Cerita Rakyat Maluku Utara: Legenda Telaga Biru - Indonesia Kaya

Cari dengan kata kunci

Cerita Rakyat Maluku Utara: Legenda Telaga Biru

Cerita Rakyat Maluku Utara: Legenda Telaga Biru

Kisah setia sepasang kekasih yang melatarbelakangi kemunculan sebuah telaga di Maluku Utara.

Kesenian

Cerita Rakyat Maluku Utara: Legenda Telaga Biru adalah kisah yang melatarbelakangi terbentuknya Telaga Biru. Telaga Biru merupakan salah satu objek wisata di Maluku Utara, yang tepatnya berada di Desa Mamuya, Kecamatan Galela, Kabupaten Halmahera Utara. Telaga Biru memiliki air yang jernih berwarna kebiruan, sesuai dengan namanya. Panoramanya yang indah beserta lingkungan yang masih asri dan alami, menjadi daya tarik tersendiri bagi banyak wisatawan lokal maupun luar daerah yang mengunjunginya.

Konon, setiap daun yang jatuh di atas Telaga Biru akan tenggelam, seolah-olah dihisap oleh bebatuan yang ada di dalamnya. Menurut cerita turun-temurun rakyat Maluku Utara, telaga ini terbentuk dari genangan air mata seorang gadis yang patah hati karena ditinggal sang kekasih.

Menurut cerita turun-temurun rakyat Maluku Utara, telaga ini terbentuk dari genangan air mata seorang gadis yang patah hati karena ditinggal sang kekasih.

Dulu, Desa Mamuya, Galela, bahkan amat kering. Tanahnya yang bebatuan membuat penduduk daerah ini harus berjalan cukup jauh untuk memperoleh air demi kebutuhan sehari-hari. Hingga suatu hari, muncullah sebuah telaga berwarna biru di desa itu.

Peristiwa mengejutkan ini lantas mendorong para warga untuk berkumpul dan mencari tahu penyebab desa mereka yang sulit air itu, tiba-tiba memiliki sebuah telaga. Berikut kisah Cerita Rakyat Maluku Utara: Legenda Telaga Biru selengkapnya.

Kemunculan Telaga secara Tiba-Tiba

Ada sebuah desa di Halmahera Utara, Maluku Utara. Desa yang terletak di Kecamatan Galela itu bernama Mamuya. Suatu hari, ada kejadian yang menggemparkan suasana desa.

Secara tiba-tiba, air keluar di antara bebatuan hasil pembekuan lahar panas. Air tersebut kemudian tergenang dan membentuk sebuah telaga, dengan warna kebiruan jernih di sekitar pepohonan beringin yang rindang.

Secara tiba-tiba, air keluar di antara bebatuan hasil pembekuan lahar panas.

Penduduk desa lantas bertanya-tanya di tengah kehebohan yang terjadi, “Apakah kejadian ini merupakan anugerah atau justru musibah?” Untuk menguak misteri kejadian itu, digelarlah sebuah ritual adat.

Dolo-dolo (kentungan) lantas dibunyikan untuk mengumpulkan warga desa. Saat semua warga berkumpul, tetua adat bertanya, apakah ada keluarga atau penduduk yang belum hadir. Ternyata, ada dua keluarga yang anggotanya tidak lengkap.

Ritual Adat untuk Menguak Misteri

Satu keluarga mengatakan bahwa majojaru, sebutan untuk anak perempuan atau nona, pergi dari rumah sejak dua hari lalu dan belum kunjung pulang. Keluarga satunya lagi berkisah bahwa magohiduuru, sebutan untuk laki-laki atau nyong, sudah dari 6 bulan lalu pergi merantau ke negeri orang.

Ritual adat lantas dilaksanakan. Pemimpin ritual memanggil leluhur dalam upacara itu untuk menanyakan penyebab munculnya telaga di desa mereka. Dalam ritual tersebut, diperoleh jawaban atas kemunculan telaga dengan air berwarna biru itu.

Benar saja, sesuai dengan kisah kedua keluarga yang kehilangan anaknya, ternyata air telaga ini muncul dari air mata sang majojaru. Air mata ini mengalir dan menjadi sumber mata air telaga.

