Cerita Rakyat Sumatra Selatan: Kebaikan Si Pahit Lidah - Indonesia Kaya

Cari dengan kata kunci

Si Pahit Lidah

Cerita Rakyat Sumatra Selatan: Kebaikan Si Pahit Lidah

Kisah pangeran asal Sumidang yang mengajarkan orang-orang untuk selalu berbaik sangka dan tidak bersifat serakah.

Kesenian

Cerita Rakyat Sumatra Selatan: Kebaikan Si Pahit Lidah ini memiliki tiga karakter utama. Dikisahkan di sebuah kerajaan besar, terdapat pangeran yang bernama Serunting. Pangeran Serunting adalah keturunan raksasa bernama Putri Tenggang. Lalu, ada seorang gadis desa bernama Siti (kelak menjadi istri dari sang pangeran) yang mempunyai seorang adik laki-laki bernama Aria Tebing.

Provinsi Sumatra Selatan sendiri dikenal dengan sebutan Bumi Sriwijaya, karena sempat menjadi pusat kerajaan maritim terbesar di Tanah Air, yaitu Kerajaan Sriwijaya. Dengan ibu kota Palembang—yang ternyata adalah kota tertua di Indonesia—Sumatra Selatan juga terkenal dengan kekayaan budayanya. Mulai dari rumah limas, songket, hingga beragam cerita rakyat. Salah satunya adalah Si Pahit Lidah.

Pernikahan Pangeran Serunting dan Siti 

Siti dan Aria Tebing tinggal di sebuah gubuk sederhana peninggalan orang tua mereka. Gubuk ini memiliki lahan pekarangan yang cukup luas. Sesuai amanat orang tua mereka, lahan tersebut dibagi dua, sebelah kiri untuk Aria dan sebelah kanan untuk Siti. 

Pangeran Serunting dari Sumidang jatuh hati dan menikahi Siti. Setelah menikah, pangeran pun membawa Siti ke istana. Hari demi hari berlalu, namun Siti terus terlihat murung setelah pindah ke istana. 

Pangeran Serunting dari Sumidang jatuh hati dan menikahi Siti.

Khawatir melihat istrinya tidak punya semangat hidup, Serunting menanyakan hal apa yang mengganggu istrinya. Rupanya, Siti mengkhawatirkan nasib adiknya yang tinggal seorang diri. Sebagai suami yang baik, pangeran membuka pintu istananya untuk Aria. Serunting dan Siti pun bergegas mengunjungi Aria.

Ajakan pangeran ditolak oleh Aria. Sesudah meminta maaf dan menolak secara sopan, Aria mengatakan bahwa ia lebih senang tinggal di rumahnya sambil mengurus lahan. 

Meski heran, Siti tetap menghormati keputusan adiknya. Akhirnya, Serunting pun membiarkannya.

Jamur Emas dan Jamur Biasa

Setelah menolak ajakan Serunting, Aria mengajak Serunting untuk melihat-lihat pekarangan rumah. Aria menjelaskan bahwa lahan luas tersebut dibagi dua. Satu bagian milik Aria dan satu bagian lagi milik Siti. Aria juga mengatakan bahwa membagi dua lahan merupakan amanat dari orang tuanya. 

Pangeran Serunting mengusulkan untuk menanam pohon di tengah lahan sebagai pembatas. Sementara Siti merasa tak enak, Aria justru tidak keberatan. Ia pun segera mencarikan pohon untuk ditancap.

Suatu hari, ada keanehan yang muncul di pohon itu. Kayu yang mengarah ke lahan Aria menumbuhkan jamur berwarna emas. Sementara di bagian Siti, hanya jamur biasa.

Kayu yang mengarah ke lahan Aria menumbuhkan jamur berwarna emas. Sementara di bagian Siti, hanya jamur biasa. 

Aria bersorak riang. Melihat kegembiraan itu, Serunting merasa iri. Dengan cepat, Serunting menuduh adik iparnya itu curang dan telah memutar pohon sehingga lahan bagiannya tidak memiliki jamur emas. 

Bergelut amarah, Serunting meminta adik iparnya untuk bertarung dengannya. Aria kebingungan. Tidak mungkin ia menang dalam pergaduhan dengan Serunting yang merupakan pangeran sakti dan perkasa.

Tak tahu harus berbuat apa, Aria meminta waktu dua hari untuk berpikir. Serunting pun mengabulkan permintaan Aria. Dalam pikirannya, tak mungkin ada ilmu yang bisa melawan dirinya hanya dengan dua hari berlatih. 

