Salah satu yang membuat nama Bali terkenal ke penjuru dunia adalah kreativitas para senimannya, tak terkecuali di bidang seni lukis (baik modern maupun tradisional). Karenanya, tak heran bila di berbagai sudut ditemukan museum lukis. Salah satu di antaranya adalah Museum Puri Lukisan. Museum yang terletak di Jalan Raya Ubud, Gianyar, dan berjarak sekitar 40 menit perjalanan dari Denpasar, ini adalah museum lukis tertua yang ada di Bali.
Pendirian Museum Puri Lukisan dilatarbelakangi oleh kekhawatiran akan terjadinya pemiskinan budaya di Bali. Sejak awal abad ke-20, karya para pelukis asal Pulau Dewata telah mendapat pengakuan di kancah internasional. Namun dalam beberapa dekade terakhir, karya-karya tersebut tersebar ke berbagai belahan dunia—dibawa pulang sebagai cendera mata oleh para turis. Kondisi ini memunculkan kekhawatiran bahwa kekhasan seni lukis Bali akan semakin sulit ditemukan di tanah kelahirannya sendiri pada masa mendatang.
Sejak awal abad ke-20, karya para pelukis asal Pulau Dewata telah mendapat pengakuan di kancah internasional.
Gagasan untuk melestarikan kekhasan seni Bali mendorong sejumlah tokoh mendirikan sebuah perkumpulan seniman bernama Pitamaha pada tahun 1936. Tokoh-tokoh pendiri Pitamaha antara lain Tjokorda Gde Agung Sukawati (Raja Ubud), Walter Spies (pelukis asal Jerman, 1895–1942), dan Rudolf Bonnet (pelukis asal Belanda, 1895–1978). Perkumpulan ini mengusung misi untuk melestarikan dan mengembangkan seni rupa Bali, baik yang bersifat tradisional maupun modern. Di masa awal keberadaannya, Pitamaha aktif mengadakan pameran sebagai sarana memperkenalkan karya para anggotanya—yang berjumlah lebih dari 120 seniman—kepada khalayak internasional.
Seiring berjalannya waktu, organisasi ini mengalami pasang surut. Salah satu masa krisis yang dihadapinya terjadi saat pecahnya Perang Dunia II, yang turut memengaruhi iklim seni dan aktivitas para seniman. Dalam situasi tersebut, muncul kesadaran akan pentingnya keberadaan sebuah museum untuk menjaga keberlanjutan karya seni Bali. Pada tahun 1953, dibentuklah Yayasan Ratna Wartha sebagai kelanjutan dari semangat Pitamaha. Melalui yayasan inilah gagasan pendirian museum seni mulai diwujudkan, yang kemudian dikenal sebagai Museum Puri Lukisan.
Peletakan batu pertama pembangunan Museum Puri Lukisan dilakukan oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo pada 31 Januari 1954. Dua tahun kemudian, tepatnya pada 31 Januari 1956, museum ini diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Mohammad Yamin. Pada masa awal pendiriannya, Tjokorda Gde Agung Sukawati menjabat sebagai direktur, sementara Rudolf Bonnet dipercaya sebagai kurator.
Sebagian besar koleksi museum berasal dari sumbangan para seniman.
Sebagian besar koleksi museum berasal dari sumbangan para seniman. Selain itu, terdapat pula sejumlah karya yang diperoleh melalui pembelian, dengan dana yang dihimpun dari berbagai donatur.
Secara garis besar, koleksi Museum Puri Lukisan terbagi ke dalam beberapa kategori, antara lain lukisan wayang Kamasan, ukiran kayu, karya para anggota Pitamaha, lukisan karya I Gusti Nyoman Lempad, serta seni lukis Bali era modern. Seluruh koleksi ini dipamerkan di empat galeri utama.
Galeri pertama adalah Galeri Pitamaha, yang menampilkan lukisan Bali dari periode 1930–1945, termasuk karya-karya I Gusti Nyoman Lempad. Galeri kedua, Galeri Ida Bagus Made, memamerkan lukisan Bali dari tahun 1945 hingga masa kini, termasuk karya sang maestro Ida Bagus Made sendiri. Galeri ketiga, yakni Galeri Wayang, menyajikan lukisan Bali modern dan lukisan bergaya wayang Kamasan. Sementara itu, galeri keempat dikhususkan untuk menampilkan informasi sejarah para pendiri Museum Puri Lukisan, serta perkembangan awal pendiriannya.