Alkisah, pada zaman dahulu, hiduplah seorang putri raja yang cantik dan berhati mulia bernama Putri Mandalika. Kecantikannya memikat banyak pangeran, sehingga mereka ingin meminangnya. Untuk mencari petunjuk mengenai jodohnya, Putri Mandalika pun melakukan tapa penyucian diri. Setelah itu, dia mengundang seluruh pelamar untuk berkumpul di Pantai Seger, yang kini lebih dikenal dengan Pantai Kuta Lombok.
Hari itu pun tiba. Mengenakan busana indah berbahan sutra, Putri Mandalika berdiri di atas Bukit Seger ditemani para pengawal. Keputusan sulit disampaikannya: menerima semua lamaran, demi menjaga ketentraman dan kedamaian pulau. Lalu, dengan hati yang berat, dia menjatuhkan diri ke laut dan hanyut ditelan ombak.
Meskipun semua orang mencarinya, tidak ada yang berhasil menemukan sang putri. Alih-alih, mereka menemukan cacing laut berwarna-warni yang disebut nyale, yang dipercaya sebagai jelmaan Putri Mandalika.
Terinspirasi dari legenda tersebut, masyarakat sekitar menyelenggarakan Upacara Nyale atau Bau Nyale setahun sekali. Lebih dari itu, kisah Putri Mandalika diabadikan dalam selembar kain sebagai motif batik sasambo. Motif ini melambangkan perempuan yang berani, cerdas, dan berpendirian.
Sasambo merupakan akronim dari tiga suku bangsa yang mendiami Nusa Tenggara Barat.
Sasambo merupakan akronim dari tiga suku bangsa yang mendiami Nusa Tenggara Barat (NTB): Sasak di Lombok, Samawa di Sumbawa, dan Mbojo di Bima. Ketiga suku bangsa yang mendiami dua pulau besar di NTB, yaitu Lombok dan Sumbawa, ini memiliki adat dan budaya yang berbeda-beda. Namun, masyarakat dari ketiga suku bangsa tersebut sepakat untuk bersama-sama menciptakan kerajinan tangan tradisional yang indah dengan nama batik sasambo. Batik sasambo diharapkan dapat menjadi sarana untuk mempererat kerukunan dan kebersamaan ketiga suku bangsa tersebut.
Sejarah batik Sasambo terbilang masih muda. Pengakuan UNESCO terhadap kain batik sebagai warisan budaya dunia mendorong pemerintah daerah Nusa Tenggara Barat untuk mengembangkan dan menghasilkan batik khas daerahnya sendiri, yaitu batik sasambo.
Produk pertama batik bermotif sasambo diperkenalkan kepada publik pada tahun 2010. Kebijakan menjadikan batik sasambo sebagai pakaian wajib bagi pegawai negeri dan seragam sekolah pun menyusul. Kegiatan membatik juga diperkenalkan di berbagai sekolah, seperti Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 5 Mataram dan Pondok Pesantren di Kabupaten Lombok Barat.
Produk pertama batik bermotif sasambo diperkenalkan kepada publik pada tahun 2010.
Akar budaya batik sasambo tertanam di Jawa. Dipercaya, budaya membatik ditularkan oleh Kerajaan Majapahit saat melakukan ekspedisi ke Kerajaan Selaparang di wilayah Nusa Tenggara. Namun, kegiatan membatik tidak berkembang pesat karena masyarakat lebih menyukai pembuatan kain tenun. Sisa-sisa budaya batik masih terlihat pada ikat kepala khas NTB yang disebut capuq.
Teknik pembuatan batik sasambo pada dasarnya tidak berbeda dengan daerah lain. Perbedaan utama terletak pada langkah awal, yaitu kain terlebih dahulu ditenun sebelum dibatik. Hal ini wajar karena Nusa Tenggara Barat terkenal dengan tradisi tenunnya yang kaya.
Batik sasambo masih diproses dengan menggunakan teknik tradisional. Keahlian tangan para perajin dibutuhkan untuk membuat pola, motif, dan warna pada batik sasambo. Ada hal unik dalam proses pelepasan warna pada batik sasambo. Potongan besi yang ujungnya telah dipanaskan akan ditempelkan pada kain untuk melepas bahan lilin yang berfungsi sebagai pemisah warna pada batik sasambo.
Batik sasambo memiliki empat motif utama.
Untuk motif, batik sasambo memiliki empat motif utama, yakni motif sasambo, motif mada sahe (mata sapi), motif kakando (tunas bambu), dan uma lengge (rumah adat). Motif mada sahe menampilkan ragam hias mata sapi dengan warna dasar kain hitam dan motif wajik dan zig-zag. Motif kakando memadukan ragam hias garis dan bunga dengan warna dominan merah marun. Motif uma lengge menampilkan ragam hias rumah adat dengan warna dominan hitam dan oranye.
Motif-motif utama tersebut dapat dipadupadankan dengan motif pengisi sesuai dengan kekhasan masing-masing etnis. Contohnya, motif uma legge dapat diisi dengan motif berupa untaian padi dan tari tradisional buja kadanda atau mpa’a manca, yang merupakan tarian untuk meminta doa restu dan keselamatan sebelum berjuang atau berperang.
Meski belum setua tradisi membatik di Jawa, batik sasambo berkembang pesat. Para perajin mengembangkan berbagai corak dan motif khas yang terinspirasi dari khazanah budaya dan alam sekitar. Contohnya, motif kelotok sapo (gantung leher sapi), motif rumah panggung, motif lumbung raja Bima, kerang, dan daun bebele.
Meski belum setua tradisi membatik di Jawa, batik sasambo berkembang pesat.
Motif batik sasambo yang paling terkenal adalah motif kangkung dengan kombinasi warna merah dan kuning keemasan yang menawan. Motif ini terinspirasi dari tanaman menjalar kangkung yang mudah ditemukan di Lombok dan menjadi bahan utama masakan khas pelecing kangkung.
Batik dari setiap etnis dapat dibedakan berdasarkan corak dan warna yang dihasilkan. Pulau Lombok menampilkan motif bunga, daun, kesenian daerah, dan bahkan monumen. Di sisi lain, Pulau Sumbawa lebih menyukai motif yang mencerminkan etnis dan budaya mereka.
Batik sasambo didominasi oleh warna-warna cerah seperti merah, kuning, biru. dan hijau. Warna merah melambangkan energi, semangat, dan keberanian dalam menempuh kehidupan. Warna kuning melambangkan kebahagiaan dan menarik perhatian. Warna biru melambangkan peruntungan yang baik, optimisme, cinta, dan kedamaian. Sementara warna hijau melambangkan kesuburan, daya tahan, keseimbangan, dan persahabatan.
Kain yang halus dan bermotif artistik menjadi salah satu penentu harga jual batik Sasambo, yang berkisar antara ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Lamanya proses pembuatan juga turut memengaruhi tingginya harga batik Sasambo. Hal ini wajar mengingat kualitas kain dan proses pembuatannya yang rumit.
Batik Sasambo memang belum dikenal luas di Indonesia. Namun, keberadaannya telah ikut memperkaya khazanah budaya Indonesia dan warisan budaya dunia.