Tanah Jawa khususnya wilayah Jawa Tengah, identik dengan kuliner manis. Hal itu tidak terlepas dari perjalanan historis masyarakat Mataram yang sempat mengalami krisis pangan, karena sebagian besar lahan pertaniannya yang digunakan untuk menanam tebu.
Di Balik Lidah Manis Masyarakat Jawa
Karena ketersediaan sumber karbohidrat, protein, dan bahan-bahan lainnya yang terbatas, maka warga terpaksa mengonsumsi tebu yang memiliki rasa manis. Akibatnya, kebiasaan masyarakat untuk mengonsumsi makanan manis semakin meningkat. Ditambah maraknya pabrik gula yang didirikan Belanda, cita rasa manis pun kian melekat dengan masyarakat Jawa.
Namun, tidak semua kuliner asal Jawa Tengah bercita rasa manis. Jika ada kesempatan untuk mencicipi garang asem, persepsi kita mungkin akan berubah ketika menikmati sajian bercita rasa pedas, asam, dan gurih ini. Bisa dibilang, sajian garang asem ada untuk menjadi pembeda di antara kuliner khas Jawa Tengah lain yang memiliki cita rasa legit.
Bisa dibilang, sajian garang asem ada untuk menjadi pembeda di antara kuliner khas Jawa Tengah lain yang memiliki cita rasa legit.
Dari Kudus dan Menyebar ke Tanah Jawa
Garang asem telah menjadi sajian populer di beberapa daerah seperti Kudus, Semarang, Grobogan, dan Pekalongan. Banyak versi sejarah yang menyebut asal-usul nama garang asem. Nama “garang asem” sendiri diambil dari rasa pedas dalam Bahasa Jawa yaitu garang dan asem karena rasa asam yang dimilikinya. Namun, ada juga sumber yang percaya bahwa nama tersebut berasal dari Desa Garang di daerah Kudus. Karena itu, garang asem menjadi sangat terkenal di Kudus dan banyak yang menjajakan sajian berbahan dasar ayam kampung tersebut.
Makanan ini terbuat dari daging ayam yang dimasak dengan rempah-rempah plus belimbing wuluh untuk memberi rasa asam, serta cabai yang menambah cita rasa pedas. Rasa gurih didapat dari penggunaan santan yang memanjakan lidah ketika disantap. Uniknya, garang asem dimasak dengan cara dibungkus dengan daun pisang dan dikukus selama beberapa jam.
Makanan Raja dan Misteri Belimbing Wuluh Putih
Dahulu, sajian yang mengawinkan tiga rasa (gurih, pedas, dan asam) ini hanya bisa dinikmati kalangan bangsawan, lantaran penggunaan rempah-rempah dan bahan baku daging ayam kampung yang harganya relatif mahal waktu itu. Karena rasanya yang nikmat, garang asem kemudian menjadi menu favorit Mangkunegara VI sewaktu bertahta.
Slamet Raharjo, pemilik Resto dan Hotel Omah Sinten di Solo, dalam Seri Budaya Kuliner: Tradisi Kuliner Mataram, menceritakan bahwa salah satu kunci dari kenikmatan garang asem yang autentik adalah belimbing wuluh putih yang tumbuh di Pura Mangkunegaran. Ia memaparkan bahwa belimbing wuluh putih terasa lebih segar. Namun, jika ditanam di luar lingkungan Mangkunegaran, buahnya berubah menjadi hijau seperti belimbing wuluh pada umumnya dan rasanya tidak lagi sama.
Salah satu kunci dari kenikmatan garang asem yang autentik adalah belimbing wuluh putih yang tumbuh di Pura Mangkunegaran.
Cita Rasa Asam Gurih Menggugah Selera
Aroma khas dan menyegarkan dari garang asem berasal dari bumbu-bumbu yang digunakan. Daun jeruk dapat memberi aroma segar, sementara bawang putih bisa menambah aroma yang khas dan gurih. Selain itu, kelezatan garang asem juga terletak pada bahan-bahan segar yang digunakan, seperti ikan atau ayam, tomat, dan sayuran. Penggunaan bahan-bahan segar ini membuat hidangan terasa lebih enak dan lezat.
Garang asem sangat cocok dinikmati bersama nasi hangat. Kombinasi rasa pedas, asam, dan gurih dari garang asem sangat cocok disantap bersama nasi hangat yang lembut dan pulen.
Tabrakan yang Harmonis
Tabrakan tidak selalu bermakna buruk, salah satunya ketika menikmati garang asem. Rasa pedas dari cabai merah, gurih dari santan, dan asam dari belimbing wuluh, mampu menghasilkan tabrakan yang harmonis di dalam mulut. Penyajiannya yang menggunakan daun pisang juga menghasilkan aroma yang menggugah selera.
Kenikmatan garang asem yang menyebar cepat ke seluruh tanah Jawa kemudian memunculkan berbagai variasi di beberapa daerah. Salah satunya dari Pekalongan. Di Pekalongan, kuliner ini terbuat dari daging sapi yang disajikan dengan kuah bumbu kluwek dan ditambahkan telur rebus. Penyajiannya juga berbeda dengan cara biasanya. Garang asem di Pekalongan tidak dibungkus dengan daun pisang, melainkan langsung disajikan dalam mangkuk. Rasanya pun lebih mirip rawon.
Garang asem di Pekalongan tidak dibungkus dengan daun pisang, melainkan langsung disajikan dalam mangkuk.
Selain nikmat dan segar, penggunaan protein hewani di dalam pembuatan garang asem juga terbilang fleksibel. Jika tak ingin menggunakan ayam kampung, bisa juga menggunakan daging sapi atau ikan.
Menyajikan Garang Asem di Rumah
Kabar gembiranya, membuat sajian garang asem ternyata tidaklah sulit. Pengolahannya yang menggunakan metode kukus juga bisa menjadi pilihan yang pas bagi mereka yang sedang mengurangi konsumsi minyak.
Menggunakan santan dan beberapa bumbu, seperti bawang merah, bawang putih, cabai rawit, daun salam, serai, lengkuas, jahe, dan belimbing wuluh, untuk memberi sensasi asam yang segar sekaligus menggugah selera.
Baca juga: Nikmatnya Sate Buntel
Jika tertarik untuk menyajikan garang asem bagi keluarga dan orang tersayang di rumah, ikuti resep garang asem melalui pranala berikut ini.