Si Dul Anak Betawi, Buku Karya Aman Datuk Madjoindo - Indonesia Kaya

Cari dengan kata kunci

Si Dul Anak Betawi, Buku Karya Aman Datuk Madjoindo

Si Dul Anak Betawi, Buku Karya Aman Datuk Madjoindo

Novel anak Indonesia yang tetap relevan dan enak dibaca hingga kini.

Kesenian

Kisah petualangan dan kenakalan masa kanak-kanak merupakan salah satu topik yang paling digandrungi di dunia sastra. Tak hanya mengingatkan pembacanya akan keseruan masa kecil, alur ceritanya juga mengandung pesan moral yang bisa dipelajari dan diresapi oleh semua kalangan.

Dalam khazanah warisan sastra Indonesia, si Dul anak Betawi yang bermimpi menjadi anak sekolahan, bisa dibilang sebagai tokoh anak kecil yang paling dikenal masyarakat. Si Dul Anak Betawi merupakan buah karya pengarang Aman Datuk Madjoindo yang pertama kali diterbitkan pada 1932 oleh Balai Pustaka. Lucunya, sang pengarang bukanlah orang Betawi, melainkan Sumatra. Tampaknya, ia jatuh cinta pada budaya Betawi sehingga lahirlah salah satu novel anak Indonesia klasik ini. 

Lucunya, sang pengarang bukanlah orang Betawi, melainkan Sumatra.

Episode Hidup Si Dul

Rangkaian cerita dalam novel Indonesia klasik Si Dul Anak Betawi tak terlalu panjang. Tiap bab di dalamnya bak episode yang berdiri sendiri dan menceritakan tentang ulah si Dul (atau Doel dalam terbitan lanjutan)—kadang sendiri, bersama teman-temannya, atau bersama keluarganya. 

Bab pertama, Di Bawah Pohon Sauhmenggambarkan karakter si Dul yang saleh tapi tak sungkan berkelahi melawan musuhnya yang bernama Sapii, si jagoan kampung, untuk membela teman perempuannya si Asnah. Dalam bab Si Dul Jadi Hajicerita bertolak dari kebosanan si Dul di rumah—dari membayang-bayangkan perlawanan lanjut dengan Sapii, menghitung kasau atap rumah, hingga akhirnya mengadu semut hitam dan merah malang yang ia temukan di halaman. Asnah yang kebetulan melewati rumahnya lantas menegur Dul agar tidak menyiksa binatang. Alhasil, kedua semut itu tetap selamat.

Di novel ini, sang pengarang terlihat memberi perhatian ekstra mengenai relasi antara manusia dan binatang. Contoh lainnya ada di dalam bab Gembala Kambingdi mana Dul diceritakan mesti membawa kambing kakek dan guru mengajinya, Uak Salim, untuk merumput di ladang. Tapi, karena si kambing tak mau ditarik-tarik, maka Dul pun memukulnya supaya dia mau berjalan. Karena kelelahan, berteduhlah Dul di bawah pohon hingga akhirnya bermimpi menjadi kambing yang hendak disiksa. 

Penggalan cerita tentang kenakalan dan kepolosan anak kemudian berganti menjadi agak serius di dalam bab Berjual Nasi Ulam. Ayah Dul yang seorang supir otobus dikisahkan meninggal karena kecelakaan. Pengguna transportasi umum zaman dulu yang membaca novel ini mungkin akan merasa tidak asing dengan cerita supir bus yang gemar adu balap untuk merebut penumpang.

Setelah pulih dan bangkit dari kesedihannya, tinggallah ibu si Dul, Nyak Amne, yang mesti menghidupi anak semata wayangnya sendirian. Dia hendak bekerja di toko obat, tapi Uak Salim, ayah sang ibu, melarangnya dengan perkataan kolot “Bakal campur aduk ame lelaki sembarangan.” Uak Salim lalu menyuruhnya untuk menjadi tukang cuci orang Tiongkok, yang akhirnya dituruti oleh Nyak Amne (meski diam-diam tidak suka menjalaninya). Tak lama, Nyak Amne akhirnya memutuskan untuk berjualan nasi ulam, dengan si Dul sebagai penjualnya. Meski kerap digoda saat berkeliling kampung, Dul tak merasa malu dan malah mendukung keputusan sang ibu. Baginya, yang penting Nyak Amne tak melulu bermuram durja. Dengan hati riang, Dul kerap berjualan sambil menyanyikan:

Ayoh, nasi ulang segobang-segobang. 

Belilah, Mpok, belilah, Abang!

Ayoh, nasi ulam kelapa parut!

Beli satu, kenyang perut!

Cita-cita Dul untuk mengenyam pendidikan disinggung di dalam bab Si Dul Kecewa. Diceritakan bahwa saat Lebaran, Dul mengenakan baju serupa sinyo Belanda—kemeja, celana pendek, dasi, dan topi bulat padvinder—sementara anak-anak sebayanya hanya memakai kemeja dan sarung. Ketika bertandang ke rumah Uak Salim, seperti diduga, ia dimarahi dan diperintahkan untuk mengganti baju. 

Cita-cita Dul untuk mengenyam pendidikan disinggung di dalam bab Si Dul Kecewa.

