Peksi Moi: Tari Dakwah Islami Bernuansa Bela Diri dari Sleman - Indonesia Kaya

Cari dengan kata kunci

tari_peksimoi_1200.jpg

Peksi Moi: Tari Dakwah Islami Bernuansa Bela Diri dari Sleman

Dari gerakan bela diri hingga syair Islami, tarian ini lahir dari gagasan seorang ulama sebagai media dakwah yang unik dan menghibur.

Kesenian

Tari peksi moi menjadi salah satu contoh bagaimana seni dipakai sebagai media dakwah Islam di Jawa. Sejak masa lampau, para ulama menyebarkan ajaran agama melalui berbagai cara, mulai dari perdagangan, perkawinan, pendidikan, tasawuf, politik, hingga seni budaya.

Di Pulau Jawa, jalur seni dan budaya terbukti efektif dalam mempermudah syiar Islam. Wali Songo misalnya, memperkenalkan berbagai kesenian bernuansa islami—Sunan Kalijaga dengan wayang Islam, Sunan Bonang dengan gamelan bonang dan lagu Tombo Ati, serta Sunan Kudus dengan tembang maskumambang dan mijil, juga pengubahan candi di Menara Kudus. Dari tradisi dakwah melalui seni inilah kemudian lahir tari peksi moi di Sleman, Yogyakarta.

Peksi Moi merupakan tarian yang memadukan gerakan bela diri dengan iringan musik. Nama ini merupakan singkatan dari Persatuan Kesenian Islam Main Olahraga Bela Diri. Pertama kali diperkenalkan pada tahun 1954 oleh K.H. Nahrowi, seorang ulama dari Sleman, tarian ini hadir sebagai media dakwah sekaligus sarana hiburan masyarakat.

Nama ini merupakan singkatan dari Persatuan Kesenian Islam Main Olahraga Bela Diri.

K.H. Nahrowi adalah seorang ulama dari Ploso Kuning, Minomartani, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Beliau merupakan salah satu ulama yang memiliki andil dalam membangun Masjid Pathok Negoro Ploso Kuning dan mendapatkan tugas untuk menyebarkan agama Islam di wilayah utara. Salah satu wilayah yang dijadikan sebagai tempat untuk menyiarkan Islam adalah daerah Tempel dan Dusun Soka Wetan.

Di Dusun Soka Wetan lah K.H. Nahrowi menggagas pembangunan masjid yang dilakukan secara gotong royong oleh masyarakat di antara waktu siang dan malam. Ketika waktu malam tiba, para pekerja pembangunan Masjid Pathok Negoro beristirahat, kemudian K.H. Nahrowi mengajarkan bela diri kepada para pemuda yang sedang berkumpul. Latihan bela diri ini diajarkan agar masyarakat Suko Wetan terhibur dan meningkatkan semangat dalam bekerja.

Lahirnya Tari Peksi Moi

Dalam pengerjaannya, pembangunan masjid selesai dalam waktu 40 hari. Hasil dari latihan bela diri yang diajarkan tiap malam tersebut kemudian dipentaskan dalam acara peresmian masjid. Setelah itu, masyarakat desa mulai menerima dan menamai gerakan pencak silat tersebut sebagai tarian peksi moi yang memiliki tujuan untuk menghibur masyarakat.

Pertunjukan ini diiringi tabuhan terbangan (rebana bundar pipih dengan bingkai kayu berlapis kulit), bedug, serta syair-syair Islami. Setiap instrumen dan lagu yang dimainkan melahirkan gerakan berbeda-beda, sementara liriknya berisi ajakan beribadah kepada Allah S.W.T. sekaligus seruan akan persatuan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).

Tarian tersebut ditampilkan melalui interaksi antarpenari tanpa melibatkan penonton pasif. Bersifat sebagai tarian latar, ia dapat dimainkan di mana saja, dengan durasi yang menyesuaikan lagu: ada yang singkat hanya 2–3 menit, ada pula yang panjang hingga satu jam.

Lagu yang dinyanyikan sebatas syair-syair ajakan yang tidak memiliki alur cerita.

Tari peksi moi terdiri dari penari, pemain musik, dan juga penyanyi. Para penari umumnya terdiri dari 12-16 orang dengan 4 orang pemain musik berupa 3 terbangan dan 1 gendang, serta 2 orang penyanyi. Tarian ini dipentaskan oleh laki-laki dan perempuan dengan 35 lagu pengiring selama pementasan.

Lagu yang dinyanyikan sebatas syair-syair ajakan yang tidak memiliki alur cerita. Bahasa yang digunakan dalam satu rangkaian nada syair pengiring tari peksi moi menggunakan Bahasa Arab sebanyak 8 bait, bahasa Jawa 2 bait, dan juga bahasa Indonesia 24 bait. Jenis-jenis syair yang dilagukan antara lain: Ya Rasulalloh, Lekas Main, Baru datang, Negara, Manusia, Ya Muhaimin Ya Salam, Sungguh Kami Sekalian, Tholat naba, Lasol, Tidak Jadi Apa, Minta Berhenti, Marhaban, Rupa Jalma, Selamet Sempurna, Atur Sembah Aken, Do Mi Sol, Hormat Kami, Kumpulan Ini, Daratan, Minala, Sholatulloh, Ini Mana, Kumpulan Ini Baru Mulai, Kalau Ada, Kinclong, Memberitahu, Naik Sepeda, Salendang, Mintalah Ampun, Tabik Encik, Kami Anak Pengajian, Ayam Kate, Jangan Sampai Lama, Assalamua’alaikum, dan Sumur Dalam.

Kostum yang dikenakan oleh para penari berupa pakaian warna putih yang dibalut rompi berwarna biru, jingga, dan ungu. Di area perut mengenakan stagen, sementara bagian kepala menggunakan ikat kepala dengan variasi bulu. Para penari juga mengenakan celana berwarna hitam yang dibalut dengan kain jarik motif parang. Kostum ini tidaklah absolut, tetapi terus dimodifikasi secara berkala mengikuti perkembangan zaman.

Pementasan Tari Peksi Moi

Pementasan tari peksi moi diawali dengan instrumen sebagai pemberitahuan bahwa tarian siap untuk dimulai. Setelah itu syair dilagukan dan para penari mulai memasuki tempat pementasan. Tekanan dan tempo gerakan awal tarian disesuaikan dengan jenis lagu yang dilagukan.

Gerakan tari peksi moi adalah gerakan tari yang kuat dan keras. Hal tersebut dikarenakan gerakan tarian yang diambil dari gerakan bela diri. Ada beberapa motif tarian peksi moi antara lain: jurus yang berupa gerakan pukulan, dendangan, kuda kuda sempoh, perlindungan muka dan gerakan jurus lainnya; takisan; dan gerakan menyerang.

Gerakan tari peksi moi adalah gerakan tari yang kuat dan keras.

Tarian peksi moi tidak memiliki gerakan yang rumit, sehingga tarian yang memiliki tujuan syiar agama Islam ini dapat dipelajari oleh berbagai kalangan usia. Biasanya, tarian peksi moi dipentaskan oleh anak-anak SMP dan juga SMA di lingkungan desa, saat diadakan festival desa atau Festival Peksi Moi. Selain menjadi sarana dalam proses pembelajaran tentang keagamaan, pementasan tari peksi moi juga mampu mempererat tali silaturahmi warga masyarakat.

Informasi Selengkapnya
  • Indonesia Kaya

  • Indonesia Kaya

  • Kemendikbud