Cari dengan kata kunci

1554_thumb_2._Isian_angsle_terdiri_dari_roti_kacang_tanah_sangrai_kacang_hijau_rebus_ketan_putih_petulo_dan_tape_singkong.jpg

Wedang Asle, Minuman yang Segar dan Menyehatkan

Minuman hangat dari Kota Apel dan cocok dinikmati di udara yang dingin.

Kuliner

SUHU Kota Malang, Jawa Timur, terasa sejuk, bahkan cenderung dingin. Terlebih pada malam hari. Tapi tenang saja. Kota ini memiliki sajian khas yang bisa menghangatkan tubuh, yakni wedang angsle.

Dalam khazanah kuliner Jawa, “wedang” merupakan sebutan untuk minuman hangat atau panas. Yunita dalam Wedang: Minuman Segar Berkhasiat menyebut, dalam pengertian lebih luas, wedang mengacu pada minuman tradisional yang segar dan menyehatkan badan karena biasanya dibuat dari jahe, kayu manis, secang, pala, cengkeh, dan daun pandan. Semua bahan itu dikenal masyarakat sebagai tumbuhan berkhasiat yang memiliki manfaat bagi kesehatan.

Wedang angsle merupakan perpaduan kuah dan berbagai bahan manis lain. Kuahnya dibuat dari campuran daun pandan, vanili, serta santan. Untuk isian terdiri dari petulo (putu mayang), kacang hijau, ketan putih, mutiara, potongan roti, dan irisan buah kolang-kaling. Petulo dibuat dari bahan tepung beras, tapioka atau tepung sagu, sehingga teksturnya lembut saat masuk ke mulut.

Dalam hasil penelitiannya berjudul “Aspek Budaya pada Tradisi Kuliner Tradisional di Kota Malang sebagai Identitas Sosial Budaya (Sebuah Tinjauan Folklore)”, Arif Budi Wurianto memasukkan wedang angsle sebagai salah satu minuman penyegar yang baik untuk dikonsumsi sehari-hari, dijual, maupun dihidangkan untuk acara-acara khusus.

Sejak kapan wedang angsle muncul masih belum jelas. Dukut Imam Widodo, budayawan dari Jawa Timur, hanya menyebut minuman tradisional ini sudah dikenal masyarakat Malang sejak lama.Bentuk mangkok angsle khas dan disertai dengan sendok bebek.

“Minuman khas Malang ini sudah ada sejak zaman tempo doeloe. Rasanya te-o-pe-be-ge-te (top banget). Apalagi malam-malam di saat udara dingin Kota Malang terasa menggigit kulit, lantas kita nyruput angsle,” ujar Dukut.

Menarik bahwa jahe tidak dimasukkan sebagai bahan pembuat angsle karena dianggap akan mengubah rasa. Padahal penggunaan jahe untuk berbagai minuman tradisional sudah dikenal luas.

Mungkin juga untuk membedakannya dari wedang lainnya, yakni sekoteng. Apalagi angsle memiliki isian yang mirip dengan sekoteng. Penjual wedang angsle pun umumnya menyediakan wedang sekoteng dan juga ronde yang berbahan jahe. Yang membedakan, angsle ditambahkan petulo (putu mayang) dan isian lainnya. Untuk kuahnya, angsle tak menggunakan jahe, serai, dan gula Jawa.

Tapi, karena diberi label “wedang”, kuah angsle pun kerap ditambahkan dengan jahe.

Menurut Luchman Hakim dalam Rempah & Herba Kebun-Pekarangan Rumah Masyarakat. jahe (Zingiber officinale) merupakan herba penting dalam kesehatan. Ia digunakan secara luas untuk berbagai macam pengobatan maupun industri makanan dan minuman.

“Masyarakat Indonesia adalah salah satu masyarakat dengan kreatifitas pembuatan minuman berbasis jahe yang kaya,” ungkap Luchman Hakim sembari menyajikan tabel bentuk-bentuk minuman berbasis jahe, termasuk wedang angsle.

