Tari Kamonesan, Cermin Kearifan Lokal Masyarakat Sunda - Indonesia Kaya

Cari dengan kata kunci

Tari_Kamonesan_1290.jpg

Tari Kamonesan, Cermin Kearifan Lokal Masyarakat Sunda

Dalam keseharian masyarakat Sunda yang sederhana, tarian ini lahir sebagai cerminan nilai dan cara hidup yang tetap bertahan.

Kesenian

Masyarakat Sunda dikenal dengan cara hidup yang masih kental dengan nilai-nilai tradisional. Keseharian mereka mencerminkan kearifan lokal yang tertanam dalam perilaku, ekspresi, dan kebiasaan—seolah setiap langkah adalah bagian dari narasi budaya yang hidup. Dari keseharian inilah tercipta inspirasi bagi tari kamonesan, sebuah tari kreasi asal Jawa Barat yang mengangkat keindahan hidup masyarakat Sunda.

Tari kamonesan adalah tari berpasangan yang dibawakan oleh delapan penari—empat laki-laki dan empat perempuan—dalam formasi yang harmonis. Kostum para penari tampil memikat dengan warna-warna cerah seperti merah, biru, kuning, dan hijau yang memancarkan semangat dan kegembiraan. Penari laki-laki mengenakan celana pangsi dan ikat kepala khas Sunda, sementara penari perempuan tampil anggun dalam balutan kebaya lengkap dengan penutup kepala. Yang membuat tarian ini istimewa adalah kehadiran ornamen bakul yang dibawa oleh para penari perempuan—simbol sederhana namun kuat yang merepresentasikan kehidupan tradisional masyarakat Sunda: bersahaja, penuh makna, dan selaras dengan alam.

Yang membuat tarian ini istimewa adalah kehadiran ornamen bakul yang dibawa oleh para penari perempuan.

Pertunjukan diawali dengan para penari pria yang menampilkan gerakan enerjik, memadukan tarian dengan elemen gerak silat khas Sunda. Tak mau kalah, penari perempuan hadir dengan jari-jemari lentik dan lenggak-lenggok gemulai, memperlihatkan keanggunan yang kontras namun selaras di atas panggung. Gerakan kemudian berkembang ke formasi berpasangan, di mana posisi laki-laki berada di belakang, seolah mengiringi perjalanan rekan mereka.

Rangkaian gerak menggambarkan keseharian masyarakat pedesaan: penari perempuan membawa bakul di pundak, melangkah menuju ladang, sementara para penari pria mengibaskan selendang yang dibawa sebagai simbol sambutan. Dalam momen tertentu, tampak interaksi penuh penghormatan—penari pria membungkuk, lalu menyerahkan kembali bakul yang sebelumnya diambil, menggambarkan harmoni dan gotong royong dalam kehidupan tradisional.

Makna mendalam dari setiap gerak dan properti dalam pertunjukan turut mencerminkan nilai-nilai budaya yang tumbuh di tengah masyarakat Sunda.

Seluruh sajian ini semakin hidup berkat iringan musik khas Sunda yang mengalun dari gendang, gamelan, dan suling—membangkitkan nuansa alam pedesaan yang damai dan menyatu dengan gerak para penari.

Makna mendalam dari setiap gerak dan properti dalam pertunjukan turut mencerminkan nilai-nilai budaya yang tumbuh di tengah masyarakat Sunda. Tarian tersebut merepresentasikan perilaku dan dinamika kehidupan sehari-hari—mulai dari keinginan, kebiasaan, hingga sikap yang terbentuk oleh lingkungan sosial dan budaya sekitar. Simbol-simbol tradisional pun dimunculkan sebagai penguat pesan. Salah satunya adalah boboko, bakul anyaman bambu yang biasa digunakan untuk menyimpan nasi. Meski teknologi penyimpanan terus berkembang, boboko tetap dipertahankan sebagai bagian dari kearifan lokal yang diwariskan lintas generasi.

Informasi Selengkapnya
  • Elsa Dwi Lestari

  • Indonesia Kaya