Kisah Calon Arang, yang awalnya tercatat dalam naskah kuno Serat Calon Arang, telah mengalami transformasi seiring berjalannya waktu. Tidak hanya terbatas pada literatur Jawa, kisah janda tukang teluh ini telah menginspirasi berbagai seniman untuk menciptakan karya-karya baru. Mulai dari novel karya Pramoedya Ananta Toer hingga sendratari Giri Gora Dahuru Daha, kisah Calon Arang terus hidup dan berkembang dalam berbagai bentuk seni, termasuk komik, lukisan, dan film.
Sendratari Giri Gora Dahuru Daha membawa kita kembali ke masa Kerajaan Kahuripan, saat dipimpin oleh Raja Airlangga. Di salah satu desa di bawah kekuasaannya, yaitu Daha, tinggallah seorang tokoh legendaris bernama Janda Calon Arang bersama putrinya, Ratna Manggali.
Kisah Cinta dan Balas Dendam di Kerajaan Kahuripan
Konflik dimulai ketika Ratna Manggali mendapat cibiran dari para pemuda kampung sebagai perempuan tidak laku. Meski cantik, Ratna Manggali tidak jua diperisteri orang lantaran para pemuda takut dengan Calon Arang yang tukang teluh. Mendengar hal tersebut, Calon Arang kemudian melakukan pembalasan dengan menebar penyakit aneh ke semua orang yang ada di Desa Daha.
Melihat rakyatnya menderita karena perbuatan Calon Arang, Airlangga bersama Mpu Baradah muridnya Mpu Bahula melakukan perlawanan. Calon Arang yang dibantu oleh Dewi Durga pun akhirnya hangus terbakar oleh kekuatan yang dimiliki oleh Mpu Baradah.
Garapan sendratari Giri Gora Dahuru Daha membutuhkan banyak penari untuk memainkan berbagai peran, seperti masyarakat Daha, Raja Airlangga, Ratna Manggali, Mpu Baradah, dan Calon Arang sendiri. Dilihat dari segi pakaian yang dikenakan, secara umum, para penari mengenakan pakaian tradisional khas Jawa Timur dengan cirinya yang berwarna terang. Sendratari ini dimainkan dalam tiga babak, yaitu keadaan awal masyarakat Daha, datangnya teluh, dan penyelesaian oleh Mpu Baradah.
Sendratari Giri Gora Dahuru Daha adalah karya seni yang terinspirasi dari folklor budaya Jawa dan Bali.
Musik pengiring pementasan ini menghadirkan perpaduan unik antara gamelan dan angklung paglak, sebuah inovasi dari alat musik tradisional angklung yang berasal dari Jawa Timur. Angklung paglak, yang sering digunakan dalam kesenian seperti reog Ponorogo dan jathilan, memberikan warna tersendiri pada pertunjukan. Di sela-sela alunan musik yang merdu, seorang penembang akan melantunkan tembang Jawa yang menceritakan kisah di balik pementasan.
Sendratari bertajuk Giri Gora Dahuru Daha lebih dari sekadar tari kreasi, mengingat sendratari ini terinspirasi dari folklor yang berkembang dalam budaya Jawa dan Bali. Hal ini membuktikan bahwa kekayaan folklor nusantara mampu diimplementasikan ke dalam bentuk seni yang lain. Karenanya, dibutuhkan perhatian lebih dari masyarakat untuk tetap melestarikan folklor sebagai aset kekayaan bangsa yang tak ternilai harganya. [AhmadIbo/IndonesiaKaya]