Sekelompok gadis manis dengan kebaya putih berdiri berderet dan berjalan masuk menuju pelataran Monumen Gong Perdamaian. Panas yang begitu menyengat seakan tidak menghalangi mereka untuk menampilkan sebuah kesenian khas Maluku dalam bentuk tarian yang bernama tari sawat. Mereka siap di depan pelataran dan tari sawat pun siap ditampilkan.
Tari sawat adalah sebuah tarian pergaulan Maluku yang cukup sering ditampilkan dalam berbagai acara. Tari ini cukup populer karena cukup mudah dipelajari dan memiliki makna yang menarik untuk disimak. Tari ini adalah sebuah keramahan dan memiliki pesan perdamaian yang cukup kental di dalamnya. Tari sawat biasanya ditampilkan dalam satu paket dengan musik sawat yang berupa gendang, rebana dan suling, namun tidak jarang ditampilkan juga di dalam kolaborasi dengan musik tifa totobuang.
Sekilas, tarian ini kental nuansa Arab dan Melayu.
Sekilas, tarian ini kental nuansa Arab dan Melayu. Musik yang biasa mengiringinya pun terasa lekat dengan musik Melayu. Menurut beberapa sumber, tari sawat memang banyak mendapat pengaruh dari para pedagang Arab yang berdagang rempah-rempah di masa lalu. Tidak hanya berdagang, para pedagang Arab ini pun menyebarluaskan ajaran Islam di tanah Maluku dan di dalam penyebarannya salah satu media yang dipakai adalah kesenian. Maka tidaklah heran bila tari sawat memiliki nuansa Arab dan Melayu yang cukup kental.
Keunikan tarian ini sebenarnya terletak pada pesan dan makna yang dikandungnya. Perdamaian dan keselarasan hidup begitu terlihat dari gerakan-gerakan yang ditampilkan. Lekuk tubuh para penari yang gemulai dan indah mencerminkan keramahan dan jauh dari kesan seroti sama sekali. Ajaran Islam banyak mendasari tari sawat, oleh karena itu tari ini juga banyak ditampilkan dalam berbagai acara yang bernafaskan Islam seperti Lomba MTQ atau pagelaran pengajian di setiap wilayah Maluku.
Perdamaian dan keselarasan hidup begitu terlihat dari gerakan-gerakan yang ditampilkan.
Lebih menarik lagi ketika tarian ini berkolaborasi dengan musik tifa totobuang. Seperti kita ketahui, tifa totobuang biasa dimainkan oleh warga Maluku yang beragama Kristiani. Oleh karena itu, ketika musik tifa totobuang ini dipadukan dengan tari sawat yang bernafaskan Islam, tentu akan menghasilkan sebuah kesenian yang sangat bermakna. Perpaduan diantara keduanya adalah sebuah simbol sikap saling menghormati dan toleransi diantara dua agama besar ini. Hal ini semakin terasa setelah Maluku dilanda perpecahan horisontal di antara penduduknya dan memiliki nuansa ke arah perang agama. Kolaborasi ini mampu menjadi peredam ampuh perpecahan yang terjadi. Tidak hanya pada saat terjadinya kerusuhan, namun pasca kerusuhan pun keberadaan kolaborasi ini menjadi pengingat bagi warga Maluku tentang pentingnya sikap saling menghormati dan toleransi diantara perbedaan yang ada.
Tari sawat adalah tari yang sederhana namun memiliki makna yang luar biasa. Keberadaannya seperti sebuah oasis di tengah kekeringan moral yang melanda Maluku. Namun demikian, keberadaan tari ini tidak akan bertahan tanpa adanya kepedulian masyarakat untuk terus melestarikannya. Tarian ini sangat penting untuk sering ditampilkan dalam berbagai acara publik, sehingga masyarakat pun akan tahu dan selalu ingat akan makna perdamaian di dalamnya.