Kisah Majojaro dan Magohiduuru

Seorang majojaru dan magohiduuru rupanya tengah memadu kasih. Keduanya sudah cukup lama menjalin hubungan. Pemuda tampan dan gadis cantik ini saling setia.

Sang magohiduuru berniat meminang sang kekasih. Namun, untuk memantapkan niatnya ini, ia bertekad untuk mengadu nasib terlebih dulu di negeri seberang. Dengan berat hati, sang majojaru pun melepas kekasihnya.

Magohiduuru berjanji bahwa sepulangnya dari perantauan, ia akan menikahi majojaru. Sebaliknya, majojaru pun berjanji akan setia menunggu magohiduuru hingga kembali pulang ke kampung halaman.

Magohiduuru berjanji bahwa sepulangnya dari perantauan, ia akan menikahi majojaru.

Berbulan-bulan lamanya tanpa kabar, majojaru tetap setia menunggu sang kekasih. Hingga enam bulan berlalu, magohiduuru belum juga kembali. Penasaran akan keberadaan sang kekasih, majojaru pergi ke pelabuhan. Tepat pada musim orang-orang datang dan pergi dari negeri seberang.

Di sanalah setiap kapal dari negeri seberang berlabuh. Majojaru berharap menemukan sang magohiduuru dari salah satu kapal yang berhenti. Namun, hingga kapal terakhir berlabuh, ia tak kunjung menemukan kekasihnya.

Penasaran akan kabar magohiduurumajojaru mencoba bertanya pada seorang awak kapal. Bukannya kabar baik yang ia terima, justru sebaliknya.

Sebuah kabar duka sampai ke telinganya. Kapal yang ditumpangi sang magohiduuru ternyata mengalami kecelakaan karena diterjang badai di tengah laut. Sang magohiduuru dan seluruh penumpang kapal dinyatakan tewas.

Kapal yang ditumpangi sang magohiduuru ternyata mengalami kecelakaan karena diterjang badai di tengah laut.

Majojaru Pergi Meratapi Nasib

Hancur sudah hati sang nona manis itu. Saat itu juga, harapan dan hidupnya terasa begitu hancur. Ia pergi berlari tanpa arah yang jelas.

Akhirnya, sang majojaru ini berhenti di antara pepohonan beringin yang rindang. Di tengah suasana sejuk, majojaru berniat mendinginkan suasana hatinya. Di sanalah ia meluapkan kesedihannya.

Ia tak dapat menahan tangisannya. Tanpa terasa, ternyata ia telah menangis selama dua hari. Kesedihan ini sungguh tak dapat dia bendung. Bahkan, air matanya ini sampai terus mengalir hingga menenggelamkan kawasan dan dirinya sendiri.

Air mata itulah yang kemudian membentuk sebuah telaga. Majojaru yang patah hati karena kehilangan cintanya, tenggelam dalam banjir air matanya sendiri. Air telaga yang berwarna biru itu konon sebiru warna mata majojaru.

Majojaru yang patah hati karena kehilangan cintanya, tenggelam dalam banjir air matanya sendiri.

Moral Cerita

Dari Cerita Rakyat Maluku Utara: Legenda Telaga Biru, kita belajar bahwa kesetiaan adalah sebuah komitmen harus dipegang dan dibuktikan sampai mati. Jadilah pasangan yang saling setia dengan janji seperti majojaru dan magohiduuru sampai maut memisahkan. Saat kita berjanji, sesungguhnya kita sedang berjanji dengan diri kita sendiri. Kesetiaan seperti yang dilakukan oleh majojaru adalah bukti bahwa sikap mulia ini tetap akan berbuah kebaikan, meski yang melakukannya sudah tidak ada lagi. 

Kesetiaan sang majojaru pada kekasihnya memberi kesegaran pada kampung halamannya sendiri, yakni telaga sebagai sumber air. Telaga Biru bukan hanya sebagai sumber kehidupan, tapi juga sebuah pesona bagi Halmahera Utara.

Informasi Selengkapnya
  • Indonesia Kaya

  • Indonesia Kaya

  • Sakolaku, Celebes.co, Pikiran Rakyat, Kompas, Budaya Indonesia