Rumah Limas merupakan rumah tradisional Palembang, salah satu rumah adat Sumatera Selatan yang seluruh bagiannya terbuat dari kayu. Sesuai dengan namanya, rumah limas mempunyai bentuk limasan dengan gaya panggung. Pondasi rumah limas terbuat dari kayu ulen, pemilihan kayu ini bukan tanpa sebab mengingat kayu ulen mempunyai struktur yang kuat dan tahan air. Sementara bagian rumah yang lain seperti pintu, pagar, dan lantai terbuat dari kayu trambesi tanpa menggunakan satu pun paku.
Rumah limas dalam budaya Palembang mempunyai makna filosofis yang mendalam. Tiap ruangan diatur dengan menggunakan filosofi kekijing. Dalam kekijing terdapat lima tingkatan ruangan yang diatur berdasarkan penghuninya, yaitu usianya, jenis kelamin, bakat, pangkat, dan martabat.
Tingkatan pertama adalah trenggalung. Trenggalung merupakan ruangan yang difungsikan untuk menerima tamu jika pemilik rumah sedang mengadakan hajat. Pada ruangan ini terdapat pagar trenggalung, uniknya jika dilihat dari luar suasana di dalam ruangan tidak terlihat, namun orang yang ada di ruangan bisa melihat suasana di luar. Hal menarik lainnya yang ada di ruangan ini adalah lawang kipas. Lawang atau pintu yang jika dibuka akan membentuk langit-langit ruangan, namun jika ditutup akan membentuk dinding dan selasar pada ruangan trenggalung.
Ruangan kedua setelah trenggalung adalah jogan. Kekijing tingkat dua ini diperuntukan bagi anggota keluarga pemilik rumah yang berjenis kelamin laki-laki. Masuk lebih ke dalam, kekijing tingkat tiga lebih memiliki privasi ketimbang ruangan sebelumnya, hal tersebut terlihat dari adanya penyekat ruangan. Ruangan tingkat tiga ini hanya digunakan oleh tamu undangan khusus ketika pemilik rumah sedang mengadakan hajat.
Masuk ke kekijing tingkat empat, ruangan ini hanya boleh digunakan oleh orang-orang yang dihormati dan mempunyai ikatan darah dengan pemilik rumah. Sementara kekijing tingkat lima disebut juga dengan ruangan gegajah. Ruangan ini hanya boleh dimasuki oleh orang yang dihormati dan mempunyai kedudukan yang sangat tinggi di dalam keluarga dan masyarakat. Uniknya di dalam ruangan gegajah terdapat undakan lantai yang disebut amben. Amben inilah yang digunakan untuk mengadakan musyarawah para penghuni gegajah. Selain itu juga terdapat kamar pengantin, yang hanya difungsikan jika pemilik rumah sedang mengadakan pesta pernikahan.
Rumah Limas sebagai salah satu rumah adat Sumatera Selatan kini sudah jarang digunakan oleh masyarakat Palembang. Selain keterbatasan lahan, mengingat untuk membangun rumah limas harus memiliki lahan yang sangat luas, membangun rumah limas juga membutuhkan dana yang lebih banyak ketimbang membangun rumah pada umumnya. Oleh karena itulah, masyarakat Palembang percaya, pemilik rumah limas di zaman kesultanan Palembang adalah mereka yang memiliki kedudukan sosial dan ekonomi yang tinggi di masyarakat.
Meski masyarakat Palembang sudah tidak menggunakan gaya rumah limas sebagai hunian mereka, bukan berarti tidak ada rumah limas di Palembang. Salah satu rumah limas yang masih berdiri hingga saat ini adalah rumah limas peninggalan Pangeran Syarif Abdurrahman Al Habsi. Setelah mengalami perpindahan kepemilikan, rumah peninggalan tahun 1830 tersebut akhirnya dipindahkan ke halaman belakang Museum Balaputera Dewa, dan menjadi koleksi terbesar museum yang ada di Jalan Srijaya Negara I, Palembang itu. Bahkan untuk menjaga dan melestarikan bentuk rumah limas Palembang yang kaya akan makna filosofis ini, pemerintah mengeluarkan mata uang pecahan 10.000 rupiah yang bergambar rumah limas. [AhmadIbo/IndonesiaKaya]