Sejak dulu, Jakarta sebagai tanah leluhur orang Betawi menjadi kawasan transit berbagai orang dengan berbagai kepentingannya. Orang-orang yang datang dari berbagai suku dan etnis tersebut kemudian berbaur dengan masyarakat Betawi. Akulturasi budaya pun terjadi melalui banyak hal termasuk perkawinan.
Proses akulturasi berbagai budaya tersebut kemudian melahirkan seni dan tradisi Betawi yang unik, salah satunya terlihat dari tari lenggang nyai. Meski umurnya belum lama, tari yang diciptakan oleh Wiwiek Widiastuti ini merupakan salah satu seni tradisi Betawi yang banyak dikenal selain ondel-ondel.
Terciptanya tari lenggang nyai konon terinspirasi dari perjuangan Nyai Dasimah, seorang gadis Betawi yang merasakan kegalauan memilih pasangan hidup, antara pemuda Belanda atau Indonesia. Setelah memutuskan lebih memilih pemuda Belanda, Nyai Dasimah justru mengalami pengekangan dan perlakuan tidak menyenangkan dari suaminya tersebut. Pemberontakan atas pengekangan tersebutlah yang kemudian menginspirasi Wiwiek Widiastuti untuk menciptakan sebuah tari yang bernama tari lenggang nyai.
Secara umum, gerakan tari lenggang nyai merupakan gerakan yang luwes tapi pasti. Meski begitu, terkadang terselip gerakan ragu-ragu seperti menggambarkan perasaan galau seorang gadis. Pada bagian lain, juga tampak gerakan yang menggambarkan keceriaan dan kegembiraan gadis Betawi, seperti kegembiraan seseorang yang bisa menentukan sikap hidupnya sendiri.
Sama halnya dengan tari-tari asal Betawi yang lain, tari lenggang nyai tidak lepas dari iringan musik gambang kromong. Dilihat dari segi kostum yang dikenakan, tari lenggang nyai kental dengan nuansa pecinan. Hal tersebut terlihat dari warna-warna cerah yang ada pada kostum, selain juga penampakan tutup kepalanya yang identik dengan kebudayaan Tionghoa.
Baca juga: Tari Gandrung, Suguhan Perhelatan Khas Banyuwangi