Cerita Rakyat Kalimantan Timur: Asal-Usul Gerhana Matahari dan Bulan - Indonesia Kaya

Cari dengan kata kunci

Cerita Rakyat Kalimantan Timur: Asal-Usul Gerhana Matahari dan Bulan

Cerita Rakyat Kalimantan Timur: Asal-Usul Gerhana Matahari dan Bulan

Kesalahpahaman yang terjadi antara Dea Pey dan Weluen Long, menjadi cikal bakal terjadinya gerhana matahari dan bulan.

Kesenian

Bukan fenomena alam semata, terjadinya gerhana matahari dan bulan juga telah menjadi legenda tersendiri bagi suku Dayak Wehea yang mendiami Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. Cerita rakyat Kalimantan Timur: asal usul gerhana matahari dan bulan ini terus diceritakan secara turun-temurun, tepatnya setiap gerhana tiba. Legenda ini begitu santer di kalangan suku Dayak Wehea, sampai-sampai dibuat ritual khusus untuk menghormati terjadinya gerhana bulan atau matahari. Tak hanya menarik untuk disimak, legenda dan tradisi ini juga menjadi pengingat bahwa cerita rakyat Indonesia masih memiliki relasi yang kuat dengan konsep takhayul. 

Legenda ini mengisahkan kehidupan matahari dan bulan yang menjelma menjadi manusia dan hidup sebagai pasangan suami istri di bumi. Diceritakan bahwa sang suami yang bernama Dea Pey dan istrinya yang bernama Weluen Long, telah dikaruniai seorang anak perempuan. Kisah ini dimulai saat musim bercocok tanam tiba, sehingga Dea Pey dan Weluen Long perlu membenahi ladang yang akan digunakan untuk menanam padi. Bukan pekerjaan ringan, Dea Pey pun memanggil teman-temannya—para emta atau nabi dalam bahasa Dayak Wehea—untuk membantunya menanam padi. Sementara itu, di rumah, Weluen Long ditugaskan oleh sang suami untuk menyiapkan makan siang untuknya dan para emta. 

Legenda ini mengisahkan kehidupan matahari dan bulan yang menjelma menjadi manusia dan hidup sebagai pasangan suami istri di bumi.

Akan tetapi, terjadi kesalahpahaman antara pasangan sang suami istri itu, yang kemudian berujung fatal. Ingin tahu kelanjutan cerita rakyat Kalimantan Timur yang dipercaya melatarbelakangi terjadinya gerhana matahari dan bulan? Beginilah kisah lengkapnya. 

Kehidupan Matahari dan Bulan di Bumi

Alkisah, di Kabupaten Kutai Timur, tinggalah sepasang suami istri dengan nama Dea Pey dan Weluen Long. Keduanya adalah jelmaan dari matahari dan bulan yang menyinggahi bumi dan menjalani hidup bersama buah hati mereka. Meski sederhana, hari demi hari mereka lalui dengan penuh kebahagiaan. 

Keduanya adalah jelmaan dari matahari dan bulan yang menyinggahi bumi dan menjalani hidup bersama buah hati mereka.

Ketika musim bercocok tanam tiba, sang suami yang dikenal ulet dan giat bekerja, Dea Pey, berniat untuk menanam padi di sebuah ladang dekat tempat tinggal mereka. Dibantu sang istri, keduanya mulai mempersiapkan ladang untuk keperluan bercocok tanam. Namun, membakar ladang dan menebang pohon bukan hal mudah untuk dilakukan. Karenanya, Dea Pey memohon bantuan para emta (ahli spiritual dalam bahasa Dayak Wehea) agar lahan dapat segera diolah. 

Setelah mendapatkan uluran tangan, Dea Pey mengutus sang istri, Weluen Long, untuk mempersiapkan santapan makan siang para emta di rumah. Semalam sebelumnya, Dea Pey juga telah memancing sebuah ikan gabus berukuran besar yang kemudian ia letakkan di samping pondok mereka.

Lauk Penuh Malapetaka

Hari yang dinanti telah tiba. Para emta berdatangan dan mulai bercocok tanam untuk membantu Dea Pey. Sebagai istri yang penurut, Weluen Long mempersiapkan bahan-bahan untuk disajikan pada saat makan siang. Namun, Weluen Long tidak bisa menemukan lauk untuk dimasak bersama sayur-mayur yang ia miliki. 

Ia pun bertanya kepada sang suami yang tengah bekerja di ladang, “Apa yang harus kita sajikan untuk para emta?” “Potonglah ikan yang telah saya letakkan di samping pondok sebagai lauk,” jawab Dea Pey. Weluen Long termenung mendengar perkataan suaminya. Dalam pendengarannya, sang suami mengutusnya untuk memotong putri semata wayang mereka untuk menjadi lauk yang akan disantap siang itu. 

Dalam pendengarannya, sang suami mengutusnya untuk memotong putri semata wayang mereka untuk menjadi lauk yang akan disantap siang itu. 

