Bicara soal kuliner Cirebon memang tidak ada habisnya. Saat mencari sarapan di Kota Udang ini, jangan lewatkan untuk mencicipi docang.
Dalam daftar kuliner khas Cirebon, docang memang tidak sepopuler nasi jamblang, empal gentong, atau tahu gejrot. Meski diterpa zaman, kuliner legendaris ini masih menjadi menu sarapan favorit warga setempat lantaran memiliki unsur historis yang kuat.
Melansir berbagai sumber, hidangan ini konon pernah digunakan salah satu pangeran untuk meracuni para Wali Songo. Pangeran tersebut tidak senang dengan aktivitas para Wali yang menyiarkan ajaran Islam, namun nasib naas yang diharapkan tidak terjadi dan justru hidangan itu disukai para Wali.
Namanya berasal dari dua bahan utama: “do” dari bodo yang berarti baceman dage atau oncom, dan “cang” dari kacang hijau yang telah menjadi tauge. Potongan lontong disajikan dengan parutan kelapa, daun singkong, daun kucai, tauge, dan kerupuk, kemudian disiram kuah oncom. Uniknya, hidangan ini juga menggunakan kerupuk putih yang dihancurkan, berbeda dari kerupuk biasa karena memberikan sensasi rasa berbeda di setiap gigitannya.
Mengutip buku Jalan-jalan ke Cirebon yang ditulis Nieza (2009:41), pada perayaan Mauludan, ratusan pedagang docang musiman memenuhi Lapangan Keraton Kasepuhan dan sekitarnya. Hal yang demikian juga terjadi di sekitar Keraton Kanoman.
Kabar baiknya, tidak perlu menunggu Mauludan untuk menyantap docang. Sepiring docang bisa dinikmati di Jalan Tentara Pelajar, atau jika berkunjung menggunakan kereta api, pedagang di sekitar Stasiun Cirebon siap mengisi perut.