Berbagai macam cara dipikirkan oleh Aria untuk menaklukan kakak iparnya, hingga tercetus ide cerdas untuk bertanya kepada Siti. Diam-diam, Aria mengunjungi istana dan mengetuk jendela kamar Siti.

Setelah Aria menceritakan semuanya, Siti merasa bimbang. Di satu sisi, Aria adalah adik kandungnya. Di sisi lain, Serunting tidak ingin mengkhianati suaminya. Dari dua pilihan berat, Siti akhirnya mengambil keputusan. Sebelum memberi tahu kelemahan Pangeran Serunting kepada Aria, Siti meminta Aria untuk berjanji agar tidak sampai membunuh Serunting. Aria setuju.

Pertarungan Pangeran Serunting dan Aria Tebing

Dua hari berlalu, hari pertarungan pun tiba. Di padang ilalang, Serunting dan Aria bertemu. Serunting yang sangat sakti dan kuat, tentu bukan tandingan yang seimbang untuk Aria. Dalam waktu singkat, Aria tercampak dan hampir tidak berdaya.

Pada saat itulah, Aria memanfaatkan kelemahan Serunting. Ia mengambil ilalang istimewa, yaitu ilalang yang mampu bergetar meskipun tidak ada angin. Dibidiknya ilalang itu ke arah lengan Serunting, kemudian dilemparnya. 

Pada saat itulah, Aria memanfaatkan kelemahan Serunting.

Pangeran Serunting tak menyangka bahwa Aria mengetahui kelemahannya dari istrinya sendiri. Merasa dikhianati, Serunting meninggalkan kerajaan beserta isinya. Langkah demi langkah ia tujukan ke Gunung Siguntang untuk bertapa. 

Sesampainya di sana, ia mendengar suara Sang Hyang Mahameru. Bisikan itu menawarkan Serunting untuk menjadi pemilik kekuatan gaib. Dengan syarat, ia harus bertapa di bawah pohon bambu sampai daun-daun bambu itu menyelimuti seluruh tubuh Serunting. Ia pun setuju. Segala hal duniawi juga dilupakan olehnya.

Kesaktian dari Sang Mahameru

Serunting bertapa dua tahun lamanya, sampai seluruh tubuhnya ditutupi daun bambu. Sesuai janji Sang Hyang Mahameru, ia diberi kesaktian untuk mengubah semua ucapannya menjadi kutukan. 

Tumbuhan tebu di sekitar Serunting menjadi percobaan pertamanya. Ketika ia berucap kepada tumbuhan agar berubah menjadi batu, tumbuhan itu benar-benar berubah menjadi batu. Meski begitu, Sang Hyang Mahameru mengingatkan Serunting untuk menggunakan kesaktiannya itu secara bijak.

Dalam perjalanan pulang ke kerajaannya, Pangeran Serunting yang semakin sakti dan kuat itu dipertemukan dengan lahan tandus. Lewat kesaktiannya, ia mengubah lahan gersang tadi menjadi belantara yang lebat.

Tak hanya itu, ia juga dihadapkan dengan pasangan renta yang tidak memiliki keturunan. Hanya dengan sehelai rambut dari kepala sang nenek, dalam sekejap, Serunting mampu mengubahnya menjadi seorang bayi. Kesaktian ini lantas membuat Serunting disebut sebagai Si Pahit Lidah.

Kesaktian ini lantas membuat Serunting disebut sebagai Si Pahit Lidah.

Sepanjang jalan pulang ke kampungnya di Sumidang, Serunting tetap berbuat baik. Setelah bertemu Siti, ia mendekati Aria. Pangeran Serunting alias Si Pahit Lidah meminta maaf kepada Aria, karena ia telah bersifat serakah dan sombong. Ternyata, Aria sudah memaafkan kakak iparnya itu dari dulu.

Pada akhirnya, Pangeran Serunting, Siti, dan Aria Tebing tinggal bersama dengan rukun.

Moral Cerita Si Pahit Lidah

Moral Cerita Rakyat Sumatra Selatan: Kebaikan Si Pahit Lidah adalah sifat iri dan serakah Pangeran Serunting membuatnya mudah menuduh. Namun, setelah menebus ulahnya, ia lalu dikaruniai kelebihan yang ia gunakan untuk menolong sesama. Sebagai seorang manusia, kita harus menghindari sifat iri, serakah, dan sombong, terhadap sesama, apalagi terhadap orang yang dekat dengan kita seperti anggota keluarga sendiri.