Namun, semangat Dul tak pernah patah di tengah jalan. Di bab terakhir, Maksud si Dul Sampai, dikisahkan bahwa ayah tirinya (yang juga sempat ditentang oleh Uak Salim) yang baik hati mau menyekolahkan si Dul. Akhirnya, si Dul kesampaian bersekolah. Diceritakan pula, di hari pertama masuk sekolah, “kekampungan” Dul sukses menggelitik sang guru. Ketika diminta menyebut nama aslinya, ia kebingungan, “Buat ape ditanya name gue panjang-panjang. Di rumah nama gue Dul aje, kagak lebih kagak kurang. Nyak manggil gue Dul, babe manggil Dul, temen-temen semua manggil Dul. Apa lagi die mau?”

Ah, dasar si Dul anak Betawi.

Kehidupan di Kampung Betawi

Logat dan Bahasa Betawi yang sama seperti Bahasa Sunda atau Medan, memang sering menjadi materi lelucon. Terbukti, cara bertutur yang ditulis di dalam Si Dul Anak Betawi kerap mengundang tawa—yang secara tak langsung membuatnya menjadi salah satu daya tarik utama novel.

Cara bertutur yang ditulis di dalam Si Dul Anak Betawi kerap mengundang tawa—yang secara tak langsung membuatnya menjadi salah satu daya tarik utama novel. 

“Kekampungan” watak dan tabiat tiap karakter juga menjadi bahan candaan. Tapi, penulis tak pernah terasa merendahkan mereka. Yang penulis lakukan hanyalah memotret keunikan dan kekhasan penghuni kampung Betawi secara jeli, terutama yang tertanam pada tokoh utama. Si Dul Anak Betawi bukanlah sastra yang “berat,” yang tentu disengaja karena pangsa pembaca yang dituju adalah anak-anak dan remaja. Tiap bab mengalir ringan, renyah, dan sarat humor. Plot yang serius bahkan berlangsung cepat. Contohnya seperti kisah kematian sang ayah, atau cerita yang bahkan tak tuntas sama sekali seperti tentang kelakuan Uak Alim yang konservatif dan menentang si Dul bersekolah. 

Meski begitu, pembaca masih bisa membaca pesan tersirat yang senantiasa menjadi sorotan sang penulis, yaitu tentang pentingnya pendidikan. Sama seperti novel Di Bawah Lindungan Ka’bah karya Hamka, yang menyiratkan ketidakpuasan soal peran wanita pada masa itu. 

Walau terkesan ringan, penokohan Dul dan penggambaran kehidupan di kampung Betawi sebetulnya cukup kuat. Terutama soal karakter si Dul, yang meski bandel tapi tetap rajin beribadah dan berbakti kepada orang tua. Karena itulah, pada sebuah konferensi pers bertajuk Pentingnya Pendidikan Toleransi Melalui Sastra Klasik dalam Media Milenial yang digelar pada 2021, novel Si Dul Anak Betawi menjadi contoh terbaik yang diangkat. ”Kami sepakat bahwa buku-buku karya sastra klasik ini punya bagian penting dalam mengajarkan nilai-nilai toleransi bagi generasi muda Indonesia,” kata Direktur Utama PT Balai Pustaka, Dr. Ir. Achmad Fachrodji. 

Si Dul Anak Betawi—yang berubah menjadi Si Doel Anak Jakarta pada cetakan kedua—merupakan novel pertama Aman Datuk Madjoindo. Pria yang sempat bekerja sebagai korektor di Balai Pustaka ini telah menerbitkan lebih dari 20 buku selama kariernya sebagai penulis, termasuk Menebus Dosa (1932) dan Si Cebol Rindukan Bulan (1934). Namun, kisah si Dul merupakan karyanya yang paling tenar. 

Buah karya penulis kelahiran Solok, Sumatra Barat, ini terus abadi hingga pada 1972 novelnya diadaptasi menjadi film layar lebar oleh Sjumandjaja dengan tokoh si Dul yang dibintangi Rano Karno. Bisa dikatakan, Rano Karno bakal selalu dikenang sebagai si Doel, apalagi pada 1994-2003 ia lanjut memainkan versi dewasanya dalam adaptasi sinetron berjudul Si Doel Anak Sekolahan, yang juga ia tulis dan sutradarai sendiri

Bisa dikatakan, Rano Karno bakal selalu dikenang sebagai si Doel.

Tidak hanya bercerita tentang drama percintaan antara Doel, Zaenab, dan Sarah, sinetron tersebut juga menunjukkan perjuangan Doel si anak Betawi yang dapat lulus menjadi insinyur, yang juga tak lepas dari dukungan keluarganya. Sinetron yang juga turut dibintangi oleh Benyamin Sueb, Maudy Koesnaedi, Mandra, dan lainnya ini mencapai 162 episode dan berlangsung hingga tujuh musim di tahun 2006. 

Sinetron Si Doel Anak Sekolahan sangat sukses hingga kemudian melahirkan cerita-cerita lanjutan dalam format FTV dan film bioskop. Yang terakhir, trilogi Si Doel The Movie pada tahun 2018, Si Doel The Movie 2 di tahun 2019, dan Akhir Kisah Cinta Doel pada tahun 2020. 

Si Dul hanyalah satu anak Betawi yang akhirnya bisa duduk di bangku sekolah. Setelah buku ini terbit, kagak tau dah udah berape Dul-Dul lainnye yang ngikutin jejak yang same.

Informasi Selengkapnya
  • Indonesia Kaya

  • Pramana Widodo Putra

  • https://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Si_Doel_Anak_Djakarta.

    https://www.infopublik.id/kategori/nasional-sosial-budaya/512733/kepala-bnpt-novel-si-doel-anak-jakarta-ajarkan-toleransi.