Weluen Long kembali memastikan dan bertanya dengan lantang, “Apakah lauk bagi sayur untuk jamuan hari ini?” Sang suami bersikeras dengan jawaban yang sama, “Sudah saya bilang, masaklah ikan gabus yang telah saya pancing dan letakkan di samping pondok.” 

Dengan kebingungan luar biasa akibat jawaban serupa yang didengar pertama kali, Weluen Long berteriak lagi untuk memastikan bahwa pendengarannya tidak mengelabuinya. “Kita belum memiliki lauk apapun, sementara hari sudah beranjak semakin siang. Apa lauk pendamping untuk sayur yang akan saya sajikan?” 

Kelelahan dan gusar akibat ditanyakan hal yang sama berkali-kali, Dea Pey berteriak “Kami semua sudah kelaparan! Apa tidak cukup ikan gabus sebesar itu yang telah saya siapkan? Potonglah ikan tersebut dan mulai memasak!” 

Weluen Long menafsirkan perkataan suaminya dengan “Apakah tak cukup besar putri semata wayang kita untuk dijadikan lauk?” Meski masih dirundung kebingungan, ia pun menuruti perintah suaminya dan membunuh putri semata wayangnya ketika sedang bermain ayunan. Setelah memotong tubuh dan memasaknya, ia meletakkan tulang belulang sang putri di samping tungku kompor. 

Sekembalinya bercocok tanam, Dea Pey dan para emta tampak semangat untuk menyantap makan siang yang telah tersaji. Kendati ukuran pondok milik Dea Pey cenderung kecil, para emta tetap mengantre dengan teratur untuk mendapatkan giliran makan. Dea Pey dan sejumlah emta yang berkesempatan untuk menyantap makan siang terlebih dahulu tampak puas akan santapan yang disuguhkan Weluen Long. 

“Alangkah nikmatnya santapan ini!” puji Dea Pey kepada sang istri. “Sepertinya saya juga menemukan daging di dalamnya. Apakah yang kamu sajikan sebagai lauk?” tanyanya penasaran. Weluen Long pun menjawab dengan terheran, “Bukankah kau memerintahkan saya untuk memotong anak kita dan menjadikannya lauk?”

Weluen Long pun menjawab dengan terheran, “Bukankah kau memerintahkan saya untuk memotong anak kita dan menjadikannya lauk?”

Terperanjat, Dea Pey sontak berhenti makan dan bergegas menuju dapur untuk menemukan deretan tulang belulang sang putri di samping tungku kompor. Dirundung amarah, Dea Pey spontan menuangkan kuah sayur yang panas mendidih ke arah Weluen Long hingga kulitnya melepuh dan berbekas menjadi luka bakar.

Pertikaian keduanya terdengar ke telinga para emta. “Teganya kalian menyajikan tubuh putri semata wayang kalian sebagai lauk!” ujar salah satu emta yang kemudian diikuti emta-emta lainnya yang berhamburan meninggalkan pondok. 

Kelak, para emta yang telah kadung menyantap daging sang putri semata wayang Dea Pey dipercayai menjadi penyebar ilmu hitam dan ajaran buruk lainnya. Sedangkan sejumlah emta yang belum sempat menyantap daging tersebut, menjadi tabib penyembuh nan arif dan bijaksana. 

Kedatangan Sang Perungguk 

Ingin menenangkan diri akibat telah menumpahkan kuah sayur mendidih ke tubuh Weluen Long, Dea Pey bertolak ke angkasa. 

Sebelumnya, ia bertutur kepada Weluen Long “Sesungguhnya, kita memang ditakdirkan bersama. Aku tak bisa mencari istri sepertimu, sebagaimana engkau yang tak dapat mencari suami selain diriku. Mungkin kita tidak bisa bertatap muka setiap hari. Akan tetapi, suatu saat akan datang waktu untuk kita bertemu kembali. Kejarlah aku ketika kita sudah sama-sama merindu, sebelum terpisah kembali.” Dengan perasaan penuh sesal dan amarah yang membara, ia pun kembali menjadi matahari. 

Sebelumnya, ia bertutur kepada Weluen Long “Sesungguhnya, kita memang ditakdirkan bersama. Aku tak bisa mencari istri sepertimu, sebagaimana engkau yang tak dapat mencari suami selain diriku.

Dirundung pilu sekaligus rasa sakit, Weluen Long terus mengobati luka bakar yang dideritanya. Perlahan tapi pasti, kondisi kulit Weluen Long kian pulih. Akan tetapi, terdapat luka di bagian punggung yang belum pulih—bahkan berulat dan mulai membusuk—karena tidak terjangkau untuk diobati. 

Ketika Weluen Long tengah menangis terisak, seekor burung perungguk datang menghampirinya dan bertanya kepadanya “Mengapa engkau menangis, wahai Weluen Long?” Weluen Long lantas menceritakan tragedi yang menimpanya. 

