Cari dengan kata kunci

tradisi_lempar_bebek_1200.jpg

Melempar Bebek, Membuang Sial

Tidak hanya ngibing, berbagai tradisi dalam perayaan pehcun pun ikut menghibur masyarakat yang datang, salah satunya tradisi lempar bebek.

Tradisi
Tagar:

Awan di atas Sungai Cisadane mendung, menutupi sinar mentari yang hari itu enggan keluar. Meski begitu, masyarakat Tangerang yang sudah berkumpul di sepanjang bantaran Sungai Cisadane bergeming. Mereka tetap bersemangat melihat kemeriahan festival pehcun yang diadakan perkumpulan Boen Tek Bio.

Perayaan pehcun merupakan tradisi yang sudah berlangsung secara turun-temurun. Tradisi yang sudah mulai diadakan sejak tahun 1910 ini diadakan oleh peranakan Tionghoa. Seiring perjalanan waktu, tradisi ini tidak hanya milik peranakan Tionghoa. Masyarakat sekitar pun ikut terlibat dalam perayaan yang selalu diadakan di Sungai Cisadane ini. Mereka berbaur dalam pesta rakyat dan dihibur oleh tradisi ngibing dengan iringan musik gambang kromong di atas dua buah perahu.

Tidak hanya ngibing, berbagai tradisi dalam perayaan pehcun pun ikut menghibur masyarakat yang datang, salah satunya tradisi lempar bebek. Menurut Cing Eng, salah seorang warga perkumpulan Boen Tek Bio, tradisi lempar bebek atau Ci Swa di Sungai Cisadane merupakan tradisi wajib dalam setiap perayaan pehcun. Tradisi ini awalnya bertujuan untuk membuang sial. Simbol buang sial tersebut direpresentasikan dengan melempar bebek di sepanjang Sungai Cisadane.

Bebek-bebek yang dilempar akan menjadi buruan para pemuda. Tradisi lempar bebek di Sungai Cisadane pun kini berubah wajah menjadi ajang lomba menangkap bebek. Setiap perayaan pehcun, panitia menyediakan ratusan ekor bebek yang akan dilempar ke Sungai Cisadane untuk diperebutkan oleh dua kelompok pemuda.

Sebelum tradisi lempar bebek dimulai, walikota beserta pimpinan perkumpulan Boen Tek Bio biasanya menebar bunga ke sekitar Sungai Cisadane. Hal ini dilakukan sebagai ucapan rasa syukur dan supaya acara tradisi melempar bebek berjalan dengan lancar tanpa hambatan. Setelah itu, bebek pun dilemparkan dan para pemuda dari dua kelompok tadi saling bersaing menangkap bebek yang bergerak gesit di air.

Baca juga: Wihara Tertua di Banten

Sulitnya menangkap bebek di air menjadi tontonan yang menarik bagi warga yang sejak pagi menunggu di bantaran Sungai Cisadane. Tak jarang dari mereka terlontar tawa membahana sambil terus memberikan semangat kepada para peserta lomba. Diperlukan semangat juang dan keahlian berenang untuk bisa menangkap kawanan bebek yang meliuk-liuk di air. Tapi demikian, tidak ada nilai menang dan kalah dalam tradisi ini. Setiap peserta berhak memiliki bebek yang berhasil ditangkapnya.

Tagar:
Informasi Selengkapnya
  • Janitra Panji Satria

  • Indonesia Kaya