Taman Putroe Phang: Ruang Kreatif Sarat Sejarah di Banda Aceh - Indonesia Kaya

Cari dengan kata kunci

1225_thumb_Taman_Putroe_Phang_merupakan_bagian_kecil_yang_masih_tersisa_dari_kompleks_Istana_Kesultanan_Aceh_Darud_Dunya.jpg

Taman Putroe Phang: Ruang Kreatif Sarat Sejarah di Banda Aceh

Dari sisa kejayaan Kesultanan Aceh, Taman Putroe Phang kini hadir sebagai ruang kreatif dan taman kota favorit di Banda Aceh.

Pariwisata

Bagi generasi muda di Banda Aceh, Taman Putroe Phang menjadi ruang ekspresi dan tempat menyalurkan kreativitas. Sementara itu, bagi masyarakat umum, taman ini berfungsi seperti taman kota pada umumnya—ruang terbuka yang nyaman untuk rekreasi keluarga dengan biaya terjangkau.

Namun, di balik perannya sebagai ruang publik, Taman Putroe Phang menyimpan jejak penting sejarah kejayaan Kesultanan Aceh. Bersama sejumlah situs lainnya di sepanjang aliran Krueng Daroy, taman ini merupakan bagian dari bekas kompleks megah Istana Kesultanan Aceh.

Taman ini merupakan bagian dari bekas kompleks megah Istana Kesultanan Aceh.

Sayangnya, saat pasukan Belanda menyerang Koetaradja (sekarang Banda Aceh), sebagian besar kompleks istana mengalami kerusakan parah. Banyak peninggalan sejarah dari masa keemasan Kesultanan Aceh musnah atau hilang akibat serangan tersebut.

Seiring waktu, sejumlah bagian dari kompleks istana pun beralih fungsi mengikuti perkembangan tata ruang kota. Beberapa situs yang tersisa kini hanya menyisakan bayangan samar dari kemegahan istana yang dahulu konon mampu menampung hingga 800 pasukan gajah.

Kondisi asli kompleks istana Kesultanan Aceh hanya dapat ditelusuri melalui catatan utusan asing dan naskah-naskah kuno, seperti Bustanus Salatin karya Nuruddin Ar-Raniri. Berdasarkan laporan utusan Kerajaan Prancis, kompleks Istana Dalam Darud Dunya—kediaman resmi Sultan Aceh—mencakup area lebih dari 2 kilometer persegi.

Beberapa situs yang tersisa kini hanya menyisakan bayangan samar dari kemegahan istana yang dahulu konon mampu menampung hingga 800 pasukan gajah.

Kitab Bustanus Salatin mencatat bahwa di dalam lingkungan istana Kesultanan Aceh terdapat taman seluas 1.000 depa (sekitar 1,5 km²) yang dikenal dengan nama Taman Ghairah. Taman ini dibangun oleh Sultan Iskandar Muda sebagai hadiah bagi permaisurinya, Putroe Phang.

Taman Ghairah memiliki sebuah gerbang berkubah yang disebut Pinto Khop. Gerbang ini menjadi penghubung antara istana dan taman, dengan dimensi sekitar 2 x 2 meter dan tinggi 3 meter. Bagian rongga pintunya berbentuk lengkung busur dengan orientasi barat–timur, serta dihiasi ornamen bermotif sulur.

Atap gerbang berbentuk kelopak berlapis tiga, dengan puncak menyerupai mahkota bersudut runcing. Secara visual, bentuk ini mengingatkan pada arsitektur Gunongan, bangunan khas yang juga menjadi simbol cinta dalam sejarah Kesultanan Aceh.

Secara visual, bentuk ini mengingatkan pada arsitektur Gunongan, bangunan khas yang juga menjadi simbol cinta dalam sejarah Kesultanan Aceh.

Bustanus Salatin juga mencatat berbagai detail tentang Taman Ghairah yang kini sudah tidak tersisa wujudnya. Dahulu, taman ini dilengkapi dengan miniatur sungai, air terjun, pantai, balai, tebing, kolam, dan tanjung—sebuah taman megah yang dirancang mencerminkan kemewahan dan keindahan alam.

Dari berbagai sumber sejarah, diketahui bahwa kawasan Taman Ghairah di masa lalu mencakup area yang kini meliputi Gunongan, Kandang Baginda (makam Sultan Iskandar Tsani dan Sultanah Safiatuddin), seluruh area Taman Putroe Phang, sebagian wilayah Peucot Kerkhoff, Makam Sultan Iskandar Muda, Kandang Meuh, Kandang 12, Tamansari, hingga area Museum Tsunami Banda Aceh. Ini menandakan luas dan pentingnya peran taman tersebut dalam struktur istana Kesultanan Aceh masa lampau.

Informasi Selengkapnya
  • Elsa Dwi Lestari

  • Indonesia Kaya