Kalau bicara tentang kota Bukittinggi, apa sih, yang seketika terlintas di pikiran? Salah satu yang pasti jadi jawabannya adalah Jam Gadang. Namun, jam gadang bukanlah satu-satunya ikon kota Bukittinggi, Sumatra Barat. Ada sebuah jembatan di kota yang pernah mendapat julukan Parijs van Sumatra ini.
Keberadaannya cukup mencolok. Bagaimana tidak, warna kuning dan aksen merah tampil kontras di tengah kota. Jembatan ini bernama Jembatan Limpapeh. Jembatan Limpapeh merupakan jembatan yang unik dan menakjubkan yang mencerminkan keindahan arsitektur Minangkabau dan warisan budayanya.
Pembangunan Jembatan Limpapeh
Jembatan Limpapeh dibangun pada tahun 1995. Jembatan gantung ini terletak di atas Jalan Ahmad Yani, Bukittinggi. Tujuan jembatan ini dibangun ialah untuk mempermudah perjalanan wisatawan yang ingin berkunjung ke Taman Margasatwa Kinantan dan Benteng Fort de Kock.
Nama Limpapeh berasal dari bahasa Minang yang artinya tiang tengah penyangga rumah gadang. Limpapeh juga diartikan sebagai perempuan atau ibu karena perannya sebagai penyangga utama keutuhan rumah tangga.
Nama Limpapeh berasal dari bahasa Minang yang artinya tiang tengah penyangga rumah gadang.
Jembatan Limpapeh berdiri di kawasan yang akrab dengan sebutan Kampung Cino. Jembatan sepanjang 90 meter dengan lebar 3,8 meter ini memiliki ciri khas desain rumah tradisional Minangkabau pada bagian tengahnya. Rumah tradisional Minangkabau, yang dikenal dengan atap tumpang dua yang melengkung ke atas seperti tanduk kerbau berada tepat di tengah-tengah jembatan. Atap-atap tersebut disebut gonjong, dan memberikan jembatan ini tampilan yang unik sekaligus megah.
Jembatan yang menggunakan material baja ini dibangun dengan tingkat kemiringan yang sangat rendah, sehingga memberikan akses yang mudah bagi pejalan kaki, sepeda, dan kendaraan kecil. Ini menjadikan Jembatan Limpapeh sebagai jembatan yang sangat ramah pengguna dan mudah diakses oleh semua orang.
Tidak hanya itu, ciri khas arsitektur Minangkabau juga terletak pada landasan jembatan yang sepenuhnya adalah kayu. Kayu yang digunakan tentunya kayu terpilih sehingga membuat jembatan ini tangguh dan kuat. Ini juga yang menjadi salah satu daya pikat Jembatan Limpapeh. Ketika menyeberang jembatan ini, adrenalin akan terpicu karena goyangan dan getaran akan dirasakan dari jembatan ini.
Aktivitas di Sekitar Jembatan Limpapeh
Selain jembatannya yang megah, pemandangan yang indah juga dapat disaksikan melalui jembatan ini. Pemandangan di sekitar Jembatan Limpapeh adalah perpaduan yang memukau antara keindahan alam, budaya, dan kehidupan sehari-hari masyarakat.
Dari jembatan ini, pengunjung bisa melihat panorama alam seperti perbukitan dan juga rumah-rumah yang ada di bawah jembatan. Mobil-mobil dan motor-motor yang melintas di jalanan seolah hanya mainan serta aktivitas masyarakat Bukittinggi setempat seakan-akan sebuah adegan dari reka miniatur.
Selain itu, pengunjung juga dapat menikmati pemandangan indah Kota Bukittinggi yang dikelilingi oleh perbukitan dan Gunung Marapi. Oleh karena itu, jembatan ini kerap menjadi spot favorit para pelaku hobi fotografi. Apalagi saat cuaca cerah, langit akan terlihat makin menyempurnakan panorama sekitar Jembatan Limpapeh.
Jika ingin menelusuri Jembatan Limpapeh, para pengunjung dapat masuk melalui Taman Margasatwa Kinantan dan Budaya. Biayanya cukup Rp 5.000 saja per orang. Jembatan ini dapat diakses dari pukul 9 pagi hingga 4 sore.
Jika ingin menelusuri Jembatan Limpapeh, para pengunjung dapat masuk melalui Taman Margasatwa Kinantan dan Budaya.
Puas menikmati pemandangan Bukittinggi dari ketinggian, saatnya menelusuri Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan serta Benteng Fort de Kock. Ada banyak binatang-binatang di salah satu taman margasatwa tertua di Indonesia ini. Di lingkungan kebun binatang, ada pula museum zoologi, yang didirikan pada tahun 1900 dan menjadi cikal bakal adanya Taman Margasatwa Kinantan. Di sebelahnya terdapat akuarium ikan air tawar yang menyimpan lebih dari 30 jenis ikan lokal maupun mancanegara.
Selain fasilitas terkait kekayaan alam, ada pula museum Rumah Adat Baanjuang yang berdiri sejak tahun 1935. Museum ini didirikan untuk mengumpulkan dan melestarikan peninggalan sejarah budaya adat Minangkabau. Seiring kemajuan zaman, setiap koleksi di museum ini diberi QR-code untuk kemudian dapat dipindai pengunjung; mulai dari miniatur rumah adat, pakaian tradisional, alat kesenian, peralatan rumah tangga tradisional, hingga alat bertukang dan bertani.
Setelah dari kawasan Taman Margasatwa Kinantan, kegiatan selanjutnya yang dapat dilakukan adalah berfoto dengan meriam di Benteng Fort de Kock dan Rumah Gadang di taman budaya. Benteng Fort de Kock menjadi salah satu peninggalan penting bagi sejarah Indonesia dalam meraih kemerdekaannya. Benteng ini didirikan pada tahun 1825 oleh Kapten Douer sebagai bentuk pertahanan Hindia Belanda menghadapi perlawanan rakyat dalam Perang Padri yang dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol. Benteng ini kemudian menjadi cikal-bakal didirikannya kota Bukittinggi.
Benteng ini kemudian menjadi cikal-bakal didirikannya kota Bukittinggi.
Setelah direnovasi pada tahun 2002 oleh pemerintah daerah, area Benteng Fort de Kock menjadi Taman Kota Bukittinggi atau Bukittinggi City Park dan Taman Burung Tropis atau Tropical Bird Park.
Keberadaan Jembatan Limpapeh memang dibangun sebagai sebuah jembatan penghubung di atas jalan raya Jl. Ahmad Yani. Bahkan, wisatawan hanya perlu berjalan kaki kurang lebih 15 menit saja jika ingin mengunjungi jembatan ini dari lokasi Jam Gadang. Keberadaannya memudahkan wisatawan yang ingin berkunjung ke dua tempat wisata unggulan; Benteng Fort De Kock serta Taman Budaya dan Margasatwa Kinantan. Dengan adanya Jembatan Limpapeh, wisatawan agar tidak perlu repot memutar balik saat ingin mengunjungi keduanya. Di area bawah jembatan banyak sekali wisata kuliner khususnya malam hari.
Pengunjung dapat merasakan keajaiban alam Sumatra Barat, mendekati kehidupan dan budaya Minangkabau, serta menikmati pesona arsitektur tradisional yang memikat hati. Jembatan Limpapeh adalah satu lagi tempat yang menawarkan banyak peluang untuk mengeksplorasi dan menghargai kekayaan alam dan budaya Indonesia.