Cari dengan kata kunci

Sendratari_giri_gora_1200.jpg

Giri Gora Dahuru Daha, Sendratari yang Mengisahkan Calon Arang

Calon arang merupakan kisah semi sejarah yang berkembang pada masyarakat Jawa dan Bali. Dalam budaya Jawa, kisah ini tertulis dalam naskah kuno Serat Calon Arang. Kemudian dalam budaya kontemporer, kisah janda tukang teluh ini diceritakan kembali oleh sastrawan Pramoedya Ananta Toer dalam novel yang berjudul Dongeng Calon Arang.

Kesenian
Tagar:

Calon arang adalah kisah semi sejarah yang berkembang pada masyarakat Jawa dan Bali. Dalam budaya Jawa, kisah ini tertulis dalam naskah kuno Serat Calon Arang. Kemudian dalam budaya kontemporer, kisah janda tukang teluh ini diceritakan kembali oleh sastrawan Pramoedya Ananta Toer dalam novel yang berjudul Dongeng Calon Arang.

Selain novel, kisah Calon Arang juga banyak diceritakan kembali melalui berbagai genre, seperti komik, lukisan, film, bahkan tarian. Tari Giri Gora Dahuru Daha merupakan salah satu sendratari dari Jawa Timur yang menceritakan kembali kisah Calon Arang. Dalam sendratari ini, Calon Arang digambarkan sebagai perempuan jahat tukang teluh yang sakit hati karena anaknya tidak ada yang mau meminang.

Garapan sendratari Giri Gora Dahuru Daha mengambil setting Kerajaan Kahuripan yang dipimpin oleh seorang raja bernama Airlangga. Di kawasan Kahuripan terdapat sebuah desa yang bernama Daha, di desa inilah Janda Calon Arang menetap bersama anak tunggalnya yang bernama Ratna Manggali.

Konflik dimulai ketika Ratna Manggali mendapat cibiran dari para pemuda kampung sebagai perempuan tidak laku. Meski cantik, Ratna Manggali tidak jua diperisteri orang lantaran para pemuda takut dengan Calon Arang yang tukang teluh. Mendengar hal tersebut, Calon Arang kemudian melakukan pembalasan dengan menebar penyakit aneh ke semua orang yang ada di Desa Daha.

Melihat rakyatnya menderita karena perbuatan Calon Arang, Airlangga bersama Mpu Baradah muridnya Mpu Bahula melakukan perlawanan. Calon Arang yang dibantu oleh Dewi Durga pun akhirnya hangus terbakar oleh kekuatan yang dimiliki oleh Mpu Baradah.

Garapan sendratari Giri Gora Dahuru Daha membutuhkan banyak penari untuk memainkan berbagai peran, seperti masyarakat Daha, Raja Airlangga, Ratna Manggali, Mpu Baradah, dan Calon ArangĀ  sendiri. Dilihat dari segi pakaian yang dikenakan, secara umum para penari mengenakan pakaian tradisional khas Jawa Timur dengan cirinya yang berwarna terang. Sendratari ini dimainkan dalam tiga babak, yaitu keadaan awal masyarakat Daha, datangnya teluh, dan penyelesaian oleh Mpu Baradah.

Sementara musik yang mengiringi bersumber dari perpaduan suara gamelan dan angklung paglag. Angklung Paglag merupakan alat musik tradisional sebagai hasil perkembangan dari angkung. Angklung jenis ini berasal dari Jawa Timur dan kerap digunakan untuk mengiringi berbagai kesenian Jawa Timur, seperti reog ponorogo dan jathilan. Di sela-sela musik yang sedang bermain, terdapat seorang yang bertugas menembang jawa, yang isi liriknya mendeskripsikan cerita yang dipentaskan.

Sendratari bertajuk Giri Gora Dahuru Daha lebih dari sekadar tari kreasi, mengingat sendratari ini terinspirasi dari folklor yang berkembang dalam budaya Jawa dan Bali. Hal ini membuktikan kekayaan folklor nusantara mampu diimplementasikan ke dalam bentuk seni yang lain. Karenanya dibutuhkan perhatian lebih dari masyarakat untuk tetap melestarikan folklor sebagai aset kekayaan bangsa yang tak ternilai harganya. [AhmadIbo/IndonesiaKaya]

Tagar:
Informasi Selengkapnya
  • NULL

  • Indonesia Kaya

This will close in 10 seconds