Kudus adalah salah satu kota di Jawa Tengah yang identik dengan industri kretek. Perekonomian masyarakat di kota tempat Sunan Kudus dimakamkan ini ditopang oleh industri kretek. Tidak mengherankan jika dari kota ini lahirlah sebuah tarian yang menceritakan kehidupan buruh dengan kreteknya. Mulai dari memilih tembakau hingga cara memasarkannya terangkum dalam sebuah tari bernama tari kretek.
Dalam tari kretek, setiap gerakan yang dilakukan penari perempuan terlihat seperti sedang menggunting atau merapikan ujung-ujung rokok sementara penari laki-laki melakukan gerakan layaknya seorang mandor yang melihat para buruh bekerja.
Dahulu, tari kretek diberi nama Tari Mbatil.
Dahulu, tari kretek diberi nama Tari Mbatil. Tapi, nama ‘mbatil’ ternyata tidak begitu populer di masyarakat. Tari mbatil pun diganti menjadi tari kretek seperti yang kita kenal sekarang. Tari kretek mulai populer di masyarakat sekitar tahun 1985. Tari ini konon diciptakan oleh seorang seniman bernama Endang Tonny.
Dalam tari kretek, kita dapat melihat penari yang gerakannya begitu rancak. Tari ini biasa dibawakan beberapa penari perempuan serta satu penari laki-laki.
Kerancakan penari kretek tak bisa lepas dari iringan musik gamelan yang mengiringinya.
Para penari perempuan menggunakan pakaian khas Kudus, tapi bukan pakaian adat. Bukan hanya itu, penari perempuan ini juga memakai caping serta memegang tampah. Sementara, penari laki-laki mengenakan blangkon.
Kerancakan serta kelincahan penari kretek tampaknya tidak lepas dari iringan musik gamelan yang mengiringinya.