Begitu pula dengan daun pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb). Ia merupakan komponen penting dalam tradisi kuliner Nusantara, yang juga bisa dimanfaatkan sebagai herbal untuk mengobati berbagai penyakit.

Pembuatan wedang angsle membutuhkan waktu cukup lama, sekitar satu jam. Bahan utama wedang perlu dimasak bersama dan didiamkan supaya aroma dan rasanya lebih meresap.

Pakar kuliner Sisca Soewitomo dalam buku Step by Step 60 Resep Suguhan Legit Manis ala Sisca Soewitomo menjelaskan proses pembuatan kuah angsle. Rebus santan bersama jahe, pandan, gula pasir, dan garam. Selama merebus aduk-aduk supaya santan tidak pecah. Setelah mendidih, angkat. Setelah itu siapkan mangkuk lalu isi dengan sagu mutiara, kacang hijau, tape singkong, roti tawar, nasi ketan, dan kuah santan. Sajikan hangat dengan ditaburi kacang goreng.

Jika tak mau repot-repot, Anda bisa mencoba mencari penjual wedang angsle. Di Kota Malang, ada beberapa beberapa penjual yang masih setia menjajakan wedang angsle.

”Minuman atau wedang yang terbuat dari bahan santan ini semakin langka saja, walau masih dijumpai beberapa penjual minuman ini yang masih setia berjualan di malam hari,” tulis Haryo Bagus Handoko dalam Peta 50 Tempat Makan Makanan Favorit di Malang.

Salah satu penjual wedang angsle legendaris adalah Ronde Titoni yang berlokasi di Jalan Zainul Arifin, tak jauh dari alun-alun Kota Malang. Ronde Titoni sudah beroperasi sejak 1948. Selain terkenal dengan wedang rondenya, Ronde Titoni menyediakan wedang angsle yang tak kalah enak. Bahkan Anda bisa memilih sendiri isian angsle yang diracik dan disajikan di depan meja.

Lalu ada Angsle Pak Solikin yang berada di Pasar Polehan Blimbing, Malang. Pak Solikin jualan angsle sejak 1976. Sekarang usaha ini dikelola putranya dengan tetap mempertahankan penggunaan arang untuk membuat angsle.

Bukan hanya di Kota Malang. Wedang angsle juga bisa ditemukan di kota-kota lain di Jawa Timur seperti Surabaya, Pasuruan, Blitar, dan Pasuruan. Tapi tentu lebih afdol menikmati wedang ini di kota asalnya.

Pastikan Anda mencicipinya kalau berkunjung ke Malang. Bagi Anda yang dari luar kota, jangan kaget soal porsinya. Wedang hangat nan segar ini umumnya dijual dengan mangkok kecil sehingga beberapa pembeli perlu menambah satu porsi lagi. Ayo rek dulin nang embong!*

Informasi Selengkapnya
  • Indonesia Kaya

  • Indonesia Kaya

  • Dukut Imam Widodo. Malang Tempo Doeloe. Malang: Bayumedia Pub., 2006.
    Luchman Hakim. Rempah & Herba Kebun-Pekarangan Rumah Masyarakat: Keragaman, Sumber Fitofarmaka dan Wisata Kesehatan-kebugaran. Yogyakarta: Diandra Creative, 2015.
    Sisca Soewitomo. Step by Step 60 Resep Suguhan Legit Manis ala Sisca Soewitomo. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2014.
    Yunita. Wedang: Minuman Segar Berkhasiat. Jakarta: Demedia, 2012.
    Arif Budi Wurianto. “Aspek Budaya pada Tradisi Kuliner Tradisional di Kota Malang sebagai Identitas Sosial Budaya (Sebuah Tinjauan Folklore)”. Malang: Lembaga Penelitian Universitas Muhammadiyah Malang, 2008.

This will close in 10 seconds