Setelah itu, Weluen Long meminta tolong kepada sang perungguk untuk membersihkan sisa luka di punggungnya. Dengan rasa iba dan penuh perhatian, perungguk mulai membersihkan luka dan mencungkil ulat yang bersarang di punggung Weluen Long. Setiap hari, perungguk selalu datang ke pondok Weluen Long untuk mengobati lukanya. Acap kali, perungguk bermalam di sana karena merasa enggan untuk meninggalkan Weluen Long. 

Seiring berjalannya waktu, perungguk mulai jatuh hati pada Weluen Long, bahkan sampai mengutarakan niat untuk memperistrinya. Namun, lamaran ini ditolak secara halus oleh Weluen Long. “Wahai perungguk, aku sudah ditakdirkan bersama Dea Pey, sang matahari. Tidak ada yang dapat menggantikan posisi diriku dan dirinya sebagai sepasang suami istri, karena hanya kami yang dapat hidup abadi. Jika hari ini kami mati, esok hari kami akan hidup kembali,” ujarnya. 

Seiring berjalannya waktu, perungguk mulai jatuh hati pada Weluen Long, bahkan sampai mengutarakan niat untuk memperistrinya.

Tipu Muslihat demi Kebaikan

Kendati sudah terlanjur jatuh hati, perungguk tidak menerima penolakan Weluen Long. Ia pun bersikeras untuk tetap tinggal di pondok Weluen Long dan menemaninya. Sesungguhnya, Weluen Long telah memiliki niat untuk pergi ke angkasa dan meninggalkan perungguk. Lagi pula, ia sudah merasa sehat seperti sediakala. Namun, ia merasa tak enak hati karena ketulusan perungguk dalam merawatnya. 

Weluen Long pun memutar otak dan mencari cara untuk meninggalkan perungguk. Diam-diam, ia telah mengemas barang-barangnya untuk dibawa ke angkasa. Selanjutnya, ia mendapatkan ide untuk mengelabui perungguk dengan sebuah tipu muslihat. Weluen Long menyembunyikan sepotong bambu yang biasa ia gunakan untuk mencari kutu dan meminta perungguk untuk mencarinya di sekeliling pondok. 

Weluen Long kemudian bergegas mempersiapkan barang-barang yang telah ia kemas untuk dibawa ke angkasa. Di tengah pencariannya, perungguk tak kunjung menemukan barang yang dimaksud. Namun, Weluen Long terus membujuk agar ia meneruskan pencariannya. Sementara itu, Weluen Long mulai menebar beras di sekeliling pondok sebagai ritual untuk terbang ke langit.

Perungguk berteriak untuk menyampaikan amarahnya karena merasa dikelabui. Namun, ia tertegun ketika melihat Weluen Long sudah terbang bebas di angkasa dan perlahan menjelma menjadi bulan. Bekas luka bakar di punggung Weluen Long, menjadi permukaan tidak rata yang terdapat pada bulan. 

Perungguk dengan segera terbang mengejar Weluen Long hingga batas ketinggian yang dapat dicapainya. Setelah itu, ia kembali turun ke bumi dan hanya dapat meratapi kepergian Weluen Long dengan pilu. Setiap merindukan Weluen Long, ia duduk termenung pada malam hari dan menunggu kemunculan sang bulan. 

Selepas meninggalkan bumi dan mendiami angkasa, pertemuan antara Dea Pey dan Weluen Long yang telah berubah wujud, akhirnya tidak pernah terjadi. Sebagaimana bumi yang terus berputar beserta matahari dan bulan yang silih berganti menyinari bumi dalam waktu berbeda. Maka dari itu, keduanya hanya dapat bertemu saat gerhana matahari maupun bulan terjadi. Sejatinya, gerhana adalah gambaran dari Weluen Long yang berhasil mengejar Dea Pey untuk melepas rindu.

Sejatinya, gerhana adalah gambaran dari Weluen Long yang berhasil mengejar Dea Pey untuk melepas rindu.

Moral Cerita

Dari cerita rakyat Kalimantan Timur Asal-Usul Gerhana Matahari dan Bulan, terdapat sejumlah pelajaran yang dapat dipetik. Pertama adalah untuk menjadi lebih awas dan hati-hati dalam bertindak dan berucap, agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan, kesalahpahaman, dan kerugian pada orang lain. 

Selain itu, cerita rakyat Kalimantan Timur ini juga mengajarkan seseorang untuk tidak memaksakan perasaan kepada orang lain, sebesar apapun perasaan yang dilabuhkan. Karena, perasaan adalah sesuatu yang tidak dapat dikontrol dan rasa cinta haruslah tumbuh secara alamiah. 

Informasi Selengkapnya
  • Indonesia Kaya

  • Indonesia Kaya

  • Kompas, Kaltim Aman, Tribun News