Inilah masjid tertua di Kota Pontianak. Masjid Sultan Syarif Abdurrahman namanya, masjid yang dikenal dengan nama Masjid Jami Pontianak ini berdiri sekitar tahun 1778. Masjid ini juga menjadi satu dari dua bangunan yang menjadi saksi berdirinya Kota Pontianak. Satu bangunan lainnya adalah Keraton Kadriah.
Kota Pontianak didirikan oleh Syarif Abdurrahman Alkadrie pada Rabu, 23 Oktober 1771 (14 Rajab 1185 H). Hal ini ditandai dengan membuka lahan hutan di persimpangan Sungai Landak, Sungai Kapuas Kecil, dan Sungai Kapuas Besar. Pembukaan lahan ini dilakukan untuk mendirikan balai dan rumah sebagai tempat tinggal.
Sementara itu, di tahun 1778, Syarif Abdurrahman dikukuhkan menjadi Sultan Pontianak. Letak pusat pemerintahan kesultanan ini ditandai dengan berdirinya dua bangunan yakni Masjid Sultan Syarif Abdurrahman dan Istana Kadariah yang sekarang terletak di Kelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur. Nama masjid ini diberikan oleh Syarif Usman yang merupakan anak dari Sultan Syarif Abdurrahman yang meneruskan pembangunan masjid hingga selesai. Pemberian nama masjid ini bertujuan untuk mengenang jasa-jasa sang ayah.
Masjid Sultan Syarif Abdurrahman memiliki arsitektur yang unik dimana terdapat 6 tiang besar yang terbuat dari kayu belian dengan ukuran diameter yang besar. Masjid yang mampu menampung sekitar 1500 jamaah ini juga memiliki letak yang berbeda dengan masjid-masjid pada umumnya. Pada sisi kiri pintu masuk masjid, terdapat pasar ikan tradisional. Sementara di bagian belakang masjid merupakan permukiman padat penduduk Kampung Beting, kelurahan Dalam Bugis. Pada bagian depan masjid, yang menghadap ke barat terbentang pemandangan Sungai Kapuas, sungai terpanjang di Indonesia.
Untuk dapat menginjakan kaki di masjid ini, pengunjung dapat menempuh jalur laut menggunakan sampan maupun speedboat. Namun ada juga jalur alternatif melalui darat menggunakan bus melalui jembatan Sungai Kapuas.
Masjid Sultan Syarif Abdurrahman memiliki mimbar tempat khutbah yang cukup unik. Sekilas bentuknya mirip seperti geladak kapal. Pada sisi kiri dan kanan mimbar terdapat kaligrafi yang ditulis pada media kayu plafon.
Untuk konstruksi masjid, sekitar 90 persen bangunan masjid terbuat dari kayu belian. Atapnya yang semula terbuat dari rumbia, kini menggunakan sirap, potongan kayu belian berukuran tipis. Atap masjid ini memiliki tingkat empat, pada tingkat kedua, terdapat jendela-jendela kaca berukuran kecil. Sementara di bagian paling atas, atapnya mirip kuncup bunga atau stupa.
Masjid Sultan Syarif Abdurrahman biasanya ramai dikunjungi jamaah shalat ketika shalat jumat dan saat bulan ramadhan tiba, ketika diselenggarakan shalat tarawih. Saat hari-hari besar keagamaan umat islam seperti idul fitri tiba, masjid ini juga dipenuhi umat untuk menggelar shalat Ied.
Baca juga: Masjid Raya Singkawang, Cermin Kerukunan Multi Etnis Kota Singkawang
[Tauhid/IndonesiaKaya]