Candi Jabung, Bukti Kejayaan Buddha pada Zaman Majapahit - Indonesia Kaya

Cari dengan kata kunci

candi_jabung_1290.jpg

Candi Jabung, Bukti Kejayaan Buddha pada Zaman Majapahit

Candi Buddha yang pernah dikunjungi oleh Raja Hayam Wuruk ini, menjadi bukti perpaduan harmoni antara kekuasaan politik dan spiritual pada masa itu.

Pariwisata

Menurut Kitab Negarakertagama, Raja Hayam Wuruk diriwayatkan pernah mengadakan perjalanan ke timur pada tahun 1359. Berhenti di suatu desa bernama Kelayu untuk mengadakan upacara persembahan (nyekar). Di Desa Kalayu inilah terdapat suatu bangunan bercorak Buddha yang dianggap suci. Bangunan bernama Sugata Prasista tersebut kini dikenal dengan nama Candi Jabung.

Dalam Kitab Pararaton juga diungkapkan, Candi Jabung mempunyai gelar Bajrajina Paramitapura. Secara etimologi, nama tersebut berasal dari bahasa Sansekerta. “Bajra” merupakan sebutan bagi seorang dewa Buddhis, “jina” mengandung arti tiga dewa dalam kepercayaan Buddha, “paramamita” berarti ajaran Buddha Mahayana Tantra, sedangkan “pura” diartikan sebagai bangunan candi.

Secara harfiah, nama tersebut mengandung makna sebagai bangunan candi bercorak Buddha yang dibangun demi tiga dewa dalam kepercayaan Buddha. Sedangkan nama Jabung dipakai oleh warga sekitar, diambil dari nama pohon yang banyak terdapat di kawasan candi tersebut ditemukan.

Gelar Bajrajina Paramitapura pada Candi Jabung berarti candi Buddha yang dibangun untuk tiga dewa.

Candi Jabung secara administrasi terletak di Dusun Jabung, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Berlokasi di tengah pemukiman warga, Candi Jabung menempati lahan seluas lebih dari 20.000 m2 dan berada di ketinggian 8 mdpl. Struktur Candi Jabung terbuat dari batu bata merah, dan sebagian yang lain terbuat dari batuan andesit.

Menurut catatan pengelola, Candi Jabung merupakan candi bercorak Buddha peninggalan Kerajaan Majapahit. Batu yang digunakan untuk membangun candi mempunyai ukuran panjang 35 cm, lebar 25 cm, dan memiliki ketebalan 7 cm. Secara umum, Candi Jabung mempunyai panjang 13,11 meter, lebar 9,85 meter, dan tinggi 15,58 meter.

Candi ini mempunyai ciri-ciri yang serupa dengan berbagai candi yang ditemukan di wilayah Jawa Timur.

Jika ditelisik lebih jauh, candi ini mempunyai ciri-ciri yang serupa dengan berbagai candi yang ditemukan di wilayah Jawa Timur. Ciri-ciri tersebut antara lain seperti, bahan baku bangunan candi terbuat dari batu bata merah, relief didominasi oleh bentuk bunga teratai, dan terdapat pintu atau bilik pada badan candi.

Candi Jabung mempunyai beberapa bagian, antara lain bagian batur candi, bagian kaki, bagian duduk tubuh, bagian tubuh candi, dan bagian atap candi. Bagian batur candi mempunyai ukuran panjang sekitar 13 meter, di bagian atasnya terdapat selasar dengan relief yang menggambarkan kehidupan sehari-hari masyarakat. Sedangkan kaki Candi Jabung berbentuk persegi dengan bagian depan menjorok keluar. Pada bagian ini juga terdapat panel-panel yang berbentuk kala (Cakra dan Surya), yaitu simbol-simbol kesenian dari masa Majapahit.

Sementara bagian duduk tubuh candi merupakan bagian di antara kaki candi tingkat II dan peralihan bentuk dari persegi ke bagian candi yang bulat. Pada bagian ini terdapat panel-panel dengan relief manusia, rumah, dan pohon-pohonan, namun sayang sebagian relief sudah tidak bisa terlihat karena termakan zaman. Menariknya, di bagian tenggara terdapat relief cerita Sri Tanjung, yaitu menggambarkan seorang perempuan naik di atas punggung seekor ikan.

Setelah beberapa kali mengalami pemugaran, Candi Jabung diresmikan sebagai cagar budaya pada 5 November 1987.

Bagian tubuh candi ini mempunyai bilik berukuran 2,6 x 2,58 meter dengan tinggi 5,52 meter, yang bagian atasnya terdapat batu penutup cangkup berukir, sedangkan di dalamnya terdapat altar yang ditempatkan arca pemujaan. Sayangnya, tidak semua orang bisa masuk ke dalam bilik tersebut demi menjaga kelestarian bangunan candi. Namun pengunjung bisa menyaksikan pada ketiga sisi tubuh candi (utara, timur, dan selatan) terdapat pintu semu. Pada masing-masing bingkai pintu semu terdapat ragam hias kala berupa kepala naga dan singa.

Puncak atap candi diperkirakan berbentuk stupa, mengingat Candi Jabung bercorak Buddha. Namun, sisa-sisa atap candi yang tersisa saat ini adalah denah atap berbentuk lingkaran dan terdapat sisa bagian tubuh stupa. Setelah sempat mengalami beberapa kali pemugaran, Direktorat Jenderal Kebudayaan pada 5 Nopember 1987 meresmikan ini sebagai benda cagar budaya yang dilindungi pemerintah.

Informasi Selengkapnya
  • Elsa Dwi Lestari

  • Indonesia Kaya