun kelapa muda menjadi cetakan berbentuk kerucut, layaknya terompet kecil. Bahan-bahannya pun sederhana yakni tepung beras, gula merah, dan santan kelapa.
Pertama, tepung beras, gula merah, dan santan dicampur dan diaduk hingga rata. Adonan ini kemudian dituangkan ke dalam cetakan janur yang telah disiapkan.
Langkah selanjutnya adalah mengukus Cerorot. Panci tinggi diisi air secukupnya, dan cetakan Cerorot diletakkan di atas tatakan berlubang kecil di dalam panci. Uap air panas yang mendidih inilah yang akan mematangkan Cerorot.
Menariknya, sebagian Suku Sasak masih menggunakan tungku tradisional yakni jangkih yang terbuat dari tanah liat untuk memasak Cerorot. Kayu bakar kering digunakan sebagai bahan bakar, dan proses memasak berlangsung selama sekitar 30 menit.
Menariknya, sebagian Suku Sasak masih menggunakan tungku tradisional yakni jangkih yang terbuat dari tanah liat untuk memasak Cerorot.
Di antara modernisasi zaman, Suku Sasak di Lombok masih setia melestarikan tradisi leluhur mereka dalam memasak. Tungku tanah liat atau jangkih menjadi saksi bisu warisan budaya yang tak lekang oleh waktu. Api dari kayu bakar kering menari-nari, menghasilkan aroma harum yang membangkitkan selera. Di atas tungku itu, Cerorot, kue tradisional yang lezat, siap memanjakan lidah.
Baca juga: Sate Bulayak
Cerorot tak hanya lezat, tapi juga sarat makna. Dalam tradisi Sasak, Cerorot disajikan saat pesta pernikahan atau “begawe”. Warna coklat sawo matangnya melambangkan pengantin lelaki, dan bentuknya yang lonjong mengerucut yang bermakna kesuburan.
Dalam tradisi Sasak, Cerorot disajikan saat pesta pernikahan atau “begawe”.
Lebih dari itu, Cerorot menjadi simbol persatuan dua keluarga yang terjalin melalui pernikahan, dan diharapkan membawa keberkahan bagi kehidupan baru kedua mempelai. Di setiap gigitannya, terkandung doa dan harapan untuk hidup rumah tangga yang sejahtera dan dianugerahi banyak keturunan.