Dadiah, Fermentasi Susu Tradisional Khas Minangkabau - Indonesia Kaya

Cari dengan kata kunci

Dadiah_1200.jpg

Dadiah, Fermentasi Susu Tradisional Khas Minangkabau

Susu kerbau fermentasi alami yang padat, asam, dan hanya bisa ditemukan di pelosok Bukittinggi.

Kuliner

Daerah dataran tinggi di Sumatra Barat dikenal memiliki banyak warisan khazanah kuliner yang unik. Salah satunya adalah kawasan segitiga Agam-Tanah Datar-Lima Puluah Koto atau yang disebut juga dengan ‘Luhak Nan Tigo’. Kawasan ini dikenal sebagai daerah yang memiliki perbendaharaan yang kaya mengenai racikan rempah-rempah dan teknik pengolahan bahan-bahan makanan di tanah Minang.

Karenanya, tidak salah jika ada anggapan bahwa daerah ini menjadi kiblat dari tradisi kuliner masyarakat Minangkabau. Satu di antara warisan tradisi tersebut adalah dadiah atau dadih, produk fermentasi susu tradisional asal Kota Bukittinggi. Kuliner yang satu ini banyak diproduksi di pelosok kampung, antara lain di sekitar kawasan Ngarai Sianok.

Dadiah merupakan susu kerbau yang difermentasi secara alami di dalam buluh atau ruas batang bambu.

Dadiah merupakan susu kerbau yang difermentasi secara alami di dalam buluh atau ruas batang bambu. Biasanya, fermentasi yang terjadi berlangsung setidaknya selama satu hari penuh. Tetapi umumnya yang telah dilepas ke pasar adalah dadiah berumur dua hari.

Proses fermentasi ini kemudian menghasilkan sejenis krim padat bertekstur lembut dan memiliki cita rasa yang asam. Semakin lama umur fermentasinya, dadiah yang dihasilkan akan semakin padat dan mengeras.

Sepintas, olahan fermentasi susu khas Minangkabau ini mengingatkan kita pada produk yang lebih populer, yaitu yoghurt. Meskipun sama-sama berbahan dasar susu, terdapat beberapa perbedaan yang membuat karakter keduanya unik.

Produk ini hanya bisa dibuat dari susu kerbau segar yang baru diperah.

Salah satu perbedaan utama terletak pada jenis susu yang digunakan. Produk ini hanya bisa dibuat dari susu kerbau segar yang baru diperah, sedangkan susu jenis lain, misalnya sapi, tidak akan menghasilkan tekstur dan rasa yang sama.

Menurut Ibu Sijus, salah satu pedagang, 20 batang bambu fermentasi biasanya membutuhkan perahan susu dari tiga ekor kerbau. Susu segar tersebut disaring terlebih dahulu, kemudian ditampung dalam buluh atau ruas bambu sepanjang 20–30 sentimeter.

Ruas-ruas bambu ditutup dan disimpan selama proses fermentasi berlangsung. Karena itu, pembuatan biasanya dimulai selepas subuh, bersamaan dengan aktivitas para peternak yang mulai memerah kerbau-kerbau mereka.

Selain bahan baku, keunikan lain berasal dari fermentasi spontan dalam wadah bambu. Berbeda dengan yoghurt yang memerlukan kultur mikroba sebagai starter, proses alami ini menghasilkan tekstur padat khas, sementara yoghurt tetap cair atau hanya sedikit mengental.

Cara paling populer dalam menyantap makanan ini adalah dengan menyajikannya bersama emping beras.

Keunikan lain dari dadiah adalah cara menikmatinya. Cara paling populer dalam menyantap makanan ini adalah dengan menyajikannya bersama emping beras atau disebut juga dengan ampiang dadiah. Rasa asam dadiah yang berpadu dengan kerenyahan emping beras ditambah siraman gula aren merupakan suatu kombinasi yang mantap.

Uniknya lagi, menurut nenek yang berjualan di Pasar Pekanan di Jalan Teuku Umar, Bukittinggi ini, dadiah juga bisa disantap sebagai lauk pauk bersama sambalado (cabai), bawang, dan sirih. Perpaduan ini menghasilkan rasa asam-pedas yang segar sebagai teman menyantap nasi. Saat disantap bersama nasi, sirih berfungsi menghilangkan aroma asam atau amis yang dihasilkan proses fermentasi.

Olahan susu fermentasi ini hanya bisa ditemukan di beberapa tempat tertentu.

Saat ini, dadiah makin sulit ditemukan. Olahan susu fermentasi ini hanya bisa ditemukan di beberapa tempat tertentu. Salah satunya karena dadiah termasuk jenis kuliner dengan peminat spesifik. Karena cita rasanya yang unik, tidak semua orang menyukai rasa asamnya.

Bagi mereka yang berminat menjajal seperti apa keunikan rasa dadiah, beberapa tempat yang menjadi rekomendasi di antaranya, Rumah Makan Simpang Raya serta Kedai Lestari H Minang di kawasan Pasar Atas Bukittinggi.

Informasi Selengkapnya
  • Elsa Dwi Lestari

  • Indonesia Kaya