Kalau mendengar kata bacem, seseorang pasti langsung membayangkan potongan tahu atau tempe berwarna kecokelatan dengan cita rasa manis yang sangat menonjol. Ya, bacem memang identik dengan makanan protein nabati tersebut. Terutama jika menyambangi daerah Jawa Tengah, seperti Yogyakarta atau Solo, atau sekadar berkunjung ke rumah makan khas Jawa Tengah, makanan olahan bacem pasti kita jumpai. Rasanya sederhana, gurih dan manis, bisa jadi lauk makanan utama atau camilan.
Namun, mungkin banyak orang yang masih salah kaprah, bacem bukanlah nama makanan. Kata bacem justru mengacu pada sebuah teknik memasak. Dengan teknik bacem, beragam makanan dapat diolah sekaligus diawetkan. Dengan bahan dasar gula sebagai komponen utamanya, makanan yang dibacem akan bertahan lebih lama. Baceman sendiri berarti rendaman makanan dengan air beserta gula dan garam, serta dimasak secara perlahan dalam kuali tertutup sampai airnya habis.
Lalu, bagaimana teknik bacem ini bisa sampai menyebar di tanah Jawa Tengah?
Asal-Usul Bacem
Teknik membumbui sekaligus mengawetkan makanan ini populer dari Jawa Tengah. Konon pada abad ke-19, masyarakat Jawa Tengah mulai membuat makanan yang mudah diperoleh dan terjangkau. Saat itu, gula merah merupakan bahan pangan yang paling mudah didapat karena Indonesia mengalami masa tanam paksa tebu.
Saat itu, gula merah merupakan bahan pangan yang paling mudah didapat karena Indonesia mengalami masa tanam paksa tebu.
Salah satu sumber literatur yang coba mengungkap tentang fakta ini berjudul “Semerbak Bunga di Bandung Raya” karya Haryoto Kunto (1986). Buku itu menceritakan bahwa setahun setelah Perang Diponegoro berakhir pada tahun 1831, Gubernur Jenderal Van den Bosch mengalami masalah keuangan akibat perang panjang dan habis-habisan. Dari situ, pemerintah Belanda menerapkan kebijakan tanam paksa yang mewajibkan tanaman kopi ditanam di Jawa Barat. Sedangkan daerah lain, seperti Jawa Tengah, diwajibkan untuk menanam tebu, bahkan harus mengubah sebagian besar wilayah pertaniannya sebagai ladang tebu.
Kebijakan ini menimbulkan bencana kelaparan di wilayah Jawa Tengah dan membuat banyak masyarakat terbiasa mengonsumsi tebu untuk bertahan hidup. Hal inilah yang membuat mayoritas masakan yang dibuat menggunakan air tebu. Sehingga, masyarakat di Jawa Tengah terbiasa dengan cita rasa masakan yang manis.
Tidak heran, makanan khas Jawa Tengah yang kita kenal saat ini didominasi rasa manis. Mulai dari penganan ringan seperti gethuk, dawet, makanan utama seperti gudeg, selat solo, sampai bacem.
Pada masa itu, sejumlah pabrik tebu beroperasi dan orang-orang mulai memikirkan cara untuk menggunakan gula dalam pembuatan makanan. Hal ini membuat gula melimpah dan akhirnya jadi bahan makanan yang terjangkau harganya.
Meski rasanya enak, realitanya, bacem tercipta di masa kolonial Belanda dan jadi salah satu simbol penindasan di masa itu. Tidak seperti kaum elite, yang lazim mengonsumsi protein hewani, masyarakat kelas pekerja atau bawah saat itu lebih lumrah dengan sumber protein nabati, yakni tempe dan tahu.
Meski rasanya enak, realitanya, bacem tercipta di masa kolonial Belanda dan jadi salah satu simbol penindasan di masa itu.
Oleh karena itu, dengan bumbu-bumbu rempah yang populer, seperti lengkuas, ketumbar, maupun beragam jenis bawang, masyarakat Jawa Tengah berinovasi membuat variasi lain olahan tempe dan tahu dalam situasi melimpahnya komoditas gula. Dari perpaduan gula dan rempah-rempah tersebut akhirnya lahirlah bacem.
Teknik Bacem
Gula dikenal sebagai pengawet makanan alami. Hal ini karena gula memiliki sifat higroskopis atau menyerap air, sehingga sel-sel bakteri akan dehidrasi dan akhirnya mati. Penggulaan bisa dilakukan dengan menaburkan atau mencampurkan gula hingga larut dengan bahan makanan atau minuman yang akan diawetkan.
Pada teknik bacem, gula dicampur dengan bumbu rempah dan sedikit air. Bumbu bacem terdiri dari bawang merah, bawang putih, ketumbar, kemiri, dan garam dapur yang dihaluskan bersama. Makanan utama yang dibacem, seperti tempe atau tahu direndam dalam campuran gula dan bumbu tersebut dan dimasak dalam api kecil hingga airnya menyusut dan habis. Daun salam dan lengkuas juga dapat ditambahkan ke dalam rebusan.
Sebagai variasi, bumbu bacem terkadang ditambah dengan sedikit asam jawa atau air kelapa sebagai pengganti air dalam merebusnya. Dengan bumbu yang sudah terserap, dan hilangnya kandungan air, makanan yang dibacem ini bisa disimpan dalam waktu yang lama. Biasanya, makanan yang sudah dibacem akan digoreng lagi sebelum disajikan untuk dinikmati.
Sebagai variasi, bumbu bacem terkadang ditambah dengan sedikit asam jawa atau air kelapa sebagai pengganti air dalam merebusnya.
Kini, olahan makanan lainnya dari bacem mudah ditemukan. Yang paling populer, selain tahu dan tempe, adalah ayam. Ayam yang dibacem juga diolah lagi sebelum disajikan dengan cara baik digoreng atau dibakar.
Jika ke angkringan (jualan makanan keliling yang sering ditemui di Jawa Tengah), pengunjung bisa menjumpai aneka bacem dalam wujud sate telur puyuh, jeroan ayam, atau ceker ayam. Bacem sangat nikmat dimakan langsung dengan atau tanpa cabai rawit.
Di Pulau Jawa, bacem juga sering jadi lauk yang dimakan bersama jadah atau uli (ketan yang dicampur kelapa dan dipadatkan selagi hangat). Kabar gembiranya, tahu atau tempe bacem juga dapat dinikmati oleh para kaum vegetarian atau vegan.