Keris, salah satu karya seni olah logam yang menjadi kekhasan budaya Jawa, telah dikenal oleh peradaban Nusantara sejak abad ke-9 Masehi. Hingga saat ini, keris pun telah mengalami perkembangan, baik dari segi bentuk maupun fungsionalitas. Penggunaan keris pun menyebar luas ke berbagai daerah di Indonesia bagian barat serta tengah, Malaysia, Thailand Selatan, hingga ke Filipina.
Kemunculan keris dalam khazanah kebudayaan Nusantara diduga dipengaruhi oleh peradaban Tionghoa dan India. Bentuk keris sendiri diyakini merupakan pengembangan dari morfologi belati peninggalan kebudayaan Dongson di Vietnam Selatan. Ritual penghormatan terhadap benda logam, yang diyakini berasal dari kebudayaan India kuno, turut berperan dalam menjadikan keris sebagai senjata yang tidak hanya memiliki nilai estetis, tetapi juga dipercaya memiliki daya magis.
Bentuk keris sebelum era Kerajaan Kediri-Singasari disebut dengan ‘keris buda’ atau disebut pula ‘keris sombro’. Keris pada era ini dicirikan dengan bentuknya yang relatif primitif, bilah melebar, dan belum memiliki kelokan (luk). Keris pada era setelah berdirinya Kerajaan Kediri-Singasari (keris modern) mengalami banyak perkembangan dari sisi estetika morfologi. Hal ini terlihat dengan munculnya lekukan, unsur ornamental (ricikan), dan pola pamor.
Keris modern umumnya dibuat dari campuran dua jenis bahan logam. Beberapa jenis bahan yang umum dibuat keris adalah besi, baja, dan pamor (logam nikel atau batu meteorit). Proses penyatuan dua jenis logam ini dilakukan dengan penempaan dan pelipatan secara berulang-ulang pada suhu tinggi. Untuk itu, logam yang masih berupa batangan ini terlebih dahulu dipanaskan pada suhu di atas 1.000 derajat celcius.
Nilai estetika keris ditentukan oleh jumlah pengulangan proses pelipatan dan penempaannya.
Nilai estetika dari suatu keris ditentukan dari seberapa banyak pengulangan proses pelipatan dan penempaannya (saton). Semakin banyak pelipatan yang dilakukan, akan semakin lembut corak pamor yang dihasilkan. Setelah proses pengulangan tersebut, batangan aloi (campuran logam) tersebut dipotong sama panjang dan disisipkan sebatang baja. Tiga lapisan logam ini kembali ditempa hingga menjadi keris mentah.
Keris mentah ini kemudian dibentuk lebih lanjut dengan cara dikikir dan diberikan sejenis zat arsenik (warangan) untuk memperkuat corak pamor. Pada tahap inilah, ornamen ukiran (ricikan) dibuat sebagai penambah estetika sekaligus pesan pemaknaan tertentu. Setelah tercapai bentuk yang sempurna, keris diberikan gaman (gagang) dan warangka (sarung) sehingga menjadi keris yang sempurna. Untuk mempertahankan keindahannya, keris diberikan minyak pewangi dan warangan secara rutin.